Mohon tunggu...
Fazri Fadillah
Fazri Fadillah Mohon Tunggu... Freelancer - mahasiswa

halo saya seorang mahasiswa program studi sistem informasi di perguruan tinggi universitas pamulang.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Persatuan indonesia di mata generasi milenial: opini pribadi

30 Desember 2024   17:46 Diperbarui: 30 Desember 2024   17:46 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sila ketiga Pancasila, Persatuan Indonesia, menjadi pijakan utama dalam menjaga keutuhan bangsa. Namun, di era globalisasi dan teknologi, generasi milenial menghadapi tantangan serius seperti polarisasi, individualisme, dan pergeseran identitas. Artikel ini merefleksikan bagaimana generasi milenial dapat menjadi motor penggerak persatuan melalui pendidikan, inovasi sosial, dan pemanfaatan teknologi. Namun, era digital membawa tantangan baru berupa informasi yang memecah belah dan dominasi budaya asing. Generasi milenial, yang hidup di era teknologi, memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga persatuan sambil tetap relevan dengan perubahan zaman.

beberapa tantangan generasi milenial dalam mengimplementasikan "persatuan indonesia" dalem era sekarang :

  1. Fragmentasi Identitas Akibat Globalisasi

    Paparan budaya global sering kali menyebabkan generasi milenial kehilangan akar budaya lokal. Dalam konteks ini, menjaga identitas nasional tanpa menjadi eksklusif menjadi tantangan berat. Ada kebutuhan untuk menyelaraskan identitas kebangsaan dengan adaptasi terhadap nilai-nilai global.

  2. Diskriminasi dan Intoleransi

    Masih adanya kasus diskriminasi dan intoleransi menghambat semangat persatuan. Generasi milenial perlu menjadi contoh dalam merangkul keberagaman dan menciptakan harmoni di masyarakat.

  3. Kurangnya Pemahaman terhadap Nilai Pancasila

    Generasi milenial sering kali kurang mendalami nilai-nilai Pancasila, termasuk makna Persatuan Indonesia. Hal ini disebabkan oleh pendekatan pendidikan yang kurang relevan dan menarik. Perlu ada inovasi dalam pendidikan yang menggali nilai kebangsaan dengan cara yang kontekstual.

  4. Minimnya Ruang untuk Dialog Antarbudaya

    Beragamnya suku, agama, dan budaya di Indonesia memerlukan ruang dialog yang memadai untuk menjembatani perbedaan. Sayangnya, ruang-ruang ini cenderung minim, sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya kesalahpahaman. Generasi milenial perlu aktif menciptakan atau terlibat dalam forum inklusif.

  5.  Peran Pemimpin yang Belum Konsisten

    Pemimpin sering kali gagal menjadi teladan dalam menerapkan semangat persatuan. Generasi milenial diharapkan mampu melahirkan pemimpin yang menjunjung tinggi keadilan, toleransi, dan rasa kebangsaan.

Saya sebagai penulis mempunyai opini pribadi dalam mengatasi masalah yang ada dalam era sekarang:

  1. Pemimpin Inklusif dan Berintegritas

    • Memilih dan mendukung pemimpin yang menunjukkan keteladanan dalam mengimplementasikan semangat persatuan.
    • Mengembangkan kepemimpinan generasi muda melalui pelatihan dan mentorship berbasis nilai Pancasila.
  2. Penguatan Identitas Kebangsaan

    • Mengintegrasikan nilai budaya lokal ke dalam kegiatan generasi milenial, seperti festival budaya, seni, dan program edukasi digital.
    • Promosi budaya Indonesia melalui platform global, memanfaatkan teknologi untuk memperkuat identitas nasional di kancah internasional.
  3. Pendidikan Karakter yang Relevan

    • Meningkatkan pendidikan Pancasila dengan metode kreatif seperti game edukasi, film pendek, atau pengalaman belajar berbasis proyek.
    • Memanfaatkan tokoh panutan, baik dari generasi milenial maupun pemimpin nasional, untuk memberikan inspirasi langsung kepada generasi muda.
  4. Menggalakkan Semangat Solidaritas

    • Mendorong gerakan sosial berbasis komunitas, seperti gotong royong digital, kampanye anti-intoleransi, atau bantuan kemanusiaan berbasis crowd funding.
  5. Literasi Digital yang Kuat

    • Meningkatkan kemampuan menyaring informasi melalui program pendidikan literasi digital sejak usia muda.
    • Mengembangkan komunitas online yang mendukung diskusi sehat dan positif.

Kesimpulan

Sebagai milenial, jujur saya merasa kita ini punya banyak tantangan saat mencoba mempraktikkan nilai persatuan dari sila ketiga Pancasila. Mulai dari media sosial yang sering bikin perpecahan sampai gimana kita harus jaga identitas Indonesia di tengah derasnya budaya global. Tapi menurut saya, ini sebenarnya kesempatan besar buat kita.

Kalau kita mau, generasi kita bisa jadi motor utama yang bikin nilai persatuan ini terus relevan. Gimana caranya? Ya mulai dari literasi digital biar nggak gampang termakan hoaks, sampai pakai teknologi buat bikin ruang diskusi yang sehat dan membangun. Nggak cuma itu, pendidikan karakter yang relate sama anak muda juga penting, plus bikin proyek keren yang angkat budaya lokal.

Intinya, saya yakin banget, dengan kreativitas, solidaritas, dan semangat kebangsaan, kita bisa buktikan kalau keberagaman itu kekuatan, bukan kelemahan. Yuk, sama-sama kita jaga persatuan ini, buat Indonesia lebih solid di era modern.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun