PENDAHULUAN LATAR BELAKANG
Ketidaktahuan masyarakat mengenai pentingnya berkonsultasi dengan dokter gigi memang masih menjadi masalah di banyak tempat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk kurangnya pendidikan kesehatan gigi yang memadai, biaya perawatan, mitos yang berkembang, ketakutan terhadap kunjungan ke dokter gigi, dan masalah aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan gigi (Mohebi et al, 2018). Global WHO 2019 menyatakan data bahwa hampir 100% orang dewasa memiliki gigi berlubang. Prevalensi karies berdasarkan index DMF-T di beberapa negara seperti Amerika sebesar 2,05, Afrika sebesar 1,54, Asia Tenggara sebesar 53, Eropa sebesar 1,46 dan Barat Pasifik sebesar 1,23. Penyakit gigi dan mulut yang disebabkan oleh karies gigi berada di urutan teratas di Indonesia, mencapai 45,68%, dan merupakan salah satu dari sepuluh penyakit paling umum yang diderita masyarakat. (Nababan et al, 2022). Dari data yang ditunjukkan dan masalah yang telah dibahas menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat masih kurang peduli untuk merawat kesehatan gigi dan mulut mereka.
Masyarakat telah direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan gigi setiap 6 bulan sekali dimulai dari masa kanak-kanak, namun masih banyak masyarakat yang melakukan pelayanan kesehatan gigi dan mulut hanya pada saat terjadi masalah/ darurat atau pada saat terjadi masalah makan akibat kehilangan gigi. Masalah gigi mempengaruhi keadaan kesehatan secara umum dan secara implisit mempengaruhi kualitas hidup mulut, menyebabkan kesulitan dalam pengunyahan, yang menyebabkan gizi buruk, yang berdampak pada kualitas hidup pasien secara umum (Janto et al, 2023). Kurang pahamnya masyarakat mengenai dampak serius jika tidak melakukan perawatan gigi dan mulut yang benar menyebabkan muncul masalah-masalah di dalam rongga mulut. Tindakan preventif yang dapat dilakukan supaya tidak terjadi masalah yang demikian salah satunya dengan melakukan promosi kesehatan gigi dan mulut yang benar dan tepat sasaran.
Sebagai seorang dokter gigi atau calon dokter gigi kita harus memiliki strategi dan upaya agar bisa melakukan promosi kesehatan gigi dan mulut yang baik dan benar supaya tujuan dari promosi yang akan dilaksanakan bisa bermanfaat. Banyak metode dan strategi di era digital kali ini yang bisa dimanfaatkan para dokter gigi untuk melakukan promosi kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat salah satunya dengan memanfaatkan kecanggihan media sosial seperti Instagram, Facebook, Tiktok, dll. Di dalam platform tersebut masyarakat dapat dengan mudah mengakses dan melihat berbagai banyaknya promosi kesehatan gigi dan mulut seperti menunjukkan before-after perawatan, promo diskon yang sedang ada, dan perbedaan harga di berbagai dokter gigi, tetapi apakah cara cara tersebut bersesuaian dengan kode etik yang berlaku? Ada beberapa faktor tentunya yang harus diperhatikan para dokter gigi untuk melakukan promosi tersebut. Maka, di dalam tulisan kali ini kami akan membahas aspek-aspek yang harus diperhatikan para dokter gigi untuk melakukan promosi kedokteran gigi  yang benar dan sesuai etika di masyarakat.
ISI DAN PEMBAHASAN
Beragam aturan dibuat sedemikian rupa untuk mengatur perilaku dan etik tenaga kesehatan khususnya dalam bidang kedokteran gigi guna menciptakan kebaikan dalam kesehatan masyarakat dan melindungi harkat martabat profesi kedokteran gigi. Aturan tersebut diantaranya
a. Permenkes No.1787/MENKES/PER/XII/2010 Tahun 2010 Tentang Iklan Dan Publikasi Pelayanan Kesehatan
b. Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia (KODEKGI)
Beberapa poin yang mengatur mengenai iklan/publikasi/promosi dan muatan dalam hal-hal yang berhubungan dengan promosi telah dirangkum ke dalam beberapa poin sebagai berikut
1. Permenkes No.1787/MENKES/PER/XII/2010 pasal 5 secara singkat menyatakan bahwa iklan/promosi tidak boleh bersifat merendahkan derajat profesi, menyesatkan, memaksa, merasa lebih baik, memberikan janji, memuji diri secara berlebihan, kalimat "satu-satunya", menggunakan metode atau jenis obat ilegal, mengandung diskon, strategi MLM, testimoni, dan memanfaatkan gelar akademik untuk mendapatkan keuntungan dari pasien.
2. Permenkes No.1787/MENKES/PER/XII/2010 pasal 9 menyatakan bahwa iklan/promosi kesehatan yang dilakukan merupakan iklan promosi kesehatan yang bertujuan untuk mengubah masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) atau mendukung program pemerintah dan tidak bersifat komersial.
3. Dalam mukadimah KODEKGI juga dijelaskan bahwa seorang dokter gigi harus memelihara martabat dan tradisi yang luhur. Hal tersebut tertuang dalam asas bioetik yaitu: berbuat baik (beneficence), tidak merugikan (non maleficence), menghargai otonomi pasien (autonomy), berlaku adil (justice), dan kejujuran (veracity) yang juga harus diterapkan dalam melakukan promosi bidang kedokteran gigi.
4. KODEKGI pasal 3 mengenai kemandirian profesi juga menjelaskan bahwa seorang dokter gigi menjalankan profesinya tidak boleh didahului oleh kepentingan mencari keuntungan. Cakupan pasal 3 juga memuat poin yang sama dengan Permenkes No.1787/MENKES/PER/XII/2010 pasal 5
5. KODEKGI pasal 9 mengenai pelayanan kesehatan masyarakat menjelaskan bahwa dokter gigi berperan sebagai motivator, pendidik, dan pemberi pelayanan kesehatan pada masyarakat.
6. KODEKGI pasal 18 mengenai menyimpan privasi pasien juga berkaitan dengan etika promosi yang dikerjakan oleh dokter gigi. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa seorang dokter gigi harus menyimpan semua data dan informasi kesehatan pasien. Data privasi pasien hanya boleh dilakukan untuk kepentingan kesehatan pasien tersebut, permintaan aparat penegak hukum, permintaan pasien sendiri, atau peraturan perundang-undangan. Penyebaran rahasia kesehatan pasien juga harus dilakukan atas persetujuan pasien. Tetapi kewajiban dokter gigi menyimpan data privasi pasien menjadi hilang jika pasien sendiri yang mengunggah suatu perawatan tersebut di media sosial.
Berdasarkan poin-poin yang tercantum dalam Permenkes No.1787/MENKES/PER/XII/2010 dan Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia maka dapat disimpulkan bahwa seorang dokter gigi harus memahami dan mendalami makna sebagai manusia yang mengemban tugas mulia untuk membantu meningkatkan taraf kesehatan pada masyarakat. Kesadaran sebagai seorang motivator, edukator, dan pemberi pelayanan kesehatan pada masyarakat harus dijadikan dasar utama dalam menjalankan profesi dibandingkan dengan mencari keuntungan semata. Setelah menelaah aturan dan kode etik yang berlaku, didapatkan pemahaman bahwasanya berprofesi menjadi seorang dokter gigi merupakan suatu kemuliaan untuk membantu masyarakat yang dimulai dari tindakan promotif, preventif , kuratif, dan rehabilitatif yang diikuti dengan mencari mata pencaharian untuk melangsungkan kehidupan. Pemikiran untuk memanfaatkan titik lemah pasien dan membuat promosi yang menyebarkan identitas pasien, menunjukan keunggulan secara berlebihan, merasa lebih baik, memberikan janji kesembuhan, menggunakan testimoni, dan menuliskan diskon untuk mencari keuntungan semata merupakan tindakan yang kurang tepat.
Tentunya dengan berkembangnya teknologi dan informasi yang mendukung kemudahan untuk bersosialisasi dan melakukan promosi di sosial media seharusnya dimanfaatkan untuk mengedukasi serta memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan berkunjung ke dokter gigi dengan berbagai informasi berdasar pada keilmuan yang telah teruji. Â Pemberian contoh kasus dapat dilakukan melalui pengambilan contoh kasus pada jurnal/textbook dan harus mencantumkan sitasi agar tidak melanggar hak cipta serta menunjukan bahwa informasi yang disampaikan merupakan informasi yang valid. Dalam beberapa kasus yang ditemukan pada pasien dan diniatkan untuk dipublikasikan ke khalayak umum guna sebagai media edukasi juga harus mendapatkan persetujuan dari pasien sesuai dengan kode etik yang berlaku. Memang sangat menggiurkan bagi seorang dokter gigi untuk melakukan berbagai ide promosi untuk menarik pasien sebanyak-banyaknya. Tetapi, amatlah penting bagi kita sebagai tenaga medis untuk mengetahui dan memaknai pentingnya menjunjung tinggi martabat dan kode etik yang berlaku guna kebaikan bagi dokter gigi maupun pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Janto, M., Iurcov, R., Daina, C. M., Venter, A. C., Suteu, C. L., Sabau, M., Badau, D., & Daina, L. G. (2023). The Importance of Periodic Dental Control in the Oral Health Status of Elderly Patients. Clinics and Practice, 13(2), 537--552. https://doi.org/10.3390/clinpract13020050
Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia (KODEKGI)
Mohebi, S., Parham, M., Sharifirad, G., & Gharlipour, Z. (2018). Social Support and Self Care Behavior Study. January, 1--6. https://doi.org/10.4103/jehp.jehp
Nababan, I., Hutagalung, M. H. P., Wijaya, C., Utama, S., & Singh, R. (2022). Tingkat Pengetahuan dan Kepedulian Tentang Kesehatan Gigi dan Mulut pada Karyawan Harian Sinar Indonesia Baru Medan. Prima Journal of Oral and Dental Sciences, 4(1), 20--24. https://doi.org/10.34012/primajods.v4i1.2427
Permenkes No.1787/MENKES/PER/XII/2010 Tahun 2010 Tentang Iklan Dan Publikasi Pelayanan Kesehatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H