Setiap individu tentu memiliki naluri untuk bertahan hidup, memenuhi kebutuhan hidup denggan cara bekerja untuk memperoleh penghasilan yang dapat digunakan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, mulai dari sandang, panggan, dan papan. Banyak orang yang memilih untuk berkegiatan produktif seperti bekerja, membuka usaha, atau menawarkan jasa yang mereka miliki sebagai upaya mencari pemasukan (uang), bukan hanya orang tua atau orang dewasa yang sudah memiliki usia dan tingkat emosional matang saja, Â yang mencoba bekerja guna memperoleh penghasilan. Faktanya sekarang banyak generasi z seperti remaja, anak sekolah, dan mahasiswa yang mulai memiliki minat atau ketertarikan untuk mencoba bekerja.
Fokus serta tujuan dalam bekerja setiap individu tentunya berbeda dan memiliki latar belakang serta motivasi bekerja yang berbeda pula, berbagai alasan melatar belakangi keputusan tersebut. Dimana mayoritas para orang tua bekerja denggan tujuan pemenuhan akan kebutuhan hidup, bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga untuk kepentinggan anak-anaknya serta seluruh angota keluarga, tak hanya itu kepentingan untuk dihargai dan diakui keberadaanya dalam hidup bermasyarakatpun turut mempengaruhi. Sementara para generasi z umumya tidak memiliki beban dan tangung jawab sebesar orang tua dan orang dewasa, mereka hanya didasarkan pada rasa penasaran untuk mencoba hal baru  (bekerja) dimana ini diangap menarik.
Tentu saja hal ini bersifat positif, generasi z dapat mempelajari banyak hal selama proses bekerja, mulai dari cara berkomunikasi yang baik, bertindak tidak gegabah, berinteraksi secara ramah, tangung jawab, berani, mengunakan uang secara bijak, membangun relasi antar sesama tim saat bekerja, serta manfaat lainya. Proses ini mampu menjadikan generasi z untuk lebih siap secara mental ketika menghadapi dan mulai masuk kedalam dunia kerja pada saat mereka memasuki usia dewasa nantinya. mereka akan mulai terlatih dari proses pembelajaran secara langsung pada saat bekerja, hal ini akan berdampaak pada kualitas diri yang semakin meningkat dari segi pengetahuan serta mampu membanggun personal branding yang positif.
Tentu saja tidak dapat dipungkiri bahwa mencoba bekerja di usia muda turut menimbulkan beberapa masalah diantaranya sulit membagi waktu antara bekerja dan bersekolah, sulit untuk beradaptasi kepada rekan kerja yang usianya jauh lebih dewasa, kesalahan dalam penyampaian informasi (mis komunikasi) bukan hanya itu, tidak jarang para generasi z juga sering dimanfaatkan oleh para senior untuk melakukan pekerjaan yang lebih berat dari apa yang menjadi tangung jawab pekerjaan mereka, tidak jarang hal ini merunjuk pada tindakan pembullyan yang dapat mempengaruhi mentalitas dan berdampak pada hasil kinerja dan performa pada saat bekerja.
MulaiLah membanggun personal breandingmu!
Dampak lebih luas pada langka berani yang dilakukan generasi z ini berpengaruh besar dan mampu membentuk personal branding yang positif, sehinga ketika memang waktunya memasuki dunia kerja yang sesunguhnya, generasi z yang memiliki pengalaman dan pengetahuan akan riwayat bekerja akan lebih dilirik oleh perusahaan, karena dianggap memiliki value yang tinggi dan kopetensi yang sudah mempuni. Dampak yang di timbulkan sangat membantu generasi z di kemudian hari dalam proses mencari pekerjaan, personal branding ini terbentuk secara tidak langsung yang berpengaruh pada value diri, hal ini mampu membuat generasi z ditempatkan di posisi yang cukup nyaman dalam lingkungan pekerjaan nantinya.
