Mohon tunggu...
Febi Rahayu
Febi Rahayu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi Ekonomi Syariah

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) IAIN PALOPO

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Realita Sagu sebagai Makanan Pokok Masyarakat Luwu Utara Setelah Beras

8 Juni 2021   18:02 Diperbarui: 8 Juni 2021   18:02 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di Indonesia, ada beberapa wilayah yang mengenal sagu yang biasa di jadikan sebagai makanan utama pengganti nasi, seperti di Luwu  Sulawesi Selatan, To Laki di sekitaran pengunungan Mekongga Sulawesi Tenggara, Maluku dan di Papua.


Sagu merupakan tanaman palma yang dapat dimanfaatkan empelur pada batangnya menjadi tepung. Tepung sagu ini dapat dimanfaatkan untuk dibuat menjadi bahan baku pembuatan roti dan pangan tradisional lainnya berupa papeda, selain itu tepung sagu juga dapat diolah menjadi bahan baku berbagai industry dan sebagai bahan energi alternatif berupa bioethanol .(Ruhukail, 2012).


Sagu memiliki potensi sebagai sumber pangan alternatif karena mengandung kandungan karbohidrat yang tinggi, di sebagian daerah di Indonesia masyarkatnya mengkonsumsi sagu sebagai bahan makanan pokok selain beras. Tanaman sagu banyak memiliki keunggulan dibanding tanaman penghasil karbohidrat lainnya, karena dapat dipanen kapan saja tanpa memperhatikan musim, terkena serangan hama dan penyakit resikonya kecil, dan dapat dilakukan panen berkelanjutan tanpa melakukan peremajaan karena sagu berkembang biak dengan anakan. (Bustaman, 2008).  


(Dirjenbun, 20017) Kabupaten Luwu Utara merupakan sentra sagu yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Pada tahun 2016 produksi sagu di Luwu Utara sebesar 1.938 ton dan luas areal sagu sebesar 1,789 Ha,ini merupakan kabupaten yang memiliki produksi dan luasan sagu tertinggi dibandingkan dengan Kabupaten lain yang ada di Sulawesi Selatan.


Sagu biasanya dimanfaatkan sebagai pengganti beras dan panganan lainnya. Ada beberapa jenis makanan yang berbahan dasar tepung sagu, seperti kapurung (makanan khas masyarakat Luwu Utara menyerupai papeda), dange (berbentuk pipih, pengganti nasi), sinole (sagu dicampur kelapa parut disangrai), dan lanya’ (menyerupai ongol-ongol, kue dicampur gula merah atau gula pasir), atau kue kering bagea. Namun yang paling banyak di minati dan sudah menjadi makanan khas adalah kapurung. Kapurung biasanya disajikan hampir setiap hari dan juga sering disajikan pada acara keluarga seperti pernikahan, aqiqah dan acara adat ataupun hanya sekedar acara makan bersama dengan keluarga besar. Selain kapurung, makanan yang disukai masyarakat Luwu Utara yang sama berbahan dasar tepung sagu adalah Dange. Dange menurut masyarakat di daerah pesisir lebih mengenyangkan dibandingkan kapurung.


Selain dijadikan sebagai bahan makanan dan pelengkap, ternyata sagu dalam rantai ekosistem sangat memberi manfaat yang besar. Seperti dihamparan sagu menjadi tempat berbagai makhluk hidup untuk berkembangbiak, seperti babi hutan, ular, kumbang, burung dan lain-lain.


Ampas sagu sisa sari pati tidak dibuang begitu saja namun dimanfaatkan sebagai etanol untuk dijadikan sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan ini merupakan salah satu pengembangan budidaya sagu selain menjadi makanan. Bahkan dalam penelitian Lahming, dia menentukan beberapa unsur dalam lem kayu dan kertas, dimana sagu sebagai campuran untuk lem berkualitas. “Jadi kertas pembungkus makanan bahan licin itu dari sagu” katanya.


Fungsi lain dari sagu misalnya tali sebagai pengikat pengganti paku, pelepah/gaba sebagai dinding rumah pengganti kayu dan tripleks, daun sebagai atap rumah pengganti seng kulit pohon sagu sebagai lantai pengganti kayu atau papan, ampas ela sebagai penghasil jamur, jamur dimakan lebih banyak oleh ibu yang baru bersalin sebagi obat, akar pohon sagu juga sebagai obat.


Selain itu, dari sisi kesehatan ternyata sagu menjadi salah satu tanaman terbaik yang dapat mengubah energi fotosintesa matahari melalui daun dan menyebarkan kealam. Itu artinya dapat membantu manusia disekitaran pohon terhindar dari penyakit paru dan asma.

Sekarang ini kita tidak perlu lagi susah payah untuk ketempat pembuatannya langsung karena sagu dapat kita jumpai tepat di pinggir jalan utama Makassar-Sorowako di warung-warung Desa Mappideceng, Luwu Utara, dimana sagu-sagu tersebut berjejer menggunakan kantongan berwarna merah besar diatasnya. Yang biasa dijual berkisar antara Rp.10.000-Rp.50.000an.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun