Mohon tunggu...
Febie Andayani
Febie Andayani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Diponegoro

hobi saya menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Degradasi Tradisi Nyadran Di Sragen (Studi Kasus Desa Dukuh Kecamatan Tangen)

10 Agustus 2023   08:13 Diperbarui: 10 Agustus 2023   08:20 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Masyarakat Jawa identik dengan berbagai macam tradisi yang merupakan salah satu bagian dari kebudayaan sebagai hasil dari perbuatan manusia atau interaksi masyarakat yang telah dilakukan sejak lama dan turun temurun dari generasi ke generasi salah satu contohnya adalah upacara, baik upacara pernikahan maupun upacara tasyakuran, kelahiran bayi sampai upacara bagi orang yang sudah meninggal. Berbagai macam upacara yang telah menjadi tradisi ini diakulurasikan dengan nilai-nilai yang terdapat dalam ajaran agama islam yang dilakukan oleh Wali Sanga selaku penyebar agama islam di pulau Jawa sebagai sarana dakwah. Salah satu tradisi yang sampai sekarang masih ada dalam masyarakat adalah tradisi nyadran.

Tradisi Nyadran merupakan salah satu jenis upacara daur hidup yang terdapat dalam masyarakat Jawa, biasanya tradisi ini dibarengi dengan acara makan bersama atau yang dikenal dengan sebutan bancakan, makanan yang biasanya disediakan adalah makanan pokok yang biasa dimakan sehari-hari seperti nasi rames dan makanan-makanan lain yang biasa disantap sehari-hari. Bancakan biasanya dilakukan setelah acara bersih-bersih makam dan dilakukan dimakam keluarga ataupun di tempat yang disakralkan oleh masyarakat seperti di punden.

Pelaksanaan Tradisi Nyadran di Desa Dukuh

Desa Dukuh memiliki beberapa dusun, Tradisi Nyadran di Desa Dukuh dilakukan setelah panen, sebagai ungkapan rasa syukur terhadap hasil panen yang telah didapatkan tetapi pelaksanaan Nyadran di Desa Dukuh pada setiap dusunnya berbeda-beda dan memiliki perbedaan masing-masing. Tradisi Nyadran di Desa ini diawali dengan melakukan bersih-bersih makam bersama di makam milik keluarga kegiatan ini dilaksanaakan beberapa hari sebelum Nyadran dilaksanakan. Acara ini diadakan oleh para sesepuh atau para tokoh masyarakat Desa. Pada hari pelaksanaannya masyarakat melakukan kumpul dan makan bersama atau bancakan di makam atau di tempat yang disakralkan seperti punden tetapi beberapa masyarakat juga melakukan bancakan di rumah masing-masing, kegiatan ini biasanya dibarengi dengan doa bersama yang dipimpin oleh para sesepuh. Makanan yang disajikan saat Nyadran biasanya berupa nasi tumpeng ataupun nasi ambengan yang merupakan hidangan khas masyarakat Jawa yang berupa nasi putih yang disajikan dengan lauk-pauk sebagai pelengkap hidangan, ada juga dusun yang menyediakan ayam panggang sebagai hidangan wajib yang harus ada saat Nyadran.

Degradasi Tradisi Nyadran di Desa Dukuh

Tradisi Nyadran merupakan tradisi turun temurun yang sudah lama dilakukan oleh masyarakat Desa, Nyadran menjadi tradisi yang biasa dilakukan saat warga selesai melakukan panen sebagai ungkapan rasa syukur tetapi dengan perkembangan zaman dan teknologi atau globalisasi menyebabkan tradisi ini mulai ditinggalkan oleh masyarakat setempat. Selain itu, menurut warga setempat hal ini dikarenakan sudah tidak adanya tokoh masyarakat di dusun tersebut sehingga tradisi Nyadran lama kelamaan menjadi hilang alasan lain yang menyebabkan nyadran tidak lagi dilakukan adalah karena alasan agama yang pada akhirnya Nyadran tergantikan dengan sedekah yang biasa dilakukan di masjid karena masyarakat menganggap bahwa Nyadran sama saja dengan sedekah dan tidak diperlukan ritual khusus untuk melakukannya, Nyadran bagi sebagian orang dianggap sebagai sesuatu hal yang musyrik sehingga bertentangan dengan ajaran agama.

Walaupun tradisi Nyadran di Desa Dukuh tetap dilaksanakan tetapi jumlah masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam acara Nyadran semakin berkurang, bahkan terdapat Dusun yang sudah tidak melakukan Nyadran sejak lama karena tidak adanya penerus yang dapat tetap melestarikan tradisi Nyadran. Kurangnya kesadaran akan pentingnya budaya untuk tetapi dilestarikan juga menjadi penyebab yang tidak bisa terelakkan, Nyadran dianggap sebagai suatu acara yang tidak harus dilaksanakan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun