Mohon tunggu...
Febbry Army Pratama
Febbry Army Pratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa dari jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Mengupas Keindahan dan Romansa dalam Film "The Architecture of Love" Karya Ika Natassa

14 September 2024   15:40 Diperbarui: 14 September 2024   19:05 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

"The Architecture of Love” (TAOL) oleh Ika Natassa adalah film yang diadaptasi dari sebuah novel  yang memikat hati banyak pembaca dengan cara yang unik. Memadukan dunia arsitektur dengan kisah cinta yang mendalam, film ini menghadirkan sebuah cerita yang tidak hanya menyentuh tetapi juga memberi wawasan tentang kehidupan dan karier di industri kreatif. Jika Anda mencari film yang penuh emosi dengan latar belakang yang kuat, film ini adalah pilihan yang tepat.


“The Architecture of Love” (TAOL) mengisahkan tentang pencarian cinta setelah perpisahan yang menyedihkan. Raia Risjad (Putri Marino), seorang penulis terkenal yang sudah melahirkan berbagai novel laris. Suatu hari, dia mengalami sakit hati begitu hebat, saat bercerai dengan suaminya, Alam (Arifin Putra). Perpisahan itupun disebabkan perselingkuhan sang suami dengan seseorang. Padahal, selama ini suaminya sering dijadikan inspirasi di balik cerita yang ditulis Raia dalam karyanya. Raia tidak hanya mengalami patah hati usai perceraian tersebut. Dia bahkan sangat sulit kembali menulis hingga mengalami kebuntuan di tengah pengerjaan buku terbarunya. Parahnya lagi, Raia juga merasa trauma berat, hingga takut jatuh cinta lagi karena pengalaman buruk masa lalu itu. Rasa putus asa mendorong Raia pergi ke New York. Tujuannya untuk mencari inspirasi baru demi melanjutkan proyek buku yang terhambat akibat patah hati itu. Tak disangka, momen mencari inspirasi itu ternyata menjadi awal Raia bertemu seorang laki-laki bernama River Jusuf (Nicholas Saputra). River merupakan seorang arsitek yang bekerja dan bermukim di New York. Sejak pertemuan pertama dengan Raia, River banyak menceritakan tentang kisah setiap gedung yang ada di New York. Namun, ia sama sekali tidak pernah membagikan cerita tentang kehidupan pribadinya. Penulis yang kehilangan muse-nya dan arsitek yang kehilangan semangat hidupnya–berdua mereka menyusuri New York sambil berpura-pura hidup mereka baik-baik saja, sampai keduanya dihadapkan pada keharusan untuk berdamai dengan masa lalu untuk dapat menjalani masa depan tanpa dihantui rahasia masing-masing. Dalam kisah ini, berbagai karakter saling terkait dan menghadapi dinamika hubungan yang rumit, menunjukkan bahwa cinta dapat hadir dalam berbagai bentuk dan membawa perubahan yang mendalam bagi kehidupan mereka.


Kelebihan Film The Architecture of Love (TAOL)
Salah satu kelebihan utama dari  “The Architecture of Love” (TAOL)  adalah cara Ika Natassa menggambarkan kota New York dalam buku ini pun terasa nyata bahkan dengan detail-detail yang memukau tentang dunia arsitektur. Sebagai seorang penulis, Natassa tidak hanya menciptakan cerita yang romantis tetapi juga membangun latar belakang yang realistis dan informatif. Penonton yang tidak akrab dengan dunia arsitektur akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang industri ini melalui deskripsi yang jelas dan penggambaran proses kerja  River. Film ini juga mengandung beberapa dialog-dialog puitis tapi tidak terdengar menggelikan karena ditempatkan dalam konteks yang tepat. Misalnya dialog "tidak semua yang kosong harus diisi" yang diucapkan River. Rasanya dialog itu mungkin terdengar hambar jika dilontarkan di sembarang adegan.

Kelebihan lainnya adalah para tokoh yang ada dalam buku ini diciptakan dengan realistis, baik dan tepat, diluar tokoh utama pun dibuat oleh penulis dengan baik dan memiliki peran masing-masing yang tidak membuat kita sebagai pembaca/penontonnya bertanya-tanya akan kehadiran mereka dalam buku.

Kekurangan Film The Architecture of Love (TAOL)
Di sisi lain, beberapa pembaca mungkin merasa bahwa alur cerita  “The Architecture of Love” (TAOL)  agak lambat pada beberapa bagian. Beberapa bagian mungkin terasa lebih fokus pada deskripsi dunia arsitektur dan konflik internal  River dan juga Raia yang bisa mempengaruhi dinamika cerita secara keseluruhan. Namun, ini lebih merupakan bagian dari gaya penulisan yang mengutamakan detail dan kedalaman karakter.

Selain itu, bagi pembaca yang mengharapkan plot yang sangat penuh kejutan atau aksi, mungkin akan merasa bahwa novel ini lebih condong ke arah drama dan romansa yang kontemplatif dan juga saya merasa kurang puas dengan akhir dari film ini “The Architecture of Love” (TAOL) yang sekaligus menjawab takdir Raia dan River. Bagi saya, resolusinya terlalu sederhana dan seolah tidak ada pilihan yang lebih baik. Terlepas dari semua keunggulannya, sayangnya saya merasa kurang puas dengan akhir dari film “The Architecture of Love” (TAOL) yang sekaligus menjawab takdir Raia dan River. Bagi saya, resolusinya terlalu sederhana dan seolah tidak ada pilihan yang lebih baik. Meski ditutup dengan akhir yang kurang memuaskan bagi saya, “The Architecture of Love” (TAOL) tetap bisa dibilang menjadi film yang indah dan romantis tanpa perlu banyak banjir kata-kata manis.

Opini tentang Film The Architecture of Love  
Salah satu pesan penting yang dapat diambil dari  “The Architecture of Love” (TAOL)  adalah tentang keseimbangan antara karir dan kehidupan pribadi.  River menunjukkan kepada pembaca/penonton bahwa meskipun seseorang mungkin sangat sukses dalam bidang profesionalnya, hal itu tidak menjamin kebahagiaan dalam kehidupan pribadi. Film ini mengajak penonton untuk merenungkan bagaimana cara kita mengejar impian kita sambil tetap menjaga hubungan yang penting dalam hidup kita.


Selain itu, film ini juga menggambarkan betapa pentingnya memahami dan menghargai proses kreatif. Dunia arsitektur yang sering kali dipandang dari sudut pandang estetika dan teknis, digambarkan dengan cara yang membuat pembaca memahami betapa banyak pekerjaan dan pemikiran yang terlibat dalam menciptakan sesuatu yang indah.

Secara keseluruhan,  “The Architecture of Love” (TAOL)  adalah sebuah karya yang memberikan lebih dari sekadar kisah cinta. Dengan penulisan yang mendalam, penggambaran karakter yang kuat, dan latar belakang yang realistis, Ika Natassa berhasil menciptakan sebuah novel yang tidak hanya menghibur tetapi juga memprovokasi pemikiran. Film ini juga menyinggung bahwa tidak pernah ada manusia yang terbiasa dengan patah hati meski telah mengalaminya berulang kali lewat karakter Erin yang diperankan Jihane Almira. Sejumlah plot twist pun dihadirkan yang membuat film ini terasa lebih segar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun