Mohon tunggu...
Febby Diah
Febby Diah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pemanasan Global: Troposfer Semakin Memanas?

26 November 2015   01:24 Diperbarui: 26 November 2015   01:24 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bumi telah ada selama beribu-ribu tahun di alam semesta ini. Semakin menua dan menua dan ada kalanya akan rusak. Contohnya saja, fenomena global warming atau pemanasan global yang menjadi isu hangat manusia di bumi. Fenomena ini memiliki berbagai sebab, entah karena pengaruh alam atau pengaruh tangan tangan usil manusia.

Apa itu global warming atau pemanasan global? Jadi, pemanasan global adalah suatu proses menigkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Dalam laporan yang dikeluarkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyatakan  bahwa suhu udara global semakin meningkat 0,6  °C sejak 1861. Selain itu, IPCC memperkirakan suhu permukaan global akan meningkat 1,1  °C  hingga 6,4  °C antara tahun 1999 dan 2100. Pemanasan ini diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun. Walaupun, sudah ada perkiraan dengan angka yang dinyatakan oleh IPCC, ilmuan masih meragukan mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan itu terjadi serta perubahan yang terjadi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini, masalah pemanasan global menjadi perdebatan politik ddan publik di dunia mengenai apa, jika ada, dan tindakan yang diambil untuk mengurangi pemanasan global berkelanjutan.

Seperti yang kita ketahui, banyak sekali penyebab pemanasan global yang terjadi. Namun menurut IPCC, pemicu utama pemanasan global adalah efek dari rumah kaca yang ada di bumi. Sebagian besar energi matahari berbentukk radiasi gelombang pendek termasuk cahaya yang tampak. Ketika energi matahari ini masuk ke bumi, energi ini akan merubah wujudnya menjadi energi panas yang berfungsi untuk menghangatkan bumi. Sebagian energi ini akan diserap dan sisanya akan dipantulkan kembali ke angkasa dengan wujud radiasi infra merah gelombang panjang. Namun, sisa panas ini terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca yang terdiri dari uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan metana. Gas ini mengumpul dan menyebabkan panas tersebut selalu tersimpan di permukaan bumi. Kejaadian ini terus terjadi dan menyebabkan suhu rata-rata selalu meningkat. Sebenarnya, efek rumah kaca dibutuhkan olehh bumi, sebab jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C , sehingga es akan menutupi seluruh permukaan bumi. Akan tetapi, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh efek dari rumah kaca, polusi udara yang kian menyeruak pun menjadi penyebab dari pemanasan global. Didampingi oleh habisnya lahan hutan yang dijadikan pemukiman atau perusahaan, menyebabkan tidak stabilnya gas-gas yang ada di atmosfer bumi.

Semua kejadian yang ada pasti menunjukkan dampak yang terjadi. Seperti halnya, ada sebab ada akibat. Para ilmuwan kini telah memperkirakan dampak dari pemanasan global terhadap cuaca, iklim, tinggi air laut, pantai, pertanian, kehidupan makhluk hidup, serta kesehatan manusia. 

Dampak yang akan terlihat sangat nyata yaitu melelehnya es-es yag ada di kutub utara yang menyebabkan air semakin meningkat. Selain itu, daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin, apakah kelembapan ini akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi karena rumah kaca juga menghasilkan uap air yang dipantulkan ke angkasa. Namun, uap air yang menghasilkan awan juga cenderung lebih banyak dan akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, dimana hal ini menurunkan proses pemanasan. Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat dann membuat volume air membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Penghangatan permukaan lautan tentu menjadi salah satu penyebab mencairnya es-es yang ada di kutub. Laporan IPCC menyatakan bahwa selama abad ke-20, tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10-25 cm dan diprediksi akan meningkat lagi sebanyak 9-88 cm di abad ke-21. Perubahan tinggi permukaan laut sangat mempengaruhi kehidupan daerah pantai karena bisa menenggelamkannya dan fenomena ini juga akan berpengaruh pada ekosistem yang ada di pantai. Selain air, suhu yang semakin meningkat pun tidak akan menguntungkan beberapa daerah untuk memproduksi pangan, seperti Kanada yang membutuhkan curah hujan yang lebih tinggi dan lamanya masa tanam untuk menghasilkan keuntungan yang lebih dari sumber pangan yang ditanam. Dampak dari pemanasan global tidak hanya ada pada alam, namun juga pada makhluk hidup yang tiggal di dalamnya. Seperti matinya tumbuhan karena suhu yang terlalu panas dan keadaan yang sangat kering. Beberapa hewan juga pasti akan bermigrasi ke daerah utara atau selatan untuk mendapatkan suhu yang tidak terlalu panas namun, ada beberapa spesies tidak bisa berpindah dengan cepat dan mungkin akan musnah. Tak hanya tumbuhan dan hewan, manusia yang bisa terbilang sebagai penyebab dari pemanasan global pun merasakan dampaknya; munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas atau heat stroke, trauma atau luka dari bencana alam yang disebakan oleh pemanasan global, kematian; gagal panel yang menyababkan kelaparan dan malnutrisi. Pergeseran ekosistem yang ada juga mempengaruhi manusia seperti, meningkatnya jumlah air yang membuat nyamuk cepat berkembang biak dan maraknya penyakit DPD ataupun seringnya kebakaran hutan karena suhu yang terlalu panas dan menyebakan manusia terserang ISPA ketika kemarau. 

Walaupun beberapa ilmuwan telah menyetujui sebab dan akibat yang diprediksi oleh mereka sendiri, nyatanya ada beberapa pertanyaan yang kini masih belum terjawab oleh para ilmuwan. Pertama, pemanasan cenderung berhenti selama tiga dekade pada pertengahan abad ke-20; bahkan ada masa pendinginan sebelum naik kembali pada tahun 1970-an. Kedua, jumlah total pemanasan selama abad ke-20 hanya separuh dari yang diprediksi oleh model. Ketiga, troposfer, lapisan atmosfer terendah tidak memanas secepat prediksi model. Pertanyaan ketiga masih membingungkan. Pasalnya,  satelit mendeteksi lebih sedikit pemanasan di troposfer dibandingkan prediksi model. Menurut beberapa kritikus, pembacaan atmosfer tersebut benar, sedangkan pengukuran atmosfer dari permukaan Bumi tidak dapat dipercaya, dan juga fenomena pemanasan global memang akan terjadi dan diakui oleh National Academy of Science, namun pengukuran satelit terhadap troposfer yang jauh lebih rendah daripada pengukuran di bumi masih belum bisa dijelaskan secara jelas.

 

Source :

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Efek_rumah_kaca

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun