Mohon tunggu...
Muhammad Fuad Fadli
Muhammad Fuad Fadli Mohon Tunggu... -

Hidup itu sederhana... Tak perlu hal yang 'wah' apalagi istimewa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Qadariyah: Menjadikan Allah Tak Berdaya

22 Mei 2014   21:40 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:13 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Apapun yang terjadi di dunia dan menimpa diri manusia telah digariskan oleh Allah SWT. Semua telah tercatat rapi dalam bingkai takdir. Kematian, rizki, jodoh, nasib, telah ditetapkan sesuai ketentuan-ketentuan Ilahi yang tidak pernah diketahui oleh manusia. Dengan tidak adanya pengetahuan ini, manusia bisa berlomba-lomba dalam mencapai tingkatan yang mulia di sisi Allah SWT.

Sekitar tahun 70 Hijriyah, seorang Tabiin murid dari Ibnu Abbas dan Imran bin Husain yang bernama Ma’bad Al-Juhani melakukan terobosan untuk menyebarkan aliran Qodariyah. Ia menyebarkan aliran tersebut bersama muridnya yang bernama Ghailan bin Muslim ad-Dimasyqi. Mulanya Ma’bad mempelajari tentang Qadariyah kepada Susan (Sus). Seorang murtad berasal dari Irak.

Secara bahasa Qadariyah diambil dari kata Qadara yang berarti mampu. Dan secara terminologi adalah suatu aliran yang percaya bahwa manusia memiliki kekuatan penuh atas tindakannya sendiri tanpa ada campur tangan dari Tuhan. Atau dalam bahasa Inggris aliran ini diartikan sebagai free will and free act, segala perbuatan manusia diwujudkan atas kemauan dan tenaganya sendiri.

Jalan Pemikiran Qadariyah

Semua perbuatan dan tindakan manusia diciptakan oleh manusia itu sendiri. Sedangkan Allah tidak ikut campur dalam hal itu. Allah tidak memiliki andil dalam segala perbuatan manusia. Apa yang dilakukan manusia oleh manusia, Allah tidak mengetahui sebelumnya. Allah baru tahu setelah perbuatan itu terlaksana. Itulah alur pemikiran Qadariyah.

Oleh karena itu, Allah tidak lagi memiliki fi’il, karena qudrat-Nya telah diambil alih oleh manusia. Seakan Allah hanya menjadi ‘penonton setia’ pada setiap apa yang dilakukan oleh manusia. Dan manusia berkuasa untuk menentukan nasibnya, melakukan segala sesuatu yang diinginkan. Surga dan neraka bukanlah takdir Allah. Melainkan imbalan atas kehendak dan perbuatan manusia sendiri.

Qadariyah berdalil, jika perbuatan manusia diciptakan oleh Allah, mengapa manusia diberi pahala saat ia berbuat baik. Dan diberi siksa saat ia melakukan dosa?. Jika seperti itu, berarti Allah tidak adil terhadap manusia. Sedangkan manusia adalah ciptaan-Nya.

Lalu Qadariyah mengutip sebuah ayat Al-Qur’an dalam surat Ar-Ra’d  yang dijadikan argumentasi:

sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah sesuatu yang ada pada diri mereka sendiri” (QS Ar-Ra’d:11)

Dari ayat ini Qadariyah berkeyakinan bahwa Allah tidak ikut campur dalam menentukan sikap dan perbuatan manusia. Semua itu telah menjadi hak bagi setiap manusia.

Juga banyak ulama’ yang mengatakan paham ini sama dengan Mu’tazilah. Mu’tazilah mengatakan bahwa setiap perbuatan baik yang dilakukan manusia diciptakan oleh Allah. Sedangkan yang buruk muncul dari manusia sendiri. Dan Qadariyah menyatakan bahwa perbuatan yang baik dan buruk itu semua timbul dari manusia itu sendiri. Jadi, Qadariyah telah menafikan kekuasaan Allah. Karena telah diambil alih oleh manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun