Mohon tunggu...
Fayiz Hasliana Fauzan
Fayiz Hasliana Fauzan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Sastra

Bisa nulis dikit

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Christmas Truce: Kelebat Damai Perang Dunia Pertama

29 Desember 2022   09:00 Diperbarui: 31 Desember 2022   09:56 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"..that the guns may fall silent at least upon the night the angels sang." 

-Pope Benedict XV

Perang Dunia I yang dimulai pertengahan tahun 1914 awalnya diprediksi akan berlangsung singkat, para prajurit yang berada di garda depan sama sekali tidak menyangka mereka akan menghabiskan malam Natal jauh dari keluarga mereka di tanah luas tak berpemilik, atau mereka menyebutnya, 'No Man's Land.' Saat mendengar kata prajurit perang, mungkin yang ada di pikiran adalah pria dewasa gagah dengan senapan . Namun ternyata, banyak diantara mereka masih berusia belia bahkan remaja. Tentu terbayangkan betapa menyedihkannya, anak seusia SMP atau SMA menghabiskan saat-saat Natal dihujani peluru di tempat mematikan yang jauh dari keluarga.

Paus Benedict XV, pimpinan gereja Katolik pada masa itu, sempat mengajukan banding pada para pemimpin negara yang berperang untuk setidaknya mengadakan gencatan senjata resmi pada malam Natal. Salah satu maksud tersirat dari permintaan ini adalah harapan supaya gencatan senjata tersebut dapat dijadikan momentum oleh negara-negara tersebut untuk berdamai. Sedihnya, para pemimpin dunia menolak usulan tersebut.

Perang seharusnya tetap berlajut sebab para pemimpin tidak menurunkan perintah gencatan senjata, akan tetapi keajaiban Natal tetap terjadi. Tidak ada yang tau pasti bagaimana bermulanya, cerita-cerita yang bervariasi dikumpulkan dari buku harian, kesaksian, serta surat-surat para prajurit, dan mereka semua memiliki pengalaman yang berbeda-beda sepanjang perbatasan. Di suatu versi, pasukan Jerman yang mengawali dengan bernyanyi 'Silent Night' atau 'Stille Nacht' lalu para sekutu mereka ikut menyanyikan lagu-lagu Natal dari negara masing-masing. 

Selanjutnya, pasukan Jerman memulai percakapan dengan lawan mereka, pasukan Inggris. Hal ini memungkinkan karena sebelum perang ada beberapa orang Jerman yang bekerja di Inggris. Melihat hal ini, pada malam Natal, beberapa prajurit Inggris memerintahkan bawahannya untuk tidak menyerang kecuali diserang. Kebijakan mengharukan ini disebut juga dengan 'hiduplah dan biarkan lawanmu hidup.' Pada hari Natal, mereka bertukar kado berupa rokok, kancing, topi, dan makanan. Perayaan Natal yang menggetarkan itu kemudian dilanjutkan dengan penguburan rekan-rekan mereka yang sudah meninggal. 

Sayangnya, momen ini bukanlah titik awal kedamaian antara dua kubu, damai singkat tersebut tidak berkelanjutan dan dengan segera ditinggalkan setelah Natal berlalu. Biarpun begitu, gencatan senjata mendadak itu tetap dikenang hingga hari ini, lebih 100 tahun kemudian, sebagai simbol kemanusiaan dan belas kasih, bahwa para prajurit di medan perang tidak sepenuhnya menginginkan hal yang sama dengan para petinggi aliansi, mereka juga benci membunuh serta berharap kedamaian segera terwujud.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun