Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, teman-teman online ku.
Pada artikel kali ini kita sama-sama belajar mengenai pembiayaan yang menggunakan akad bai al salam di bank syariah. mari kita simak bersama yukkk
Ba'i al-salam berasal dari kata as-salad yang berarti pendahuluan. Ini disebut "pendahuluan" karena pembeli membayar uang di muka untuk barang yang dipesan tersebut. Para ahli menyebutnya al mahawi'ij (barang mendesak) karena merupakan jenis jual beli yang terjadi secara mendesak meskipun barang yang diperjualbelikan sedang tidak tersedia. Dari sudut pandang pembeli, ia sangat membutuhkan barang tersebut di kemudian hari, sedangkan penjual sangat membutuhkan uang.
Ba'i al-salam adalah akad jual beli barang pesanan (fiih muslam) yang selanjutnya diserahkan oleh penjual (fiih muslam), yang dilakukan pada saat akad berakhir oleh pembeli (al muslam). dapat diselesaikan dalam kondisi tertentu.Unsur-unsur kontrak harus tunduk pada spesifikasi yang dijelaskan dengan jelas.
Spesifikasi barang yang dipesan telah disepakati antara pembeli dan penjual pada awal akad. Barang yang dipesan harus sesuai dengan sifat yang disepakati. Jika barang pesanan yang dikirim tidak memenuhi spesifikasi kontrak, Bank Islam dapat mengembalikannya kepada penjual.
Dasar hukum jual beli Ba'i Al-Salam
1. Al-Qur’an
Firman Allah QS. Al-baqarah (2) : 282
Artinya "Hai orang-orang beriman! Jika kamu bermuamalah tidak scara tunai sampai waktu tertentu buatlah scara tertulis".
2. Hadist
Hadis riwayat Bukhari dan Ibnu Abbas, Nabi bersabda:
“Barang siapa yang melakukan salaf (salam), hendaklah ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas, untuk jangka waktu yang diketahui”(HR. Bukhari, Sahih al-Bukhari (Beirut: Dar alFikr, 1955), jilid 2, h.36)
3. Ijma
Menurut Ibnu Munzir, ulama sepakat (ijma) atas kebolehan jual beli dengan cara salam. Di samping itu, cara tersbut juga diperlakukan oleh masyarakat (Wahbah, 4/598).
4. Kaidah fiqih
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”
5. Fatwa DSN-MUI No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia menetapkan fakta tentang jual beli salam sebagai berikut:
Pertama: ketentuan tentang pembayaran
- Harus diketahui jumlah dan bentuk alat pembayaran, baik berupa uang, barang maupun jasa
-Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati
-Pembayaran tidak dapat dilakukan dalam bentuk pembebasan hutang
Kedua: ketentuan tentang barang
-Ciri-cirinya harus jelas dan dapat dianggap hutang
-Spesifikasi harus diberikan dengan jelas
-Penyerahan datang kemudian
-Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditentukan dengan persetujuan bersama
-Pembeli tidak dapat menjual barang sampai ia menerimanya
-Barang tidak boleh ditukar kecuali barang itu sejenisyang sesuai dengan kesepakatan
Ketiga: Ketentuan salam paralel:
salam paralel diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut:
-Akad kedua berbeda dengan akad pertama.
-Akad kedua mulai berlaku setelah akad pertama sah
Keempat: Pengiriman barang sebelum atau pada waktunya
-Penjual harus mengirimkan barang tepat waktu dengan kualitas dan kuantitas yang disepakati
-Jika penjual mengirimkan barang dengan kualitas lebih tinggi, penjual tidak dapat mengenakan biaya lebih.
-Jika penjual mengirimkan barang dengan kualitas buruk, dan pembeli dengan sukarela menerimanya, dia tidak dapat meminta pengurangan harga (diskon).
-Penjual dapat menyerahkan barang sebelum batas waktu yang disepakati, jika: kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan dan dia tidak dapat meminta tambahan harga
-Bila semua atau sebagian barang tidak tersedia atau kualitas lebih rendah pada waktu penyerahan dan pembeli tidak mau menerimanya, ia mempunyai dua pilihan:
- membatalkan kontrak dan minta pengembalian dana
- menunggu Sampai barang tersedia
Kelima: pembatalan kontrak
Pada prinsipnya dapat diajukan pembatalan, asalkan tidak mengakibatkan kerugian bagi kedua belah pihak.
Keenam: perselisihan
Apabila timbul perselisihan antara dua pihak, masalah tersebut diputuskan oleh arbitrase syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.