Mohon tunggu...
Nur Faiziyah
Nur Faiziyah Mohon Tunggu... profesional -

Jauh dari rumah, mengajar di pulau kecil Biaro, Sulawesi Utara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Demi Merah Putih Harus Segera Berkibar, Jukri Panjat Tiang

23 Februari 2014   18:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:33 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pagi  itu para siswa dan guru-guru di SD GMIST Yobel Lamanggo, Biaro, Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara tetap menghormat ke arah tiang meskipun tidak ada bendera di sana. Hembusan angin terasa hanya lewat begitu saja, tanpa ada merah putih yang berkibar dengan gagah. Tali yang putus  dan bendera tidak bisa naik ke atas, membuat mereka tiga hari terpaksa hormat ke arah tiang tanpa bendera. Namun seolah bendera tetap berkibar di hati mereka, apel pagi dan lagu-lagu kebangsaan tetap menggetarkan hati bagi siapa saja yang sedang berada di halaman sekolah.Tetap saja ada rasa yang aneh saat harus hormat pada bendera, namun yang tampak hanya tiang lurus berwarna putih yang sudah di cor mati menancap  di tanah. Tiga hari berlalu, pada hari Jumat (21/2/2014) Kepala Sekolah, Djonti Takaredehang  mulai gusar, Bagaimanapun merah putih harus tetap ada dan berkibar di tiang tertinggi.  Kepala Sekolah akhirnya menunjuk Jukri Paparang salah satu murid kelas 2 SD agar naik ke tiang dan membetulkan tali yang putus.  “Siap bapak, saya saja yang naik,” ucap Jukri.  Ucapan Jukri tersebut mungkin juga membuat  Alfian Sasela, teman Jukri  yang sebelumnya ditunjuk oleh Kepala Sekolah bernafas lega. Sebab, sebelumnya Alfian yang ditunjuk oleh Bapak Kepala Sekolah untuk naik ke atas, namun badan yang besar ditakutkan tak mampu ditahan oleh tiang bendera. Seolah itu adalah tugas negara, merah putih harus segera berkibar, Jukri pun naik dengan sangat hati-hati . Tanpa pengaman, ia akhirnya sampai ke ujung tiang tentu dengan keringat yang bercurucan. Di bawah, para  guru tampak was-was dengan aksi Jukri tersebut. Betapa tidak, memanjat tiang bendera dengan diameter tipis itu seperti melihat pertunjukan sirkus di televisi, tentu saja dengan resiko tinggi dan latihan yang serius. Berbeda dengan teman-teman Jukri, yang menanggap hal tersebut adalah hal biasa. “Jukri biasa naik ambil kelapa. Lebih tinggi dari tiang ini,” bisik Alfian pada teman disampingnya. Matahari yang bersinar terik, kilaunya membuat mereka yang berada dibawah tampak menutupi mata dengan tangan dan sebagian memegangi tiang yang dipanjat Jukri. Sementara di atas tiang Jukri dengan sabar masih membenarkan tali. Akhirnya jeratan tali bisa diatasi oleh Jukri. Masih dengan keringat yang membasahi baju, Jukri turun disambut dengan tepuk tangan guru dan teman-temannya.Berkat Jukri, tali akhirnya bisa berfungsi kembali. Esoknya Merah putih pun kembali berkibar. Kini apel pagi di SD GMIST Yobel Lamanggo berjalan tanpa hal yang aneh. Tetap dengan nasionalisme yang tinggi, seiring dengan merah putih yang berada di tiang tertinggi lagi. Penulis adalah Nur Faiziyah, Seorang guru muda asal Malang yang kini sedang mengabdikan diri di Pulau Biaro kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara demi satu tekad mencerdaskan anak-anak Indonesia melalui program SM3T.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun