Usai perayaan tahun baru, akan ada cerita bersambung dari mantan teman kelasku yang sering aku jumpai ketika sedang membeli makanan di depan gang rumah, maklum saja, rumahnya yang berdekatan dengan rumahku membuat kami sering bertemu intens, meski hanya sekedar berjumpa dan saling sapa, sekedar basa-basi agar tidak ada kesan sombong diantara kami.
Ceritanya tidak akan jauh dari kegiatan reuni sekolah yang setiap tahun diadakan, mengajak kembali untuk mengenang  masa indah dahulu, yang sebenarnya tidak pernah aku rasakan, entahlah mengapa mereka kerap mengundang teman yang dulu tidak pernah menjadi bagian dari hidup mereka.
Apakah mereka lupa bahwa aku adalah korban yang terbuli waktu di sekolah dulu karena kemiskinan dan prestasi sekolahku yang biasa saja, untuk apa aku datang ke sebuah acara tempat mereka saling bertukar slip gaji dan informasi  jabatan yang  mereka duduki di dalam satu perusahaan. Yang terlintas hanyalah bahwa teman yang dulu tidak akrab menjadi bagian dari seseorang yang bertugas sebagai penghibur dan penawar rindu saja, tidak ada ikatan yang lebih kuat dari itu, maka pertemuan itu tidak akan membahas hal yang penting, kecuali saling tertawa dan membicarakan sesuatu yang tidak membuat saya bisa kembali dengan wajah yang sumringah.
Maka aku menolak untuk kembali lagi, usai sekian lama tidak saling berjumpa,pesan masuk terkadang aku abaikan saja, kalau dia berusaha kerasa untuk mengundang, maka cerita bohong akan mulai aku karang. Cukup sudah semua yang aku alami 7 tahun yang lalu, ketika aku tidak mendapatkan perhatian karena statusku yang bukan pegawai negeri dan bukanlah  orang yang membawa kendaraan dengan cat mobil hitam mengkilap,  membiarkan mereka saling berselfi ria dengan jas dan kemeja yang berlekuk garis rapi, dan kunci mobil yang tergeletak begitu saja di atas meja.
Aku tidak akan kembali lagi dalam reuni yang seperti itu, aku ingin datang dan kembali kepada temanku yang dulu, yang kini selalu ada dalam setiap percakapan random yang saling melucu, membicarakan kenangan kami yang dulu hanya bisa diam di depan perpustakaan, menahan lapar dan berpura-pura membaca buku agar bisa mengisi kekosongan ketika jam istirahat telah di mulai.
Teman-temanku yang dulu memulai semuanya dari nol, kini telah tumbuh dewasa, menjadi pribadi yang lebih bisa menghargai orang lain, dan tidak malu untuk mengakui temannya yang dulu pernah hidup dalam garis kemiskinan yang sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H