Mohon tunggu...
Febiola Agustina
Febiola Agustina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Student

Biasa di panggil Febi. Saya memiliki hobi menbaca.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Ibu Kota Nusantara: Akankah Terwujud Menjadi Forest City?

22 Agustus 2023   03:01 Diperbarui: 22 Agustus 2023   03:17 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Tanggal 18 Januari 2022, merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia dengan disahkannya RUU tentang Ibu Kota Negara (IKN) menjadi UU oleh DPR RI dan Pemerintah. Ibu Kota Negara ini nantinya akan dipindahkan ke pulau Kalimantan di mana sebagian besar wilayah administrasinya meliputi Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Provinsi Kalimantan Timur.

Pemerintah telah memaparkan bahwa IKN adalah kota masa depan yang maju dan hijau, dengan 70 persennya merupakan kawasan hijau. Kebijakan ini sesuai dengan keinginan Presiden Jokowi untuk menjadikan IKN sebagai forest city atau kota hutan. Hal ini tentu menimbulkan pendapat pro dan kontra dari beberapa pihak.

Pemindahan ibu kota negara, tentunya akan berdampak positif bagi negara Indonesia sendiri. Salah satunya yakni, terwujudnya pemerataan. Dengan pemindahan IKN, pembangunan dan angka perekonomian daerah yang tinggi nantinya tidak lagi hanya terpusat di Pulau Jawa, sehingga dapat terwujud pemerataan di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, pemindahan IKN juga dapat mengurangi jumlah kepadatan di pulau Jawa.

Untuk mewujudkan forest city, ada beberapa upaya yang dilaukan pemerintah untuk memulihkan kembali hutan. Salah satunya adalah Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang selanjutnya disingkat RHL adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan guna meningkatkan daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam menjaga sistem penyangga kehidupan. Upaya rehabilitasi hutan dan reklamasi lahan ini juga nantinya akan mengembalikan kembali hutan tropis dari hutan produksi.

Dosen Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Dwiko Budi Permadi, Ph.D. menyuarakan opininya dalam diskusi terkait IKN di Fisipol, UGM, pada Selasa, 23 Mei 2023. "Tentu saja indah kan? Tapi justru kita menimbulkan pertanyaan kritis, karena status 256 ribu hektare itu adalah hutan. Kalau dikatakan 70 persennya kawasan hijau, berarti melakukan deforestasi sebesar 30 persen. Berarti 30 persen itu adalah sedang dilaksanakan deforestasi untuk pembangunan infrastruktur dan sebagainya," kata Dwiko. 

Penilaian Dwiko tersebut didasarkan bahwa jika nantinya hanya 70 persen yang hijau maka 30 persennya telah berubah fungsi. Hal ini cukup menjadi penjelas tentang apakah kebijakan IKN dapat merusak paru-paru dunia atau tidak. 

"Kaidahnya adalah setiap perubahan landscape hutan secara kualitas maupun secara kuantitas, pasti akan mengubah kualitas dari paru-paru itu. Pasti akan merusak paru-paru itu," ujarnya.

Tapi di sisi lain, laporan Bappenas menyatakan bahwa kondisi hutan di kawasan IKN memang sedang tidak baik. Dari 256 ribu hektare yang akan menjadi ibu kota, hanya 43 persen masih layak disebut hutan. Karena itu, jika targetnya adalah 70 persen kawasan hutan, pemerintah memiliki beban hampir 30 persen lahan harus dihutankan kembali. 

Hal ini tentu saja tidak mudah, krena sejauh ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) hanya mampu melakukan rehabilitasi dan reboisasi seluas 900 hektare per tahun. Itupun dengan tingkat keberhasilan yang rendah. "Setelah dihitung, membutuhkan waktu 88 tahun untuk bisa mentransformasi kawasan hutan IKN itu menjadi hutan kembali," tegas Dwiko.

A'ak Abdullah Al Kudusjuga, Koordinator Gusdurian Peduli, setuju bahkan menghutankan kembali kawasan yang sudah rusak bukan tugas mudah. Banyak pertimbangan yang harus diperhatikan terkait posisi Kalimantan sebagai salah satu pemilik hutan tropis besar di dunia. Kawasan ini juga memiliki keanekaragaman flora dan fauna, serta masih lekat dengan kehidupan masyarakat adat. Semua itu menjadi harga yang harus dibayar dalam proses pindahnya ibu kota.

Dia juga mempertanyakan, ke mana perginya para pengusaha yang memiliki konsesi di wilayah IKN. Jika mereka kehilangan lahan di Kalimantan, tentu akan ada konsesi baru yang juga bermakna rusaknya hutan di kawasan lain di Indonesia untuk mereka. Abdullah juga khawatir suku Dayak sebagai masyarakat adat setempat, akan tersingkirkan oleh perubahan yang terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun