Mohon tunggu...
ferra.F
ferra.F Mohon Tunggu... Freelancer - Berbagilah ilmu lewat tulisanmu

Salam hormat dan salam kenal dari belahan dusun nun jauh Kalimantan Timur(Borneo Island)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

(KC) Siria, Ku Ingin Kasih dan Sayangmu!

2 Oktober 2015   22:46 Diperbarui: 2 Oktober 2015   23:11 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="image dokpri"][/caption]

Nomor: 49, 

Percuma..., aku berikan cinta pada tanah itu. Tanah itu tak juga peduli padaku. Tanah itu mengambil semua orang yang kusayangi. Tanah itu merampas segala harapan dan cita-citaku. Tanah itu berhasil mengiris hatiku dengan sembilu sambil tersenyum sinis. Lalu, dia berkata itulah pengorbanan atas nama cinta, Rohit.
“Aku benciiiiiiiiiiiiiiiiiiii..., dengan kata-kata itu! Perang demi cinta padamu! Aku muak mendengarnya!” teriak Rohit memecahkan kesunyian malam itu.
“Kalau kau membencinya, Rohit! Aku seratus kali lipat lebih membenci kata-kata itu.  Akulah yang pertama menyaksikan jeritan orang-orang yang terluka, tertindas, teraniaya bahkan terkapar tak berdaya di tanah itu.” Celetuk Siria pada Rohit yang tengah membungkuk di sudut tembok.
Rohit pun tertunduk..., sementara matanya terus meratapi kepergian orang terkasihnya dari balik album yang tergenggam di tangannya. Ya..., album tua pelipur lara itulah yang membuatnya tetap tegar.
“Maafkan aku, Siria! Aku telah membangunkan tidurmu!” ucap Rohit dengan nada perlahan.
“Sudahlah..., Rohit!” jawab Siria sambil menepuk bahu Rohit.
“Apa yang kau alami ini, juga pernah kualami! Begitu banyak kepedihan yang kusaksikan hingga air mataku kering. Tapi yakinlah Rohit masih banyak kebahagiaan yang harus kita raih di luar sana. Seandainya peluang kebahagiaan itu tak ada di sini. Maka kita harus merelakan tanah tercinta ini, lenyap untuk selamanya.” Ucap Siria meyakinkan Rohit.
“Dunia mana yang kau maksud! Aku hanya mengenal tanah ini!” jawab Rohit.
“Mari kita keluar dari daerah yang tak lagi memberikan kita masa depan ini!” seru Siria sambil menunjukkan peta dunia kepada Rohit.
“Lukisan apa itu, Siria?” tanya Rohit penasaran.
“Ini adalah peta dunia, Rohit.” Jawab Siria sembari menjelaskan satu demi satu negara yang ada di dalam peta itu.
“Bagaimana kau mengetahui semua itu, Siria?” tanya Rohit.
“Waktu aku seumuran kamu bahkan kini..., aku gemar membaca buku, Rohit. Nah, lewat buku-buku itulah! Aku mengenal tentang segala sesuatu di dunia ini.” Jawab Siria.
“Lalu, kita harus pergi kemana, Siria..., agar aku bisa mengejar cita-cita dan harapanku!” tanya Rohit.
“Esok pagi, kita harus pergi dari sini menuju ke sebuah tempat yang tentram! Dimana tak ada lagi detuman roket dan tangisan duka. Kita akan pergi ke rumah Mutti Merkel, Rohit!” ajak Siria.
“ Siapa orang itu dan dimana rumahnya, Siria?” tanya Rohit penasaran.
“ Mutti Merkel adalah sahabat penaku yang berdiam di negeri empat musim. Sepekan yang lalu, ia mengirimiku sebuah surat yang isinya mengajakku untuk tinggal di negerinya, Rohit!” jelasnya Siria.
 “Lalu, bagaimana kita bisa kesana!” seru Rohit.
“Untuk sampai kesana sangatlah rumit..., kita butuh banyak pengorbanan! Baik itu waktu, uang, tenaga bahkan nyawa sekalipun, Rohit!” papar Siria.
“Tapi aku tak mau lagi berkorban atas nama cinta! Aku tak ingin kehilangan orang tersayangku lagi, Siria!” sanggah Rohit.
“Tidak, Rohit! Kali ini..., berkorbanlah atas nama kasih dan sayang meski harus berjalan kaki ribuan kilometer dan berjibaku dengan ganasnya ombak lautan!” tutur Siria.
Mendengar ucapan itu..., mata Rohit berkaca-kaca. Ingin rasanya ia menjerit sekeras-kerasnya untuk membunuh rasa sedih, kesal dan kecewanya pada tanah kelahirannya itu.
“Tapi, Siria! Sebelum kita beranjak pergi dari sini! Ijinkan aku yang sebatang kara ini mencintai dan menyayangimu seperti ibu kandungku sendiri!” mohon Rohit dengan mata yang berlinang pada peremuan separuh baya itu.  
Spontan..., Siria langsung memeluk anak lelaki yang berumur 12 tahun itu dengan erat.

NB: untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun dan silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun