17 Februari 2024 lalu aku menghadiri Pembukaan Festival Kebhinekaan yang diselenggarakan oleh Wisata Kreatif. Pembukaan ini terdiri dari serangkaian acara, yaitu Talkshow Menyelami Keberagaman Identitas Melalui Perjalanan Bersama Agustinus Wibowo dan Pemutaran 2 film Pendek berjudul Simalakama di Tanah Istimewa dan Puan Hayati beserta diskusi dengan sineasnya.
Rangkaian acara yang dihadiri full house ini diselenggarakan di Perpustakaan Jakarta Pusat di Ruang Theaternya yang saya bilang oke untuk kelas Perpustakaan Kota. Di rangkaian pertama diskusi bersama mas Agustinus seru sekali. Mas Agustinus menampilkan foto-foto kondisi di Papua Pedalaman dan Papua Nugini lalu menceritakan pengalamannya selama berada di sana.Â
Segala yang diceritakannya menggugah sebagai orang Indonesia yang terkadang merasa krisis identitas juga, walau aku bisa dibilang "pribumi". Aku tahu betapa sulitnya kondisi di Papua, tapi ngga menyangka kondisi di sana ternyata lebih miris. Mas Agustinus juga mengangkat sisi lain aktivis OPM dan juga orang yang pindah kewarganegaraan menjadi orang Papua Nugini.Â
Sebagai orang keturunan Aceh yang juga memiliki keluarga sebagai tentara GAM aku bisa memahami para OPM ini. Sayangnya sisi yang dinaikkan oleh media kebanyakan adakah betapa bengisnya mereka, padahal ada alasan mengapa mereka berjuang dengan cara demikian.Â
Lebih ironis lagi dengan orang-orang Papua yang mengungsi padahal masih di wilayahnya sendiri, juga orang Papua yang berada di daerah perbatasan Papua Nugini. Hal sedemikian ini ironis karna di Ibu Kota para pejabat dan politikus sibuk berebut Kekuasaan dan korupsi besar-besaran, tanpa menyadari kondisi yang terjadi di ujung timur negara ini.Â
Di kegiatan ini juga mas Agustinus sekaligus meluncurkan buku terbarunya yang berjudul Kita dan Mereka, yang membahas tentang asal-usul identitas dan akar konflik manusia. Kegiatan ditutup dengan acara foto bersama.Â
Pada Pemutaran 2 film Pendek, film yang diangkat cukup menarik. Puan Hayati dan Simalakama di Tanah Istimewa. Pada film Puan Hayati diangkat tentang orang-orang yang memiliki Kepercayaan Terhadap Tuhan YME, di film ini diperlihatkan bagaimana sebagian masyarakat memandang orang yang memiliki kepercayaan berbeda tersebut sampai akhirnya di era Gus Dur terbitlah keputusan untuk mencantumkan Kepercayaan Terhadap Tuhan YME pada kartu Identitas walau baru bisa direalisasikan belum lama ini.Â
Yang menarik perhatian lebih malah film Simalakama di Tanah Istimewa yaitu Kisah orang-orang Keturunan Tionghoa di tanah Jogjakarta. Berbeda dengan provinsi lain, para Keturunan Tionghoa mengalami kesulitan dalam kepemilikan tanah di Jogja, mereka berusaha menempuh berbagai cara sayangnya usaha mereka belum juga membuahkan hasil, bahkan sampai akhirnya salah satu tokoh Tionghoa yang memperjuangkan tanahnya wafat hal ini belum juga terselesaikan.