Setinggi-tinggi Ilmu,
Semurni-murni Tauhid,
Sepintar-pintar Siasat.
Begitulah kalimat “sederhana” Sang guru Bangsa, yang menggambarkan suasana perjuangan Indonesia pada masanya, yang memerlukan tiga kemampuan pada seorang pejuang kemerdekaan, yang dari didikannya terlahir tokoh-tokoh besar, pemimpin-pemimpin revolusioner, tokoh-tokoh pergerakan nasional, pemimpin-pemimpin syariat islam, yang dikenang masyarakat bahkan melebihi dikenangnya Sang guru Bangsa yang mendidik mereka. Sosok yang sangat disegani masyarakat Nusantara, pelopor pergerakan Indonesia, ditakuti para penjajah, De Ongekroonde Van Java “ Raja Jawa tanpa Mahkota”.
Hadji Oemar Said (H.O.S.) Tjokroaminoto, begitulah nama lengkap dari Sang guru Bangsa yang sangat inspiratif itu. Siapa sangka dari kos-kosan kecil miliknya terlahir tokoh-tokoh besar seperti Soekarno yang nasionalis, Semaoen, Alimin, dan Muso yang sosialis/komunis, serta Kartosuwiryo yang islamis. Pesan yang diberikan beliau kepada para murid-muridnya ialah "Jika kalian ingin menjadi Pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator". Perkataan ini membius murid-muridnya hingga membuat Soekarno setiap malam berteriak belajar pidato hingga membuat kawannya, Muso, Alimin, Kartosuwiryo, Darsono, dan yang lainnya terbangun dan tertawa menyaksikannya. Sebagai pelopor pergerakan nasional, Tjokroaminoto dikenal dengan kebijakan-kebijakan yang tegas namun bersahaja, terlihat dari sosok Soekarno, murid yang sangat dekat dengannya.
HOS Tjokroaminoto lahir dari keluarga yang begitu dihormati. Anak dari R.M. Tjokroamiseno, salah satu pejabat pemerintah pada saat itu. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro , pernah juga menjadi bupati ponorogo. Namun Tjokro muda pada saat itu tidak terlena dengan nasib garis keturunan yang baik, dihormati dan disegani adalah hal biasa yang ia rasakan. Menolak kemewahan yang ada di depan mata, Tjokro lebih memilih hidup menderita seperti yang banyak dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Berbagai perlawanan terus dilakukannya, seperti salah satu kutipan pidato berikut :
”Tidaklah wajar untuk melihat Indonesia sebagai sapi perahan yang disebabkan hanya karena susu. Tidaklah pada tempatnya untuk menganggap negeri ini sebagai suatu tempat di mana orang-orang datang dengan maksud mengambil hasilnya, dan pada saat ini tidaklah lagi dapat dipertanggungjawabkan bahwa penduduknya adalah penduduk pribumi, tidak mempunyai hak untuk berpartisipasi di dalam masalah-masalah politik, yang menyangkut nasibnya sendiri ... tidak bisa lagi terjadi bahwa seseorang mengeluarkan undang-undang dan peraturan untuk kita, mengatur hidup kita tanpa partisipasi kita.”
Begitu terlihat geramnya Tjokroaminoto kepada penjajah yang begitu rakus, datang ke Indonesia hanya untuk mengambil kekayaan yang sebanyak-banyaknya. Yang seolah-olah ingin mengatakan bahwa kita budak di negeri sendiri, peraturan-peraturan dibuat untuk melemahkan kita masyarakat Indonesia.
Di zaman sekarang ini, Indonesia sangat merindukan lahirnya sosok Tjokroaminoto, sosok yang mempunyai misi jauh ke depan, bukan hanya memikirkan Indonesia satu atau dua tahun ke depan tapi mencoba berpikir bagaimana Indonesia 10-20 tahun ke depan. Oleh karena itu dibutuhkan lahirnya negarawan-negarawan muda Indonesia yang akan mempunyai misi seperti Tjokroaminoto. Misi untuk membawa suatu perubahan yang lebih baik, lebih indah, dan lebih “merdeka”.
Oleh karena itu, dengan penuh semangat mari sama-sama kita bergerak, memperbaiki diri, belajar sebaik-baiknya, agar kelak akan lahir tjokro-tjokro baru Indonesia, negarawan-negarawan muda Indonesia, yang akan membawa Indonesia ke zaman kejayaan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H