Lingkunggan kerja yang tidak sehat tentu saja membuat kariawan merasa tidak nyaman dalam bekerja dan berdampak lebih para bagi kesehatan sikologi kariawan, dimana kariawan akan merasa cemas berlebih, tidak tenag, terlalu takut berbuat salah, dan stress. Selain faktor external faktor internal pun sangat mempengaruhi situasi sikologi seseorang, dimana generasi z yang berusia masih cukup muda yang  belum mampu dan dewasa dalam mengontrol tingkat emosional pada dirinya sendiri, ego dan sifat arogan bahkan kekanak-kanakan tidak jarang membuat salah paham pada lingkup lingkungan kerja. Keadaan pada saat emosi berlebih ini terkadang membuat para generasi z tidak cukup bijak dalam mengambil keputusan dan tidak jarang melakukan tindakan yang salah.
Rasa tidak memiliki tangungan beban akan hal yang lain selain pada diri sendiri, serta alasan yang melatar belakangi generasi z bekerja yaitu hanya sekedar pemenuhan akan rasa penasaran saja, serta di dorong oleh lingkungan kerja yang mulai tidak sehat, memperoleh tangung jawab kerja melebihi ketentuan, dan ketidak mampuan dalam mengotrol tingkat emosional. Hal ini membuat para generasi z rentan berfikir untuk mengundurkan diri dari tempat bekerja namun juga terkadang merasa sayang dan sudah nyaman degan kegiatan bekerja, dan disisi lain lagi jika sewaktu-waktu mereka ditegur tentang kesalahan yang dilakukan dengan mudah mereka akan kembali berfikir untuk keluar dari lingkungan kerja tersebut.
Kelelahan secara fisik dan sikologi secara bersamaan terkadang harus dimengerti oleh pihak perusahaan yang bersangkutan, jika memang sudah mengetahui bahwa kariawan tersebut masih berstatus pelajar ataupun mahasiswa. Harus ada beberapa kebijakan yang dapat sedikit meringankan contohnya memberi jatah libur satu kali per dua minggu kerja, memberi extra mile, memberi pujian dan motivasi untuk membangun semangat dan meningkatkan kepercayaan diri kariawan. Terkadangpun para pemimpin harus dapat menjadi pendegar yang baik untuk kariawan mengenai kondisi hubungan antar sesama kariawan pada saat bekerja, kondisi dan lingkungan kerja, serta hal-hal sejenisnya yang berpotensi berdampak besar bagi efisiensi kegiatan oprasional perusahaan. Strategi tersebut akan mampu meningkatkan tingkat kepuasan generasi Z terhadap perusahaan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Sihotang, H, et al.,(2024) bahwa kepuasan kerja (job satisfaction) memiliki hubungan negatif dengan keinginan untuk keluar dari perusahaan (turnover intention), artinya bahwa semakin puas karyawan dengan tindakan perusahaan baik itu dukungan dari pimpinan atau fasilitas maka keinginan untuk meninggalkan perusahaan akan semakin rendah.
Kolaborasi antara kemampuan mengotrol emosi, penyesuaian diri, sikap saling menghargai antar kariawan, kerjasama yang baik antar tim yang satu dan yang lain, kepekaan para pemimpin dalam merespon segala masukan, keijakan yang dibuat harus saling dapat menguntungkan kedua bela pihak. Hal-hal ini akan membuat semua pihak saling merasa terikat secara emosional serta meningkatkan rasa keperdulian dan rasa saling memiliki diantara kariawan junir-kariawan senior-serta pinpinan perusahaan, dimana berdampak pada tingkat produktifitas dan secara tidak langsung memunculkan rasa royalitas dari setiap individu. Sehinga akan banyak generasi z yang mulai tertarik untuk bekerja dan berpenghasilan di usia muda, menigkatkan produktifitas dan kualitas seluruh ganerasi z di Indonesia.
Referensi Sumber Jurnal :Â
Sihotang, H., & Sitompul, P. (2024). PENGARUH EMPLOYER BRANDING DAN WORK LIFE BALANCE TERHADAP TURNOVER INTENTION PADA GENERASI Z DI KOTA MEDAN: JOB SATISFACTION SEBAGAI VARIABEL INTERVENING. Jurnal Manajemen Dan Bisnis, 271-284.