Mohon tunggu...
FEBI DWI MAULANI
FEBI DWI MAULANI Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilu Amerika Serikat paling Berpengaruh di Antara Pemilu Serentak 2024

6 Januari 2024   11:09 Diperbarui: 6 Januari 2024   16:44 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun 2024 akan menjadi tahun penting tidak hanya bagi Indonesia. Pemilihan parlemen juga diadakan di puluhan negara di dunia. Tidak diragukan lagi, apa yang terjadi  tahun depan akan menentukan nasib dunia pada dekade berikutnya.

Dalam  setahun, pemilihan parlemen akan diadakan di setidaknya 40 negara di seluruh dunia. Selama periode ini, lebih dari 4 miliar penduduk dunia akan pergi ke TPS untuk memberikan suara mereka. Fakta bahwa sejumlah besar masyarakat di seluruh dunia ikut serta dalam pemilu tidak dapat dipisahkan dari fakta bahwa negara-negara bebas juga sedang mencapai kematangan politik.

Misalnya, tujuh dari 10 negara berpenduduk terpadat di dunia akan mengadakan pemilihan parlemen pada tahun 2024. Ketujuh negara tersebut adalah India, Amerika Serikat (AS), india, Pakistan, Bangladesh, Rusia, dan Meksiko.

Pemilu Paling Berpengaruh Dari sekian banyak pemilu yang akan digelar pada tahun 2024, tidak dapat dipungkiri bahwa pemilu AS adalah pemilu yang paling menarik perhatian. Sebab siapa pun yang menang akan menguasai kapal besar yang akan menentukan arah tren politik dan ekonomi dunia. Struktur politik Amerika nampaknya tidak banyak berubah dibandingkan situasi tahun 2020 yang ditandai dengan duel antara presiden saat ini Joe Biden dan rivalnya Donald Trump. Pasalnya, tak ada  Demokrat atau Republik yang mampu menandingi pamor kedua orang tersebut. Misalnya, di kubu Partai Republik, peluang Trump untuk menang jauh tertinggal  dibandingkan para pesaingnya. Menurut jajak pendapat yang dikumpulkan oleh FiveThirtyEight dari ratusan lembaga penelitian, Donald Trump memiliki peluang menang sekitar 61%. Di kualifikasi, dia unggul 11% atas Ron DeSantis dan Nicky Halley. Hal serupa juga terjadi pada Partai Demokrat. Pada 26 Desember 2023, Joe Biden memiliki peluang menang sebesar 68%, jauh mengungguli kandidat Demokrat lainnya.

Tingkat partisipasi pemilih sekitar 7 persen, dan sebagai saingan Biden, Marianne Williamson  harus  menutup kesenjangan  tersebut. Dean Phillips juga memiliki tingkat kualifikasi yang  rendah yaitu 3,8%. Meskipun Biden jelas-jelas memenangkan pemilu terakhir, kemungkinan Trump memimpin patut diwaspadai. Faktanya, kepuasan publik terhadap pemerintahan Biden  anjlok menjelang pemilu. Hal ini tercermin dari kepuasan masyarakat yang diperkirakan akan turun di bawah 40% pada akhir tahun 2023. Tidak ada keraguan bahwa keputusan Biden mengenai beberapa isu penting dapat menentukan nasibnya pada pemilu berikutnya. Jajak pendapat Times-Siena menunjukkan, selain persoalan ekonomi seperti inflasi dan pembangunan,  isu keterlibatan AS dalam konflik Israel-Palestina juga akan mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap pemilu 2024. Ada. 

Faktanya, hasil jajak pendapat lembaga tersebut yang dilakukan pada 14 Desember 2023 menemukan bahwa masyarakat sebenarnya lebih cenderung mempercayai Trump dibandingkan Biden dalam isu ini. Survei tersebut menemukan bahwa 46% responden percaya Presiden Trump dapat menyelesaikan konflik Israel-Palestina dengan lebih baik. 

Sementara itu, 32% responden lainnya menilai Biden lebih baik dalam hal ini. Baca juga: Cara Menyaksikan Pilpres AS 2024 Konservatisme vs Otoritarianisme Musim pemilu akan menjadi pertarungan pengaruh antara pemerintahan lama dan pemerintahan baru. Di sisi lain, pemerintahan sebelumnya  tak ingin kehilangan kekuasaan. Memang momentum pemilu kali ini masih dimanfaatkan untuk mengkonsolidasikan keuntungan politik. Salah satunya dapat dilihat pada dinamika politik di India. Pemerintahan Narendra Modi dan Partai Bharatiya Janata (BJP) terus mengandalkan narasi supremasi komunitas Hindu untuk memenangkan suara dalam pemilu. Presiden Vladimir Putin menunjukkan tanda-tanda otoritarianisme tidak hanya di Asia Selatan tetapi juga di Rusia. 

Di usianya yang sudah 78 tahun, Presiden Putin tetap menjadi kandidat kuat untuk memenangkan pemilu di negaranya. Pasalnya, satu-satunya lawannya pada pemilu mendatang, Alexei Nechayev, tetap menjadi mitra koalisinya. Setidaknya 40 negara akan mengadakan pemilihan parlemen pada tahun 2024. Tanda-tanda konservatisme juga terlihat pada pemilu 2024  di benua biru. Pada pemilu  pertama Uni Eropa pasca Brexit, kelompok sayap kanan justru berhasil meraih momentum. 

Dua puluh empat dari 27 negara anggota UE dipimpin oleh partai sayap kanan, dan Parlemen Eropa kemungkinan besar akan didominasi oleh gerakan ini. Meningkatnya pengaruh konservatisme dapat berdampak signifikan terhadap iklim geopolitik di Eropa dan seluruh dunia. Hal ini dikarenakan kelompok konservatif di Uni Eropa Konservatif dan Reformis  (ECR) mempunyai pemikiran yang sangat berbeda mengenai tatanan Uni Eropa saat ini. Hal ini antara lain mencakup pembatasan peran lembaga-lembaga publik, pembatasan imigrasi, dan upaya  mendorong federalisasi lembaga-lembaga tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun