Mohon tunggu...
Febriana Keila
Febriana Keila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya suka membaca dan menulis cerita

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kesehatan Mental Menyebabkan Fenomena Budaya berupa Childfree

19 Mei 2023   16:29 Diperbarui: 19 Mei 2023   16:31 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini, isu mengenai pemikiran childfree mulai hangat diperbincangkan. Hal ini tidak jauh kaitannya dengan zaman yang semakin maju dan berkembang. Tidak hanya zaman yang maju dan berkembang tapi pemikiran manusia juga semakin modern. Salah satu bukti dari pemikiran manusia yang semakin modern adalah munculnya pemikiran mengenai childfree. Childfree merupakan kondisi dimana individu atau sebuah pasangan memutuskan untuk tidak memiliki anak. Hal ini berbeda dengan childless dimana seseorang atau sebuah pasangan tidak bisa memiliki anak dikarenakan suatu kondisi (kesehatan) dan terkesan terpaksa untuk tidak memiliki anak. Dalam hal ini, tidak ada benar atau salah. Karena kembali lagi bahwa setiap individu memiliki hak masing-masing termasuk dalam hak untuk memiliki atau tidak memiliki anak.

Jika dikaji dari sudut pandang ilmu budaya, childfree merupakan salah satu bentuk fenomena budaya. Tapi sebelum membahas lebih lanjut, penulis akan memberikan pengertian mengenai apa itu fenomena budaya. Fenomena budaya adalah sebuah budaya baru berupa pemikiran atau karya manusia yang sedang berkembang tetapi hal ini tidak berlangsung lama (lama-kelamaan akan pudar). Di Indonesia sendiri belum banyak orang yang memiliki pemikiran mengenai childfree. Dampaknya juga belum ada hingga hari ini. Tetapi, jika semakin banyak orang yang menerapkan pemikiran childfree ini, tidak menutup kemungkinan bahwa hal ini akan menjadi sebuah budaya di Indonesia dan dapat berdampak bagi Indonesia seperti semakin minimnya angka kelahiran. Orang-orang yang memiliki pemikiran ini cenderung merupakan orang-orang yang open minded dan tinggal di lingkungan yang mendukungnya untuk memiliki pemikiran demikian.

Banyak faktor yang dapat menyebabkan munculnya pemikiran childfree di dalam diri seseorang. Faktor seperti faktor ekonomi, keinginan untuk berkarir, ketidaksiapan untuk menjadi orang tua, keputusan bersama, dan juga trauma yang dialami oleh seorang individu. Trauma ini termasuk ke dalam faktor kesehatan mental. Trauma yang dialami seorang individu biasanya muncul mulai dari lingkungan keluarga. Keluarga yang harusnya mendukung dan menjadi tempat berlindung malah menjadi sebuah tempat berpulang yang tidak nyaman. Hubungan antara orang tua dan anak yang tidak baik, kurangnya komunikasi antara anak dan orang tua, serta perilaku orang tua yang toxic juga dapat membuat trauma yang tidak ingin diulang. Hilangnya fungsi keluarga inilah yang dapat menimbulkan trauma di dalam diri seseorang.

Karena trauma yang dialami ketika seorang individu masih kecil atau mungkin sampai ia beranjak dewasa inilah yang membuat seorang individu enggan untuk mengulang hal yang sama. Untuk mencegah hal yang sama terjadi lagi, seorang individu memutuskan untuk childfree. Sekali lagi, tidak ada salah maupun benar di dalam kasus ini. Semua orang memiliki hak untuk memilih dan melanjutkan hidupnya dalam ketenangan.

Apa yang telah penulis paparkan di atas merupakan murni pendapat penulis bahwa kesehatan mental juga mempengaruhi timbulnya fenomena budaya berupa pemikiran childfree di era ini.  Melalui opini penulis, penulis berharap masyarakat dapat lebih memahami mengenai kesehatan mental dan apa saja dampak yang ditimbulkan. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun