Oleh: Syamsul Yakin & Febby Feriskawati Kamilia
Dosen & Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tidak dapat dipungkiri, da'i ialah anggota masyarakat online. Da'i dapat dengan mudah dalam hitungan detik berbagi pesan dakwah melalui blog, media sosial konvergensi, wiki, forum, dan dunia virtual yang dilayani dan difasilitasi provider internet.
Da'i sebagai anggota masyarakat online dapat ikut serta dalam perang narasi. Jikalau secara konvensional da'i melakukan perang narasi secara tatap muka, pada era masyarakat online perang narasi dapat dilakukan secara tatap maya dengan memainkan dua ibu jari saja.
Perang narasi dalam dunia dakwah adalah aktivitas virtual seorang da'i untuk mengungkapkan gagasan dan gerakan untuk menyeru masyarakat online untuk menjalankan perintah Allah SWT dan meninggalkan segala larangan-Nya. Dikatakan perang narasi karena konten yang berseberangan begitu marak menyerbu masyarakat online.
Agar sukses menyeru, mengajak, dan memengaruhi opini masyarakat online, ada sejumlah kiat, teknik, tips, atau trik yang harus dilakukan oleh seorang da'i.
Pertama, ketika berselancar melalui platform apapun, dai harus mampu "mengaduk-aduk" perasaan masyarakat online, seperti sedih, gembira, responsif, juga marah.
Agar konten yang disampaikan menarik, durasi tak lebih dari tiga menit dengan resolusi dan rasio aspek video yang direkomendasikan pakar komunikasi. Kalau diperlukan teks singkat untuk memberitakan gambar tersebut (caption) hendaknya menggunakan bahasa baku.
Inilah aspek keahlian khusus multimedia dimana seorang da'i paling tidak memahaminya secara global. Aspek lain dari konten, baik teks dan gambar hendaknya berbasis data dan riset. Dari sini masyarakat online akan memberi respect (penghormatan) karena dai dianggap berwawasan multidisipliner.
Kedua, masyarakat online yang menjadi objek narasi dai dapat dipastikan berbeda manhaj dan mazhab dalam Islam. Atau dalam konteks sosial-politik, masyarakat online berbeda ormas dan afiliasi politik. Untuk itu teks dan gambar yang dishare harus inklusif, toleran, dan moderat. Saat ini da'i moderat, smart, toleran, inklusif, umumnya memiliki pengikut atau follower (instagram dan tiktok), tweeps (twitter), subscriber (youtube), teman (facebook) yang banyak dan disenangi. Da'i tidak boleh gabut menjadi anggota masyarakat online.
Ketiga, untuk itu seorang dai tak pelak (no doubt) harus memiliki akun resmi media sosial seperti whatsapp, instagram, facebook, tiktok, telegram, twitter, dan lain-lain yang dianggap populer. Untuk menjaga keamanan semua akun itu, da'i harus punya kata sandi (password).
Keempat, mau tidak mau agar sukses dalam berdakwah di kalangan masyarakat online, da'i harus punya tim ahli teknologi informasi. Tugas tim ini adalah membuat sistem komputer, jaringan, aplikasi baru termasuk pengawasan, keamanan akun, dan perawatan (maintenance).
Inilah kiat  yang bisa dilakukan seorang da'i agar sukses berdakwah di tengah masyarakat online yang terus diterpa perubahan dan perkembangan dengan sangat cepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H