Sebagai abdi negara, PNS dituntut untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada negara melalui instansi mereka bekerja. Namun, tidak dapat dipungkiri juga bahwa dengan kebutuhan hidup yang semakin banyak, seringkali gaji dan tunjangan seorang PNS dapat tidak mencukupi kebutuhan mereka. Terutama untuk PNS yang mempunyai jabatan rendah dan tidak memegang jabatan fungsional yang strategis.Â
Salah satu solusi yang sering diambil dalam masalah tersebut adalah melakukan usaha kecil-kecilan sebagai sampingan. Pertanyaannya, apakah hal tersebut dapat dilakukan? dan apakah terdapat suatu syarat tertentu untuk PNS yang ingin mempunyai usaha sampingan.
Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) Â tidak mengatur secara tegas ada tidaknya larangan bagi PNS untuk mempunyai bisnis sampingan atau berwirausaha. Padahal, dalam peraturan disiplin PNS yang berlaku sebelumnya yaitu Pasal 3 PP No. 30 tahun 1980 secara eksplisit diatur bahwa PNS dilarang melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi, maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta bagi yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas atau yang memangku jabatan eselon.Â
Sementara itu, PNS golongan ruang III/d ke bawah, serta istri dari PNS wajib mendapat izin tertulis dari atasannya apabila memiliki kegiatan usaha. Atasannya tersebut dapat menolak permintaan izin atau persetujuan yang dimaksud apabila pemberian izin atau persetujuan itu akan mengakibatkan ketidaklancaran pelaksanaan tugas dari yang bersangkutan atau dapat merusak nama baik instansinya.
Walaupun berdasarkan peraturan yang berlaku saat ini tidak ada larangan bagi PNS untuk mempunyai usaha sampingan, menurut Pakar Hukum Administrasi Negara Harsanto Nursadi, tetap ada etika yang harus ditaati. Menurut Harsanto, PNS tidak hanya terikat oleh ketentuan perundang-undangan, tetapi juga oleh azas-azas umum pemerintahan yang baik.
Pertama, PNS yang ingin membuka usaha sampingan harus tetap meminta izin kepada atasannya. Hal ini untuk membuktikan komitmennya bahwa meskipun memiliki usaha sampingan, pekerjaannya sebagai PNS tidak akan terbengkalai. Selain itu, atasannya juga bisa menilai apakah usaha yang dijalani menyalahi aturan dan etika atau tidak.
 Kedua, konflik kepentingan mungkin timbul bagi PNS yang memiliki usaha sampingan tertentu. Oleh karena itu, sepatutnya usaha sampingan yang dijalankan PNS terkait bukan pada bidang yang terkait dengan ruang lingkup pekerjaannya sebagai PNS.
Dalam menjalankan usaha sampingan, etika lain yang juga harus dipegang teguh adalah usaha yang dijalankan harus sesuai dengan prinsip kepatutan. Contohnya, jangan sampai usaha sampingan PNS tersebut malah membuat pekerjaan utamanya terlantar. Seharusnya usaha tersebut dilakukan di luar jam kerja atau setelah pekerjaannya selesai.
Misalnya, seorang PNS bisa saja memiliki toko online dan tetap hadir secara fisik di kantornya. Tetapi, tidak patut jika sepanjang jam kerja si PNS justru sibuk menjawab pertanyaan dan orderan pelanggannya di laptop atau HP hingga pekerjaannya tidak selesai.
Contoh lain yang diberikan oleh Harsanto adalah seorang PNS yang memiliki usaha secara fisik. Tetapi, orang yang bersangkutan tidak secara langsung mengurus usaha itu. Justru, menurut Harsanto, yang demikian bisa dilihat sesuai dengan prinsip kepatutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H