Mohon tunggu...
Fazil Abdullah
Fazil Abdullah Mohon Tunggu... Administrasi - Menulislah bila itu cahayamu. (Instagram/fazil.abdullah

Cerpen Perempuan yang Meminta Rokokmu dan Mogok di Hutan mendapat penghargaan dari Kompasiana (2017 dan 2018). _____________________________________________ linktr.ee/fazilabdullah 👈 merupakan pintu masuk menuju dunia karya saya. silakan masuk dan jelajahi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menjadi Tua, Lalu Luka

7 Maret 2017   19:32 Diperbarui: 9 Maret 2017   04:00 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lelaki itu mengelap keringat di tengkuk dan wajah nenek dengan cepat dan bertenaga. Kepala nenek ikut tergerak mengikuti gerakan tangan lelaki itu.

Nduk (Nak), Nenek lelah. Pingin pulang."

“Ngemis aja, lelah! Kumpulin duit dulu. Baru nanti sore pulang!” Lelaki itu menghardiknya sambil melempar handuk ke mukanya. 

Lelaki itu kesal mendengar permintaan nenek. Sudah dilihatnya di kantong kresek, uang hasil mengemis si nenek masih dua puluh ribuan. Ia juga kesal pada orang-orang kenapa tak banyak memberi sedekah pada nenek. Padakesimpulannya, zaman kini orang-orang menjadi pelit, egois. Ya, egois. Maka, ia pun begitu. 

Lelaki itu segera pergi. Tak berlama-lama. Takut diperhatikan orang.

Siang sudah terik. Nenek itu duduk di kursi kayu. Tertunduk wajahnya. Matanya sayu. Handuk di genggamannya, merosot jatuh ke tanah.

“Oh, Gusti. Nasibku elek tenan (buruk sekali). Menjadi tua, tak berdaya, dan tak diperhatikan anak dan cucu. Kini dimanfaatkan. Apa yang bisa kuperbuat, Gusti, selain menerima. Kulo nrimo, Gusti, atas semua apa saja yang diperlakukan orang atasku.” Suaranya begitu lirih. 

Tangannya bergerak lemah mengusap kelopak matanya. Tak ada air mata. Produksi air matanya telah menurun seiring bertambahnya usia. Matanya sering perih, dada juga perih. Kering kini.

Kering hatinya menjalani hari tua. Semua yang diterima kini atasnya tak lagi sejuk. Anak satu-satunya, sudah enam tahun meninggalkannya dan entah di mana. ia dititipkan di panti jompo. 

Di panti itu, ia melihat sesamanya yang tua yang selalu bercerita masa muda yang telah berlalu. Masa lalu adalah ingatan yang melukai. Seperti mimpi tidur. Kini adalah jaga yang mengabarkan yang berlalu adalah mimpi. 

Setiap hari ia harus menghadapi sesesamanya yang beremosi tak lagi terkontrol. Ada yang menangis tiba-tiba. Ada yang berteriak kecewa. Ada yang merepet terus. Lalu sesekali menerima perlakuan perawat tak ramah. Hati dan tubuh tuanya sudah sangat sensitif merasakan ketaknyamanan. Semua yang dilihat, didengar, dan dirasa, sangat mudah mengusiknya. Membawanya dalam dunia kesepian yang kosong. Membangkitkan perasaan-perasaan tersakiti, tak berdaya, tersia-siakan. Menjadi tua adalah luka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun