Indonesia merupakan Negara kepulauan dimana 2/3 luas wilayahnya adalah perairan. Oleh karena itu, banyak sekali biota air yang tumbuh dan berkembang di Indonesia. Biota air ini sangat berguna bagi masyarakat, diantaranya diolah sebagai bahan pangan yang sering kita kena ldengan nama seafood. Udang Windu (Peneausmonodon) adalah salah satu jenis hewan laut yang banyak digemari dan dikonsumsi. Namun kebanyakan masyarakat mengolah dan mengonsumsi dagingnya saja, sedangkan bagian kepala dan cangkangnya dibuang sehingga menjadi limbah lingkungan. Orang-orang menganggap bagian cangkang dan kepala tidak berguna padahal didalamnya terkandung zat-zat yang bermanfaat salah satunya adalah kitin. Kitin merupakan precursor dari kitosan, dimana zat ini mempunyai banyak fungsi. Menyembuhkan luka adalah salah satu fungsi dari kitin.
Â
Tim PKM-P USD yang beranggotakan Adis Pranaya Yakin (128114103), Reinaldy Dharmawan (128114020), Richardus Yudistira (138114121), Fenny Marisza Sihaloho (138114128) , dan Nadia Okky Luciana (138114153) serta dosen pembimbing PhebeHendra, M.Si, Ph.D., Apt. melihat potensi pemanfaatan limbah udang dan melakukan penelitian membuat suatu sediaan farmasetik dengan bahan aktif berupa kitosan. Sediaan yang dibuatlah sediaan gel karena memiliki keunggulan memberikan sensasi dingin di kulit, kontak dengan lukalebih lama, memiliki daya sebar yang baik, mampu membawa zat aktif sampai ketempat aplikasi, dan mudah diaplikasikan.
Â
Tahap pertama ialah tim mengumpulkan limbah kulit udang yang diperoleh dari beberapa restoran yang berada di daerah Sleman, Yogyakarta. Limbah yang didapat kemudian dipilah dan diambil bagian cangkangnya, kemudian dibersihkan hingga bersih. Cangkang yang telah bersih lalu dikeringkan dan dibuat serbuk.
Â
Serbuk kulit udang kemudian melalui proses demineralisasi (penghilangan mineral) dilanjutkan proses deproteinasi (penghilangan protein). Kitin yang didapat dihilangkan gugus asetilnya melalui proses deasetilasi dan didapat kitosan. Kitosan lalu diolah menjadi gel dengan berbagai konsentrasi yang diuji pada tikus yang terluka.
Berdasarkan pengukuran diameter luka yang dilakukan setiap hari selama seminggu, diperoleh gel dengan konsentrasi kitosan 2 persen paling efektif sebagai penyembuh luka. Hasil ini tentunya sangat bermanfaat khususnya dalam bidang kesehatan dan lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H