Mohon tunggu...
Feni Dwi Lestari
Feni Dwi Lestari Mohon Tunggu... -

sebuah kebenaran harus dituliskan, katakan putih itu putih, katakan hitam itu hitam, berjuang untuk kebenaran dan kejayaan....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kisah "Menanam Pohon Cinta"

13 November 2010   02:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:39 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“salahkah aku jika aku mencintainya”? Salahkah aku memiliki perasaan seperti ini”? Bukankah jatuh cinta itu fitrah manusia”? Pertanyaan bertubi-tubi padaku. ”uhm........... pfuh...” kutarik nafas pelan dan dalam trus kulepaskan kuat-kuat. kutatap wajahnya lekat-lekat. ”salahkah aku”? tanyanya kembali ’aku manusia, aku bukan malaikat”, aku manusia yang punya naluri, yang punya hasrat untuk mencintai dan dicintai, menyayangi dan disayangi, salahkah aku dengan perasaanku ini”? Tanyanya kembali sembari menatapku tak kalah tajam. Aku pun tertunduk. ”tidak ada yang salah” jawabku. ”tidak ada yang salah dengan perasaan cinta” terangku. Kulihat wajahnya, sedikit cerah.

”tapi, untuk yang ini salah”!, sungguh sebuah kesalahan’’! ungkapku tegas. ”maksudmu” tanyanya heran. ”apa tujuan hidupmu di dunia ini”? Tanyaku. ”ya.... aku di dunia, mengumpulkan bekalku untuk akhiratku” jawabnya. ”Akhirat yang bagaimana yang kamu inginkan” tanyaku kembali. ”aku ingin sorganya Allah, aku ingin bersua denganNya, karena itu adalah nikmat terbesar yang tiada tandigannya” jelasnya. ”Bagaimana kamu bisa menggapai surganya Allah”? Kukembali bertanya. ”aku akan melakukan apapun yang disuruhnya dan meninggalkan apa yang dilarangnya, dan ku kan meraih cintanya Allah” jelasnya kembali. ”trus bagaimana dengan cintamu kepada lelaki itu” tanyaku lagi. ”nah, itu berbeda, aku tidak mungkin tidak mencintainya, bukankah perasaan ini Allah juga yang menciptakan, ini fitrah manusia untuk saling mencintai dan mengisi” ungkapnya berapi-api. ”lalu bagaimana dengan tujuanmu di dunia untuk menggapai cinta Allah demi akhirat yang baik”? Bagaimana Allah akan memberikan cinta yang penuh untukmu, sedangkan cintamu terbagi, apalagi terbagi untuk sesuatu yang belum halal bagimu”? Tanyaku kembali. ”tapi, bagaimanapun itu fitrahnya manusia, cinta itu muncul begitu saja, apa aku salah”? Ia kembali mengutarakan hal yang sama.

”uhm........... pfuh...” kutarik nafas pelan dan dalam lalu kulepaskan perlahan. Aku merasa lebih santai dan relax. ”kamu pernah menanam sebuah pohon”? Tanyaku, belum sempat dia menjawab aku telah melanjutkan ceritaku berikutnya. Saat kita menanam sebuah pohon, kita akan mempersiapkan tanah yang gembur, tidak ada semak, ataupun tanaman liar lain yang akan mengganggu tumbuhnya pohon tersebut, kita berharap suatu saat nanti pohon tersebut akan tumbuh subur menjulang, memberikan bunga yang indah dan buah yang manis, tapi ternyata dalam pertumbuhannya, satu persatu semak mulai tumbuh, padahal kita tidak pernah menanamnya. Jika kita biarkan semak ini tumbuh subur apalagi ikut dipupuk tentu akan mengganggu pertumbuhan pohon yang kita harapkan sebelumnya. Alhasil jadilah pohon yang kerdil, tak kunjung berbunga apalagi berbuah, lama kelamaan akan mati karena gizi nan nutrisinya tersaingi oleh semak-semak. Begitu pula cinta. Pada awalnya tujuan kita adalah cinta Allah, seperti pohon yang kita harapkan sebelumnya. Tapi dalam perjalanannya, cinta-cinta yang lain yang seharusnya tidak ada mulai tumbuh, memang sudah fiitrahnya, tapi salahnya jika semak itu terus menerus dipupuk dan dibiarkan tumbuh subur, maka si pohon cinta akan kerdil dan terus mengering. Tidak akan memberikan bunga yang cantik apalagi buah yang manis. Cinta-cinta itu tak dapat kita mungkiri, dia akan muncul spontan begitu saja, tanpa sedikit pun kita inginkan, seperti semak tadi, tapi jangan sampai cinta yang belum halal itu dipupuk dan ditumbuh suburkan sehingga cinta sejati yang seharusnya dapat dimiliki dan mendominasi hidup akhirnya enyah dari genggaman. Sungguh merugi. Hati kita ini ibarat sebuah ruangan cinta. Saat cinta Allah dan cinta karena Allah itu sudah memenuhi ruangan, bagaimana mungkin yang lain dapat masuk. Tapi saat cinta pada Allah dan cinta karena Allah telah berkurang, dan disalah satu sisi ruang dibiarkan kosong, maka ruangan yang kosong itupun akan segera di isi dengan yang lain. Semakin luas ruangan itu dibiarkan kosong maka akan semakin banyaklah yang lain diluar cinta karena Allah bisa memasukinya. Gapailah cinta sejati, cinta yang hakiki” tuturku menutup kisah pohon cinta.

kulihat dia tertunduk, air mata meleleh di pipinya. ”kamu sudah siap untuk menikah”? tanyaku padanya. Tak ada suara, kudengar hanya tangis suara dan gelengan kepalanya. ”kalau begitu, berpuasalah dan berdo`alah pada Allah, sesungguhnya laki-laki yang baik-baik untuk perempuan yang baik-baik pula begitu pula sebaliknya”. Suatu saat nanti, jika sudah tiba saatnya, akan datang seseorang yang akan mendampingimu untuk mengarungi perjuangan ini, cinta yang sejati untuk cinta hakiki dalam ridho illahi” kataku sambil mengusap air matanya.

“Someday your prince will come” lirihku.

“And, someday my prince will come too” bisikku dalam hati.

Cerita ini terinspirasi dari sahabatku yang kucintai karena Allah,

Mari kita gapai cinta sejati yang akan menentramkan hati.

[caption id="attachment_74969" align="alignleft" width="300" caption="pohon cinta"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun