Fbhis.umsida.ac.id - Kemajuan teknologi telah membawa perubahan besar dalam gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat, terutama di kalangan Gen Z. Salah satu inovasi yang semakin populer adalah layanan paylater, yang memungkinkan pengguna untuk membeli barang atau jasa sekarang dan membayar nanti. Namun, di balik kenyamanan ini, terdapat potensi risiko yang signifikan terhadap kesejahteraan ekonomi individu dan masyarakat. Dalam konteks gaya konsumsi Gen Z yang cenderung impulsif, ditambah dengan data meningkatnya pinjaman daring (pinjol), menolak penggunaan paylater dapat menjadi langkah bijak untuk menjaga stabilitas finansial.
Konsumerisme Gen Z dan Tren Paylater
Gen Z, yang tumbuh dalam era digital, sering kali terpapar dengan budaya konsumerisme melalui media sosial. Promosi barang-barang mewah, tren lifestyle, dan gaya hidup serba cepat sering kali menjadi daya tarik yang sulit ditolak. Dalam kondisi ini, paylater muncul sebagai solusi instan untuk memenuhi keinginan tanpa harus langsung membayar.
Sayangnya, pola konsumsi impulsif ini sering kali tidak disertai dengan perencanaan keuangan yang matang. Banyak dari Gen Z yang menggunakan layanan paylater untuk memenuhi kebutuhan sekunder atau bahkan tersier, seperti membeli barang fashion, gadget terbaru, atau memesan makanan dari aplikasi digital. Kemudahan ini akhirnya dapat memicu pengeluaran berlebih, yang tanpa disadari menciptakan beban utang yang semakin menumpuk.
Data Pinjaman Daring dan Dampaknya
Layanan paylater sering kali dikaitkan dengan platform pinjaman daring atau pinjol, yang dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan tren peningkatan di Indonesia. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2023 mencatat bahwa total penyaluran pinjaman dari platform digital mencapai lebih dari Rp200 triliun, dengan sebagian besar pengguna berasal dari kelompok usia muda, termasuk Gen Z.
Namun, fenomena ini juga diiringi dengan masalah gagal bayar yang semakin meningkat. Banyak pengguna yang tidak memahami konsekuensi bunga tinggi dari pinjaman daring, termasuk paylater, sehingga akhirnya terjebak dalam siklus utang. Kondisi ini diperburuk oleh praktik intimidasi dari beberapa platform pinjol ilegal, yang menambah tekanan psikologis bagi para peminjam.
Menolak Paylater: Mengutamakan Kesejahteraan Ekonomi