Mohon tunggu...
Faris Bill
Faris Bill Mohon Tunggu... -

warrior fights with their swords, soldier fights with their guns, Blogger fights with their words (Faris Bill)\r\n\r\n\r\nanyway visit my other blog at: lafalofe.blogspot.com (the content is about Computer and written in Indonesia Language) :D

Selanjutnya

Tutup

Politik

Antara Demokrasi dan Pencitraan

12 Februari 2011   08:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:40 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin bukan kompetensi saya, jika harus mengomentari apalagi mengkritik "gaya" dari pemerintahan kita saat ini.Karena saat ini saya bukanlah Pengamat Politik atau Politikus apalagi akademisi dibidang Politik.Saya hanyalah orang awam yang masih ada rasa peduli terhadap negara yang saya cintai ini. Namun Melihat eskalasi Percaturan Politik dan hukum di negara kita, saya cenderung khawatir jika apa yang dikatakan oleh aktivis negri ini, bahwa negara ini menuju negara gagal adalah benar. Karena jika kita melakukan tracking terhadap berita-berita nasional yang hadir di media massa, bisa dipastikan ada saja berita seputar anarkisme berlatar agama, Mafia kasus, mafia hukum, pengemplang pajak, rekayasa kasus, pengusiran pimpinan lembaga negara oleh anggota DPR (yang katanya sudah belajar kode etik ke yunani itu), serta Politisasi di segala lini, termasuk politisasi Agama dan Hukum. Berita-berita nasional tersebut mengindikasikan jika Kondisi Bangsa Indonesia sudah sedemikian Kronisnya, namun yang membuat saya heran adalah mengapa ya kok Pemerintah cenderung terkesan (sekali lagi terkesan) lambat dan membiarkan? sekalinya ada aksi, itupun hanya tanggapan keprihatinan dan janji-janji untuk menyelesaikan. Menurut beberapa kalangan, kelambatan pemerintah itu disebabkan pemerintah kita cenderung memperhatikan dan sangat mengagungkan pencitraan atau biasa di sebut politik pencitraan.Jadi menurut asumsi saya(mohon dimaafkan jika keliru) bisa saja pemerintah membuat sebuah survey dulu tentang dampak terhadap popularitas pemerintah jika sebuah keputusan dikeluarkan , setelah hasil survey itu keluar, baru pemerintah mengeluarkan sebuah keputusan.Padahal sudah jelas-jelas bangsa indonesia dalam situasi yang kronis yang butuh penanganan cepat dan cerdas. Nah, menarik untuk disimak keterkaitan antara politik pencitraan dengan Demokrasi yang kian tumbuh di negara ini.Jika mempelajari lebih dalam sikap Pencitraan pemerintah, tentu hal ini juga terkait dengan adaptasi pemerintah terhadap sistem demokrasi di negara ini, atau dalam bahasa lain sistem demokrasi cenderung mengakomodir Politik pencitraan, hal ini disebabkan, dalam demokrasi ada paradigma siapa yang banyak dia yang menang.Lantas untuk mendapatkan yang banyak tersebut, kita harus bisa mencitrakan diri sebaik mungkin agar bisa diterima dan mempesona dari yang banyak tersebut. Pertanyaan lainnya kini muncul, apa benar demokrasi itu hanya sebatas kuantitas? jawabannya tentu tidak, karena dari yang saya baca dari tulisan jefrie geovanie (anggota komisi 1 DPR) pada sebuah harian nasional, beliau membagi demokrasi menjadi dua, yaitu Demokrasi Prosedural dan Demokrasi Subtansial. Nah Demokrasi Prosedural inilah yang menjadi pengakomodir terbesar Politik pencitraan karena dalam demokrasi prosedural ada unsur "siapa banyak dia yang menang", sementara Demokrasi subtansial lebih kearah keadilan kebangsaan yang visioner. Kini Pilihan untuk menentukan Nasib bangsa yang kian kronis ini ada di pemerintah dan pada pundak kita juga, apakah kita akan terus menerus terjebak kepada estetika prosedural dalam artian indah dipandang namun semu saat dirasakan atau estetika subtansial yang kurang mempesona secara parsial namun memiliki manfaat yang universal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun