Mohon tunggu...
F.D. Anggaraeni
F.D. Anggaraeni Mohon Tunggu... Dosen F. Psikologi USU -

Pendidik yang selalu merasa perlu belajar, belajar dan belajar terus.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sisi Positif Generasi Milenial

31 Desember 2018   08:44 Diperbarui: 31 Desember 2018   09:21 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : hotelio.press

Di antara kita, apakah masih ada yang tidak pernah mendengar aplikasi traveloka, tokopedia, go-jek? Atau malah ketiganya sudah ada dalam genggaman dan menjadi bagian dalam mengisi kehidupan kita dan keluarga? Ya, genggaman. Sebab aplikasi tersebut sudah tersemat pada gawai yang selalu kita bawa ke mana saja. Bahkan penggunaan pada aplikasi tertentu cenderung intensif yang setiap hari pasti sangat bermanfaat dalam menghantarkan kita menjalani serta mengisi waktu.

Mungkin kita bisa melakukan survei ringan untuk membuktikan, sebutlah jika tiga aplikasi tersebut tidak pernah ada. Ayo bayangkan di antara hujan deras dan kita membutuhkan kendaraan untuk ke kantor atau tidak ada persediaan makanan saat ada tamu datang, bagaimanakah mendapatkan solusinya? Lalu, ketika kita mendadak mendapat kabar duka dari keluarga yang berada di luar kota, bagaimanakah supaya segera mendapat jalan keluar dapat berkunjung ke kota tersebut? 

Setujukah jika kita nyatakan bahwa, ekstrimnya sekarang semua dapat diselesaikan hanya dari atas tempat tidur.

Melihat catatan siapakah pendiri G0-Jek (Nadiem Makarim, 34thn) , Tokopedia (William Tanuwijaya, 37 thn) dan Traveloka (Ferry Unardi, 30 thn) serta sejumlah start up yang kini  semua dalam genggaman, mereka adalah generasi yang lahir diantara tahun 1977 sd 1995 (Rahmwati, 2018) yang sebutan kata lainnya dikenal dengan generasi milenial. 

Generasi milenial adalah sebutan lain dari generasi Y. Sumber lain menyebut bahwa mereka adalah yang lahir di awal 1981 hingga tahun 2002 (Goldman & Schmalz, 2006 dalam Holyoke & Larson, 2009). Perbedaan rentang ini, tak perlu kita permasalahkan. Hanya saja jika kita merujuk dua sumber di atas, mereka yang termasuk generasi milenial saat ini memiliki usia kisaran 16 sd 41  tahun.

 Ada apa dengan generasi milenial?

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Yogrt pada tahun 2017 kemudian hasil studinya yang berbasis media sosial terhadap generasi milenial menunjukkan bahwa mereka lebih mengutamakan untuk menjunjung nilai kebersamaan. Studi Yogrt 2017 memetakan karakteristik psikografis generasi milenial berdasarkan rumusan 10 nilai motivasi yang diuraikan oleh Schwartz. Sepuluh nilai tersebut adalah  antara lain kekeluargaan/kebersamaan, kesejahteraan, kemandirian, stabilitas, tradisi, keseragaman, hedonisme, stimulasi, pencapaian/prestasi diri dan kekuasaan.

Sumber : yogrt
Sumber : yogrt
Nilai kebersamaan / kekeluargaan yang dapat kita cermati dari infografis di atas, bahwa topik yang dominan diminati adalah chatting, media sosial, musik, film, dan agama. 

Secara bebas, kita dapat menganalisis bahwa kepekaan generasi milenial akan kebersamaa/kekeluargaan terwujud setidaknya melalui aplikasi yang disebut di atas. Bukankah sarana transportasi (cikal bakal Go-Jek) menjadi salah satu jembatan yang memudahkan orang bersilaturahmi. 

Memudahkan orang berkunjung (Go-Jek dan Traveloka), menghadirkan makanan (Go-Jek) untuk disantap bersama diantara keterbatasan waktu. Meningkatkan pendapatan pengusaha-pengusaha kecil dan menengah / rumahan serta terbangunnya sistem ekonomi yang lintas ruang (Tokopedia). Dinamika serta situasi yang terwujud untuk menghadirkan kebersamaan. Bukan persaingan tunggal.  Pilihan media komunikasi (chatting) dan media sosial sesungguhnya ruang yang terberi seiring revolusi industri. 

Jika kita berselancar (searching) di dunia maya, pembahasan tentang generasi milenial digambarkan seakan tak lepas dari cela. Masih merujuk pada hasil Studi Yogrt 2017 di atas, bahwa generasi ini terkesan jauh dari buku/literatur, minim nasionalisme, cenderung menabrak tata krama, mengabaikan kaidah bahasa Indonesia, dan lainnya. Mungkin saja fenomena-fenomena tersebut dapat dibuktikan dengan data empirik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun