Kampungku selalu memberikan kemudahan bagi penduduknya dalam berbagai hal. Dalam urusan transportasi misalnya; dimanapun dan kapanpun, kita bisa naik angkot, bus atau tranportasi publik lainnya. Tinggal melambaikan tangan, dan angkot pun berhenti tepat di depan hidung kita. Tarif pun tidak selalu pasti, kadang cukup memberikan segenggam recehan atau uang kertas kumal lalu melenggang pergi, berharap pak sopir tidak sempat menghitung jumlah ongkos yang mungkin kurang seratus dua ratus perak. [caption id="attachment_127476" align="alignright" width="300" caption="seoul metro subway map"][/caption] Tidak seperti di kampung tetangga, saya harus berjalan puluhan langkah dan naik turun tangga untuk mencapai tempat pemberhentian bis atau stasiun kereta bawah tanah. Belum lagi harus mempelajari peta perjalanan jalur bis dan kereta yang ruwetnya minta ampun. Ongkos pun selalu harus dibayar sesuai tarif karena mesin dan uang plastik yang berkomunikasi. Di kampungku, jika kita makan di warung atau restoran, kita pun diperlakukan seperti raja. Pelayan yang ramah akan menyajikan makanan ke meja kita, setelah selesai makan, kita tinggal membayar dan melenggang keluar restoran, meninggalkan segala sisa makanan dan alat makan berserakan di atas meja. Tamu adalah raja, tentunya harus dilayani dengan sempurna. Di kampung tetangga, jika kita masuk tempat makan, kita pun harus bertanggung jawab atas kebersihan meja makan yg kita gunakan. Seusai makan, kita harus direpotkan dengan membuang sampah cairan ke tempat yang benar, lalu membuang sampah padat di tempat lain, belum lagi masih harus memilah-milah sampah gelas kertas, botol kaleng dan plastik dan lain lain. Merepotkan sekali....sudah bayar koq masih disuruh beres-beres. Di kampungku lapangan kerja banyak tersedia. Satu warung kecil saja mungkin bisa menyerap 5-6 tenaga kerja. Ada tukang masak, tukang cuci piring, pelayan yang menerima order dan mengantar makanan serta membersihkan meja. Belum lagi ditambah pelayan yang menyambut kita di pintu depan. Bayangkan betapa banyak tenaga kerja yang dibutuhkan. Di kampung tetangga satu orang harus bisa multi tasking, pernah kulihat satu restoran yang tidak terlalu besar hanya mempekerjakan seorang juru masak dan seorang “multi-waiter” dari mulai menerima pesanan sampai mengantar makanan dan menerima bayaran. Untungnya tugas mengangkat piring kotor sudah dibagi dengan para pelanggan, sehingga dia tinggal membersihkannya saja. Di kampungku, tempat sampah luas dan ada dimana-mana. Tidak harus melihat kesekeliling dan mencari tempat sampah untuk membuang sesuatu. Just drop it anywhere you want. Bahkan ketika ada di dalam mobil, tinggal buka kaca jendela dan buang lah sampah dimana saja. [caption id="attachment_127479" align="alignleft" width="300" caption="Private collection"][/caption] Di kampung tetangga, bukan hanya harus buang sampah pada tempatnya namun lagi-lagi kita harus direpotkan dengan membuang sampah yang benar di tempat yang benar. Plastik? Cair? Padat? Kaleng? Huh...buang sampah saja koq harus mikir.... Kampungku memang sangat mengerti karakter penduduknya yang selalu ingin dimanjakan.... Ohhh how I love my country....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H