Mohon tunggu...
F. Chaerunisa
F. Chaerunisa Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Akun ini sudah tidak aktif.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Sudah Tepatkah #NoStrawMovement bersama Stainless Straw?

3 Maret 2019   16:30 Diperbarui: 14 Juni 2019   11:55 8597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stainless straw, inovasi baru buat menggantikan sedotan plastik sekali pakai.| Sumber: Shutterstock

Dengan asumsi tersebut, didapatkanlah data bahwa energi yang disimpan masing-masing jenis sedotan tetap diduduki oleh sedotan stainless di urutan pertama dengan jumlah energi 8,466 MJ. Urutan kedua ditempati oleh sedotan plastik (3,968 MJ), dan disusul oleh sedotan kaca (3,869 MJ), sedotan bambu (2,64 MJ), dan terakhir sedotan kertas (2,197 MJ). 

Adapun untuk urutan emisi karbondioksida paling tinggi juga diduduki oleh sedotan jenis stainless (760,095 gCO2), disusul sedotan jenis kaca (228,130 gCO2), sedotan plastik (211,7 gCO2), sedotan kertas (201,48 gCO2), dan yang paling sedikit mengeluarkan emisi karbondioksida adalah sedotan bambu (136,045 gCO2)

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sedotan stainless bukanlah solusi yang tepat untuk menggantikan sedotan plastik dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan oleh besarnya energi dalam proses pembuatannya, juga besarnya emisi CO2 yang dihasilkannya. Sedotan stainless memiliki selisih yang sangat jauh pada kedua aspek tersebut jika dibandingkan dengan sedotan jenis lainnya.

Dalam pandangan saya pribadi, jika didasari oleh riset HSU tersebut, maka solusi yang paling efektif untuk mengurangi sampah sedotan plastik adalah dengan menggunakan sedotan kertas atau sama sekali tidak menggunakan sedotan. 

Sedotan kertas dapat dipertimbangkan karena meskipun emisi karbondioksida yang dihasilkannya lebih banyak ketimbang sedotan bambu (sekitar 65,435 gCO2), namun ia menyimpan energi paling sedikit di antara keempat jenis sedotan lainnya (selisih dengan bambu sebanyak 0.443 MJ atau sekitar 443 kJ). Selain itu, sedotan kertas lebih mudah terurai ketimbang sedotan plastik sehingga berpotensi mengurangi polusi di laut.

Meski begitu, tetap saja sedotan kertas menyimpan energi dan menghasilkan emisi karbondioksida yang cukup besar dalam jumlah banyak. Penggunaannya juga akan tetap menghasilkan sampah, meskipun pengaruhnya untuk ekosistem laut tidak sebesar sedotan plastik.

Pilihan untuk sama sekali tidak menggunakan sedotan dalam kehidupan sehari-hari dapat sangat membantu melestarikan bumi ini. Lagipula, bukan sebuah masalah yang besar, bukan, untuk menenggak minuman langsung dari gelasnya? So, cheers!

Referensi:
Gibbens, Sarah. 2019. A Brief History of How Plastic Straws Took Over the World. Diakses 3 Maret 2019.
Tolbert, Megan dan Katie Koscielak. 2018. HSU Straw Analysis. Diakses 2 Maret 2019.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun