Mohon tunggu...
Fazrin Fadhillah
Fazrin Fadhillah Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Manusia Pandir

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Indonesia Terpolarisasi?

8 April 2019   05:56 Diperbarui: 8 April 2019   07:24 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamis, 20 September 2018 KPU menetapkan Pak Prabowo dan Pak Jokowi sebagai calon presiden republik ini, begitupun dengan Pak Sandiaga dan Kyai Ma'ruf amin sebagai cawapres. hari itu mungkin bukan awal dari segala yang terjadi di hari ini, sebelumnya telah banyak drama yang mendekorasi kehidupan sosial di negeri ini, mulai dari perebutan kursi di jakarta hingga ijtima ulama.

7 bulan lamanya setelah ditetapkan capres dan cawapres serta telah dilaksanakannya 4 kali debat capres dan cawapres tentu saja masing-masing kubu sudah mempunyai kalkulasi mengenai pemenangan. semakin mendekatnya tanggal 17 april tiap kubu menjaga lumbung suara dan juga menyerang basis lawan agar saat pencoblosan yang luberjurdil nanti harapnya paslon yang didukung menang.


Menurut LIPI, sekitar 35% sampai 40% pemilih pilpres 2019 adalah milenial atau jumlahnya sekitar 80 juta dari 185 juta, tapi pemilih rasional yang menjadikan visi misi sebagai prefensi untuk memilih hanta sekitar 20%. Artinya jangankan orang tua, anak muda saja memilih banyak yang bukan karena rasional. Jadi bohong apabila ada slogan "yang cerdas pilih prabowo" atau "yang cerdas pilih jokowi".

Pilpres hanya tentang perebutan kekuasaan saja, banyak orang memilih karena otaknya digerakan oleh para elite politik, itu merupakan hal yang wajar, karena bagaimanapun pikiran kelompok sangat besar mempengaruhi individu tanpa harus izin pada logika.

Tidak masalah jika elit-elit politik menggerakan otak masyarakat dengan hal positif. Namun lihatlah sekarang, suami istri ribut karena pilpres, makam orang yang meninggal dipindahkan karena  perbedaan pilihan, hingga ribut di jalanan saat kampanye. Mudah sekali para elite politik menyetir, lidah tak bertulang katanya berbahaya tapi kini jari yang bertulang lebih  berbahaya.

Inikah pesta demokrasi? apa benar pesta itu harus menyebabkan perpecahan? bagaimana sikap paslon setelah pilpres nanti? apakah kedua pihak akan menerima menang atau kalah? saya yakin pak prabowo dan pak jokowi berjiwa ksatria, tapi bagaimana dengan pendukungnya yang mudah digerakan hanya dengan jari? 

Unisoviet pecah karena konflik politik begitupun yugoslavia yang mengalami disintegrasi.apakah rakyat indonesia rela terpolarisasi mengalami disintegritas? lalu bagaimana dengan kekayaan alam, budaya, bahasa, suku, serta agama yang ada di indonesia, apakah hanya akan menjadi cerita nenek moyang belaka?.

Pilpres hanya soal perebutan kekuasaan tidak sebanding dengan harga persatuan dan kesatuan rakyat indonesia. Saat ada pilihan, perbedaan merupakan hal yang lumrah, ada sebuah pesan dari orang tua yang perlu dihayati adalah ketika kamu benar bukan berarti orang lain salah, begitupun ketika orang lain salah bukan berarti kamu benar.

Ayo memilih untuk persatuan!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun