Dalam kehidupan sehari-hari, mungkin kita tidak menyadari betapa eratnya hubungan antara arsitektur, seni, dan filsafat. Ketiganya tidak hanya hadir untuk menciptakan keindahan, tetapi juga untuk menghadirkan makna yang lebih dalam dalam ruang dan kehidupan kita. Yuk, kita jelajahi bagaimana ketiganya saling terhubung dan memberi warna dalam dunia modern ini!
Arsitektur bukan hanya tentang menciptakan bangunan megah atau rumah nyaman. Ia adalah seni merancang ruang yang berbicara dengan manusia. Filosofi Martin Heidegger pernah menyatakan bahwa "If only you can dwell, then you can built." Sebuah rumah yang baik bukan hanya tempat berteduh, tetapi juga tempat di mana kita merasa benar-benar hidup. Lihatlah desain rumah tradisional di Indonesia, seperti rumah Joglo atau Rumah Gadang. Filosofinya tidak hanya soal estetika, tetapi juga nilai-nilai budaya seperti kebersamaan, keberlanjutan, dan harmoni dengan alam. Bahkan di era modern ini, arsitek menghadapi tantangan menciptakan bangunan yang ramah lingkungan tanpa melupakan kenyamanan penggunanya. Gedung tinggi di tengah kota pun bisa menjadi contoh ruang hidup yang tetap berkelanjutan.
Seni, di sisi lain, adalah medium yang membawa kita menjelajahi emosi dan ide. Dalam arsitektur, seni hadir melalui bentuk, tekstur, hingga permainan cahaya. Namun, seni tidak harus serumit itu. Pernahkah kamu melihat mural di sudut jalan yang tiba-tiba membuatmu tersenyum? Atau sketsa kecil di sebuah kafe yang menceritakan kisah kota? Seni hadir untuk menghubungkan kita, manusia, dengan dunia di sekitar. Bahkan dalam desain interior rumah, pemilihan warna atau karya seni di dinding dapat membawa nuansa yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari.
Lalu, apa hubungannya filsafat dengan arsitektur dan seni? Filsafat membantu kita menemukan makna di balik semuanya. Ketika arsitek atau seniman menciptakan sesuatu, seringkali mereka didorong oleh pertanyaan mendalam: "Apa tujuan karya ini? Apa dampaknya pada manusia dan alam?" Dalam desain ruang publik, misalnya, filosofi "form follows function" (bentuk mengikuti fungsi) sering menjadi acuan. Namun, filsafat modern mulai menantang gagasan ini dengan menambahkan elemen emosional dan spiritual. Apa gunanya ruang yang fungsional jika tidak membuat penggunanya merasa bahagia?
Tidak perlu menjadi arsitek, seniman, atau filsuf untuk menikmati hubungan ini. Kita bisa memulainya dengan lebih menyadari ruang di sekitar, mencari keindahan kecil di kehidupan sehari-hari, dan bertanya lebih dalam tentang makna yang ingin disampaikan oleh desain atau karya seni di sekitar kita. Arsitektur, seni, dan filsafat adalah pengingat bahwa hidup tidak hanya tentang mengejar fungsi, tetapi juga tentang menemukan keindahan dan makna. Jadi, menurutmu, ruang seperti apa yang bisa menghadirkan kedamaian dalam hidup?Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI