Mohon tunggu...
Faza Syahidatun Najma
Faza Syahidatun Najma Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

Mahasiswa Islamic Community Development UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kartini dan Kesetaraan Gender

5 Juli 2024   21:13 Diperbarui: 5 Juli 2024   21:32 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest/Nabila Shinta Pratama Harianti

Permasalahan gender sudah ada sejak dahulu kala. Budaya patriarki merupakan salah satu akar penyebab adanya anggapan bahwa perempuan memiliki posisi yang tidak sepadan dengan laki-laki. Kaum laki-laki ada pada posisi utama dan diutamakan, sedangkan perempuan lebih sebagai sosok penyempurna. Perlakuan pembeda ini hampir di semua bidang kehidupan, baik persoalan pribadi maupun sosial.


Setiap tahunnya, Indonesia selalu memperingati Hari Kartini yang jatuh pada tanggal 21 April. Sosok Raden Adjeng (R.A) Kartini merupakan salah satu Pahlawan Nasional Indonesia. Hari Kartini diperingati sebagai bentuk penghormatan pada Ibu Kartini yang telah berjuang untuk mendapatkan kesetaraan hak perempuan dan laki-laki di masa lalu. Ia dikenal sebagai pelopor  emansipasi wanita kala itu.


Sebagai pelopor emansipasi wanita, Kartini menjadi sumber inspirasi perjuangan perempuan yang mengidamkan kebebasan dan persamaan status sosial dan keberhasilannya menuliskan pemikirannya secara detail. Gagasan Ibu Kartini juga sangat erat kaitannya dengan isu gender masa kini.


Apa itu gender? Gender adalah serangkaian karakteristik yang terikat kepada dan membedakan maskulinitas. Karakteristik tersebut dapat mencakup jenis kelamin ( laki-laki atau perempuan). Sedangkan kesetaraan gender merupakan suatu keadaan setara antara laki-laki dan perempuan dalam hak secara hukum dan kondisi atau kualitas hidupnya sama. 

Keadilan dan kesetaraan gender di Indonesia dipelopori oleh R.A. Kartini sejak tahun 1908. Perjuangan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan khususnya dalam bidang pendidikan. 

Sehingga sampai sekarang antara laki-laki dan perempuan memiliki peran yang sama dalam berbagai aspek kehidupan, namun tidak terlepas dari konteks cara pandang harus tetap disesuaikan dengan "kodrat perempuan".


Dalam kehidupan sekarang, tidak jarang kesetaraan gender dijadikan sebagai alasan laki-laki (suami) untuk tidak memenuhi kewajibannya kepada perempuan (istri). Contohnya saja dalam mencari nafkah, tidak sedikit perempuan bekerja banting tulang layaknya laki-laki untuk mencukupi kehidupan keluarga sedangkan suami seakan-akan lepas tanggung jawab terhadap istri dan anaknya. Ini adalah permasalahan gender yang tidak wajar, karena sesungguhnyakesetaraan gender yang dimaksud adalah harus memperhatikan "kodrat perempuan".


Tidak dapat dipungkiri bahwa di Indonesia masih banyak hambatan dalam pendekatan kesetaraan gender, kenapa? Karena adanya budaya (adat istiadat) yang bias akan gender, kurangnya pemahaman masyarakat akan akibat dari adanya sistem struktur sosial dimana salah satu jenis (laki-laki maupun perempuan) menjadi korban.


Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan sosialisasi yang terus menerus bahwa perempuan juga mempunyai hak untuk berkedudukan setara dengan laki-laki. Dan penting bagi perempuan untuk mengetahui sejauh mana mereka dapat disetarakan dengan laki-laki.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun