Kau mengundangku berdansa ditempat ini. Kau datang dari arah selatan, lalu menarik kerah kemejaku begitu saja dan membuatku terkejut bukan main. Sontak saja aku langsung bertatapan denganmu. Kutatap matamu dari atas dan kau menatap mataku dari bawah. Wajar saja begitu, karena aku lebih tinggi daripada dirimu. Dengan senyum, kau pegang kedua pipiku dengan kehangatan. Dalam hati aku bergumam" oh betapa lembutnya kedua telapak tangan ini. Ingin sekaliku genggam dan tak akan sekalipun aku lepas dan tinggalkan". Aku balas senyum ranummu itu. Belum selesai kubalas, kau sudah menarik wajahku mendekat pada wajahmu. Tentu saja aku terkejut lalu ku pegang juga kedua pipimu yang berlesung itu. Kau dan aku saling membalas senyum. Lalu wajah kau dan aku semakin dekat. Kutempelkan kening dan hidungku pada kening dan hidungmu. Kita bernafas begitu berdekatan. Kau mendengar deru nafasku dan kudengar juga hembusan nafasmu yang halus dan amat tenang. Seolah kita berdua sudah memantapkan diri. Kau berkata lirih dengan suara agak parau"aku benar-benar mencintaimu". Kau melepas pegangan lembutmu dari kedua pipiku, beralih memegang bagian atas pinggangku. Aku paham. Aku sudah mengerti. Tanpa bertanya, kupeluk saja kau dengan begitu erat. Kau menyambut itu dan deras air mata mengalir dari mata indahmu itu. Kau sandarkan kepalamu pada pundakku yang kekar. Lalu kita sama-sama menertawakan hal ini setelahnya. Kemudian kita menikmati malam yang sepi berdua saja. Berbahagia dibawah rembulan yang meredup, dan heningnya malam yang akan meninggalkan jejak kita untuk terus dikenang selamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H