Mohon tunggu...
Febrian Walid
Febrian Walid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Penulis pemula

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kekacauan yang Sangat Amat Teratur

21 November 2024   21:20 Diperbarui: 23 November 2024   20:00 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Gambar: Butterfly effect, medium)

Apakah kalian tahu bahwa ada satu teori dimana teori tersebut sangat membingungkan para ilmuann sains terdahulu termasuk Isaac Newton, karena teori tersebut berisi bahwa alam semesta ini sepenuhnya tidak dapat benar-benar di prediksi oleh manusia. Mau secanggih apapun Teknologi kita atau pun mau seberapa akurat hitungan matematis kita.

Mengenal Chaos dan Butterfly effect.

Chaos adalah kekacauan dan kekosongan. Dalam matematika dan fisika, chaos berhadapan dengan sifat sistem dinamika taklinear dalam kondisi tertentu, menunjukkan fenomena yang dikenal sebagai kekacauan, yang terkenal dengan sifat sensitivitas pada kondisi awal. Butterfly effect sendiri adalah salah satu kekacauan yang dimaksud, yaitu suatu fenomena di mana tidak ada satupun rumus yang bisa memprediksi alam ini secara akurat. Ramalan atau prediksi apapun, bahkan yang menggunakan komputer, akan kacau oleh satu kesalahan kecil yang mustahil untuk terdeteksi.

Di era di mana ada tokoh-tokoh seperti Kopernikus, Galileo, dan Kepler yang mencoba merumuskan bagaimana alam semesta ini bergerak, puncaknya terjadi di abad ke-17 saat Newton mengeluarkan buku Philosophiae Naturalis Principia Mathematica. Di dalamnya, dia memprediksi bagaimana benda-benda langit bergerak, termasuk benda-benda di sekitar kita, melalui hukum gravitasi dan hukum gerak Newton.

Melalui dua hukum tersebut, Newton memberi kita kalkulator yang akurat, sehingga kita dapat memprediksi benda bergerak, dari yang kecil hingga yang besar. Newton berkeyakinan bahwa alam semesta ini berpola, dan secara teori kita dapat memprediksinya dengan akurat. Inilah masa jayanya sains, yang kemudian berkembang pesat dan mengalahkan semua mitos.

Sayangnya, keyakinan Newton ini runtuh seabad kemudian, berkat temuan seorang ahli matematika Prancis bernama Henri Poincare. Dia mengatakan bahwa "memprediksi alam semesta secara akurat itu tidak mungkin," karena dia menemukan "chaos."

Ketika Newton merumuskan gravitasi, dia hanya merumuskan gravitasi untuk dua benda langit. Namun, ketika dia memasukkan benda ketiga ke dalam hitungannya, perhitungannya menjadi kacau. Newton bertanya, bagaimana mungkin alam semesta yang memiliki begitu banyak elemen bisa tetap stabil? Pada akhirnya, Newton menyerah dan mengatakan bahwa alam semesta ini stabil bukan semata-mata karena hitungan matematisnya, tetapi karena ada peran Tuhan yang menyebabkan bintang dan planet-planet bergerak sesuai orbitnya.

Keresahan Newton ini menghantarkan para ilmuwan pada temuan baru yang cukup mencengangkan, bahwa alam ini memiliki pola unik yang membuatnya tidak bisa diprediksi sepenuhnya. Fenomena ini dikenal dengan nama chaos. Namun, perlu dicatat bahwa chaos di sini bukan berarti kacau, melainkan justru memiliki keteraturan yang sangat tinggi, sehingga tidak bisa diprediksi oleh manusia.

Cuaca adalah salah satu fenomena yang sangat ingin dipahami oleh manusia. Kita ingin tahu apakah hari ini hujan atau tidak, apakah hujan gerimis atau deras. Karena itu, sejak dulu manusia berusaha meramalkan cuaca, baik dengan menggunakan dukun maupun teknologi. Namun, meskipun menggunakan teknologi, ramalan cuaca sering kali tidak membantu, karena cuaca itu sendiri adalah contoh tepat dari bagaimana chaos bekerja.

Edward Lorenz pernah mencoba untuk memprediksi cuaca dengan komputer. Simulasi pertama dari Edward berhasil, tetapi saat simulasi kedua dimulai, grafik dari komputer Edward menyimpang. Yang tadinya beraturan, kini menjadi tidak beraturan karena hal kecil. Kondisi ini membuat Edward Lorenz menulis sebuah artikel berjudul The Butterfly Effect. "Apakah kepakan sayap kupu-kupu di Brasil bisa membuat tornado di Texas?" Ini adalah sebuah metafora dari Edward, tetapi poinnya adalah bahwa ramalan cuaca bisa terganggu oleh sesuatu yang sangat kecil, sekecil kepakan sayap kupu-kupu. Artikel dari Edward inilah yang membuat istilah Butterfly effect menjadi sangat populer, karena gangguan kecil bisa membuat situasi menjadi kacau.

Teori chaos ini semakin dipelajari, dan semakin banyak ditemukan bahwa hampir semua fenomena acak di dunia ini seperti aliran air, gunung-gunung, ranting pohon, hingga detak jantung manusia punya karakteristik chaos.

Namun, meskipun tidak bisa diprediksi, bukan berarti sains menjadi tidak berguna. Buktinya, semua teknologi yang ada adalah produk dari sains. Hanya saja, teori chaos mengajarkan kita bahwa masih banyak hal yang tidak terjangkau oleh akal manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun