Mohon tunggu...
Fairuz Arrafah
Fairuz Arrafah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UPN "Veteran" Yogyakarta

Sosial Humaniora

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendekatan Diplomasi Indonesia kepada Afghanistan: Apakah Berpengaruh dalam Menegakkan Hak Perempuan?

5 Oktober 2022   18:45 Diperbarui: 5 Oktober 2022   18:50 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kawasan Timur Tengah atau Asia Barat Daya dikenal sebagai kawasan dengan kekayaan minyak bumi di dalamnya. Selain kaya akan minyak bumi, wilayah ini memiliki kekayaan berupa budaya serta objek-objek religi yang bisa digunakan sebagai keuntungan, dana cadangan, serta pasokan kekayaan. Namun setiap hal yang memiliki kelebihan tidak dapat dilepas dari kekurangan-kekurangan yang ada di dalamnya. Wilayah dengan limpahan kekayaan dari internalnya ini dikenal juga sebagai wilayah dengan negara-negara miskin di dalamnya. Fakta ini tentu amat disayangkan karena pada realita yang ada negara-negara  di kawasan Timur Tengah seharusnya dapat digolongkan ke dalam negara maju, baik di dalam sektor perekonomian maupun sumber daya alam. 

Selain dikenal sebagai kawasan dengan negara-negara miskin, kawasan Timur Tengah juga dikenal sebagai negara-negara rawan konflik yang dibuktikan oleh banyaknya negara dengan konflik berkepanjangan di sana. Salah satu kawasan dengan pasokan kekayaan yang tidak digunakan dengan baik serta dilengkapi dengan konflik berkepanjangan adalah Afghanistan. Negara yang dikuasai oleh kelompok Taliban ini memiliki berbagai jenis konflik berkepanjangan dengan akar masalah yang berbeda-beda dan mayoritasnya diakibatkan oleh sang penguasa negara itu sendiri. Contoh nyata dari akar masalah yang bersumber dari kelompok Taliban adalah bagaimana mereka mengobarkan perang terhadap wanita. 

Pertama, Taliban melarang perempuan bekerja. Kelompok Taliban juga melarang para remaja wanita untuk bersekolah. Disusul dengan perintah pemisahan berbasis gender di tempat umum, perintah yang memaksa perempuan untuk bercadar, dan perintah bagi perempuan untuk tinggal di dalam rumah. Hal ini tentu saja mendapatkan pemberontakan dari para perempuan  di Afghanistan yang berakhir dengan pembubaran serta pembatasan dan pengawasan pergerakan para pemberontak oleh kelompok Taliban.

Perempuan-perempuan yang diperlakukan secara tidak adil di Afghanistan mendapatkan simpati dari banyak pihak-pihak luar tak terkecuali Indonesia. Indonesia sebagai negara yang memiliki landasan politik luar negeri bebas aktif tentu saja ikut andil dalam membela hak perempuan di Afghanistan. Penjabaran maksud dari bebas dan aktif yakni bebas dalam menentukan sikap, dengan memilih untuk bersikap simpati kepada para perempuan di Afghanistan, serta aktif dalam penyelesaian konflik, dengan memilih untuk aktif dalam menyelesaikan konflik melalui pendekatan diplomasi ke Afghanistan. 

Dalam keikutsertaannya, Indonesia melakukan diplomasi dengan model soft power diplomacy. Diplomasi jenis ini juga dikenal sebagai strategi negara dalam menunjukkan sumber daya nasional yang dimilikinya untuk memikat negara lain tanpa kekerasan atau paksaan guna mendapatkan hal-hal yang mereka inginkan. Soft power diplomacy sejalan dengan Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia tentang Hubungan Luar Negeri poin ketiga yakni "Diplomasi yang mencari keharmonisan, keadilan dan keserasian dalam hubungan antar negara, menjauhi sikap konfrontasi ataupun politik kekerasan dan kekuasaan (power politics), menyumbang penyelesaian berbagai konflik dan permasalahan di dunia, dengan memperbanyak kawan dan mengurangi lawan". 

Soft power diplomacy memiliki tiga komponen utama yakni beauty, brilliance dan benignity. Pada komponen pertama yaitu beauty, didefinisikan sebagai komponen yang menjabarkan pemikiran, kuantitas, rencana dan tujuan. Komponen ini direalisasikan Indonesia melalui persamaan pemikiran melalui metode win-win solution dengan cara membentuk percakapan yang berisi pertanyaan atas pendapat masing-masing pihak untuk menyelesaikan suatu masalah, melakukan dialog berupa hal-hal umum yang dilandasi dengan agama Islam karena mayoritas masyarakat Afghanistan beragama Islam, serta persamaan rencana berupa memprioritaskan soft power untuk menyelesaikan masalah baik di dalam maupun luar negara.

Selanjutnya adalah komponen kedua yaitu brilliance yang didefinisikan sebagai kesimpulan dari kemampuan suatu negara dalam menjalankan sesuatu. Komponen ini direalisasikan Indonesia melalui pengeksposan sumber daya nasional yang dimiliki Indonesia kepada pemerintah Afghanistan. Pertama, Indonesia menunjukkan keberhasilannya dalam melakukan pendekatan soft power di kancah global melalui demokrasi yang dianggap sebagai hambatan ekonomi serta kesetimbangan politik bagi mayoritas negara-negara di Asia Tenggara. Kedua, Indonesia merasa mampu untuk menjalankan serta membangkitkan proses perdamaian bagi negara-negara berkonflik dan siap untuk dijadikan sebagai acuan melalui cara yang dilakukan Indonesia untuk membentuk terciptanya perdamaian.

Komponen terakhir adalah benignity yang didefinisikan sebagai penjelasan sikap positif suatu negara yang disertai dengan penjabaran aksi langsung di dalamnya. Komponen ini direalisasikan Indonesia melalui pembuktian kerjasama yang baik antar kedua negara selama lebih dari enam dekade. Indonesia yang diwakili oleh Presiden Joko Widodo dalam pelaksanaan diplomasi juga menghadirkan Ibu Iriana selaku Ibu Negara Indonesia di sela memanasnya hubungan Afghanistan dengan kaum perempuan. 

Melalui konsep soft power diplomacy dapat disimpulkan bahwa Indonesia telah melakukan upaya perdamaian secara maksimal yang diterima dengan respons baik oleh pemerintah Afghanistan. Dalam perkembangannya hingga sekarang, kelompok penguasa utama yakni Taliban sudah memperbarui dekrit baru dalam perlindungan perempuan di Afghanistan, tetapi belum ada penjelasan terkait hak untuk mendapatkan pendidikan serta pekerjaan. Artinya pendekatan soft power diplomacy yang dilakukan Indonesia belum mempengaruhi penegakan hak-hak kebebasan perempuan di Afghanistan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun