Lupakan sejenak tangis darah anak-anak bangsa karena krisis pangan yang terjadi di negeri ini, karena faktanya orang sebangsa kini hidup dalam krisis pangan utamanya kedelai. Faktanya kas pemerintah kita cekak hingga krisis itu tidak mampu diatasi. Faktanya pula di pasaran kedelai lokal harganya menyundul langit hampir sama dengan impor. Faktanya kita dapat temukan harga sangat tinggi Rp 8.000/kg yang sebenarnya saat normal harga cuma Rp. 5.000 /kg. Faktanya Kementerian Perdagangan menyatakan kebutuhan domestik terhadap kedelai cukup tinggi antara 2,5 juta-3 juta ton per tahun. Sedangkan pasokan yang dapat disediakan dalam negeri yang dihasilkan hanya mencapai 700-800 ribu ton.
Faktanya dan ironisnya, bumi dan tanah Indonesia adalah surga yang tak pernah kekurangan lahan pertanian untuk sekedar menanam kedelai sekwalitas produk asing.
Tapi ini yang paling ironis. Di Jakarta hari-hari ini anak-anak bangsa kembali ketiban sial (an). Sebab, jika berita di Detiknews.com, benar dan bisa dipercaya bahwa SBY sekarang lebih memilih menjadi pembina penyanyi dan pencipta lagu, ketimbang memilih mengatasi kekurangan pangan. Tentu sikap ini bertolak belakang dengan keinginan rakyat sebangsa untuk menjadikan SBY seorang presiden yang bisa mengatasi permainan tegkulak perdangangan yang melambungkan harga-harga pakan.
Per Kamis, 02/08/2012, di Jakarta, Jubir Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha bilang, "Permohonan tersebut direspon positif dengan kesediaan Bapak Presiden SBY menjadi Ketua Dewan Pembina PAPPRI 2012-2017,". http://news.detik.com/read/2012/08/02/000614/1980915/10/sby-jadi-pembina-penyanyi-dan-pencipta-lagu.
Nampaknya SBY cukup berfikir pragmatis, kalau obat mujarab pengetasan kemiskinan, ketertinggalan dan keterbelakangan jutaan orang di Indonesia adalah "belas kasih" dan "hibah pembangunan" dari Asing, dan karena itu beliau lebih memilih menjadi Ketua Dewan Pembina PAPPRI, ketimbang menuntaskan harga-harga pangan.
Pernah, bapak dan nenek saya bilang bila nama "Republik Indonesia" di dengar negara-negara adikuasa, nyali mereka kecut terusik ancaman karena melihat kekuatan baru yang bangkit— new emerging forces.
Nenek saya juga bilang, bahwa pejuang kita dulu kepada generasi nenek pernah mengatakan, "Kubekali kalian dengan alam pikiran Indonesia, buah pencarian nalar para pendahulu kalian yang mestinya kalian hargai. Bukan hanya karena mereka pendahulu kalian, tapi karena buah pikiran itu murni dan cerdas: Teori ekonomi kerakyatannya Hatta; pembangunan karakter bangsanya Soekarno; doktrin tentara rakyat-nya Soedirman".
Dulu, kata bapak saya, saat para pendahulu bangsa mengucapkan "Republik Indonesia", dunia mengangkat kepala.
Kini, saat kita menyebut nama "Republik Indonesia", dunia mencibir. Semunya berubah dan hilang, sebab Presiden kita selain gagal merespon permintaan sederhana rakyatnya supaya harga pangan tidak melambung, Presiden kita lebih jatuh cinta dan jatuh hati untuk menjadi Presidennya Pesinden.
Tabrik Pak SBY!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H