Aceh dikenal sebagai wilayah yang kaya. Dari sumber daya alam seperti rempah-rempah hingga minyak bumi dan gas alam sangatlah melimpah. Berada di bawah naungan kerajaan Aceh, sumber daya alam tersebut dimanfaatkan dengan baik sehingga mampu membawa Aceh ke masa keemasan.Â
Namun dengan letak Aceh yang sangat strategis membuat banyak bangsa asing yang mulai berdatangan untuk urusan perdagangan hingga diplomasi. Diantaranya bangsa asing tersebut salah satunya adalah Belanda yang sudah sejak lama ingin menguasai wilayah Aceh. Hal tersebutlah yang menyebabkan terjadinya Perang Aceh 1873-1904.
Perang Aceh 1873-1904 adalah konflik besar antara kesultanan Aceh dan Belanda yang dipicu oleh ambisi kolonial Belanda untuk menguasai wilayah strategis di Selat Malaka. Perang Aceh dikenal sebagai Perang Belanda atau Perang Kafir.Â
Pertempuran ini merupakan bagian dari serangkaian konflik yang timbul karena Ambisi Belanda untuk menguasai nusantara. Di antara perlawanan-perlawanan besar yang terjadi di Indonesia Sepanjang Abad ke-19 perang Aceh termasuk yang paling berat dan terlama bagi Belanda. Meski kesultanan Aceh telah menyerah pada 1904 dan kekuatannya banyak berkurang perlawanan dari rakyat terus berlanjut hingga 1914.
Penyebab Terjadinya Perang Aceh
Perang Aceh terjadi karena keinginan Belanda untuk menguasai Aceh, yang kedudukannya semakin penting baik dari segi strategi perang maupun jalur perdagangan sejak Terusan Seuz dibuka pada 1869.
Seuz membuat perjanjian Sumatera 1871 antara Inggris dan Belanda, yang isinya Inggris memberikan keleluasaan kepada Belanda untuk mengambil tindakan di Aceh. Belanda harus menjaga keamanan lalu lintas di Selat Sumatera. Belanda mengizinkan Inggris bebas Berdagang di Siak dan menyerahkan daerahnya di Guinea barat kepada Inggris.Â
Akibat perjanjian Sumatera 1871 Aceh mengadakan hubungan diplomatik dengan konsul Amerika, Italia, Turki Usmani di Singapura. Dan mengirimkan utusan ke Turki 1871.
Akibat hubungan diplomatik Aceh dengan konsul Amerika, Italia dan Turki di Singapura, Belanda menjadikan itu sebagai alasan untuk menyerang Aceh. Wakil presiden dewan Hindia Nieuwenhuijzen dengan dua kapal perangnya datang ke Aceh dan meminta keterangan dari Sultan Machmud Syah tentang apa yang sudah dibicarakan di Singapura, tetapi Sultan Machmud menolak untuk memberikan keterangan.Â
Pemerintah Hindia Belanda yang tidak menginginkan adanya campur tangan negara asing pun menjadikan hubungan diplomatik tersebut sebagai alasan untuk menyerang Aceh.