Mohon tunggu...
Fayakhun Andriadi
Fayakhun Andriadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Fayakhun Andriadi, Ketua Partai Golkar Prov DKI Jakarta. Anggota Komisi I DPR RI 2009 - 2014 dan 2014-2019. Lahir 24 Agustus 1972. Sarjana Elektro Universitas Diponegoro, Magister Komputer Universitas Indonesia (UI) dan menyelesaikan program Doktor Ilmu Politik UI (2014) dengan disertasi Demokrasi di Era Digital. Pemilik website www.fayakhun.com. Twitter: @fayakhun

Selanjutnya

Tutup

Politik

Human Security untuk Warga DKI Jakarta

9 Juni 2011   05:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:42 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kebutuhan akan rasa aman, human security, merupakan hak asasi yang harus dimiliki oleh setiap warga. Abraham Maslow menyebut kebutuhan itu (Safety and security needs) satu di antara hierarki kebutuhan manusia yang bila tidak dipenuhi akan menimbulkan penyimpangan sosial (social deviation). Bagi sebagian besar warga ibukota Jakarta, human security masih menjadi angan-angan.

Keamanan manusia (human security) di sini terkait dengan berkurang atau hilangnya ketidakamanan yang berpotensi menganggu kehidupan manusia, seperti konflik kekerasan, pelanggaran terhadap hak asasi manusia, ketiadaan akses terhadap pendidikan dan kesehatan, dan tidak adanya jaminan bagi setiap warga dalam memenuhi keinginannya.

Komisi Keamanan Manusia Dunia (Human Security Commision) dalam terminologi yang lain membagi keamanan atas rasa takut (freedom from fear) dan keamanan dari pemenuhan setiap keinginan (freedom from want). Untuk yang pertama, memiliki arti lebih luas bagi keamanan nasional, yakni kemungkinan adanya ancaman terhadap kedaulatan negara. Sedangkan yang kedua, terkait dengan keluasan akses masyarakat terhadap hasil-hasil pembangunan ekonomi.

Bila kita mengacu pada konstitusi, jaminan keamanan sosial bagi setiap warga merupakan amanat yang harus dipenuhi oleh negara. Berdasarkan UUD 1945 Amandemen II Pasal 28 H, ayat 3 menyatakan, bahwa: “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia bermartabat.” Di samping itu, perubahan keempat UUD 1945, tanggal 10 Agustus 2002, Pasal 34 ayat 2 menyatakan, bahwa: “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”. Secara khusus, wacana keamanan sosial diatur dalam UU Nomor 40 tahun 2004  tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Dengan begitu, UU secara tegas telah mengatur tanggung jawab pemerintah baik pusat maupun daerah dalam menjamin setiap warganya mendapatkan rasa aman dari kehidupan yang layak, kesehatan yang produktif, dan pendidikan yang bermutu. Lantas, bagaimana kondisi faktual yang terjadi di lapangan.

Tulisan ini akan mengulas mengenai sejumlah fakta kekeliruan yang diperlihatkan oleh pemerintah, terutama pemerintah Ibukota Jakarta, terhadap para warganya. Analisa itu kemudian akan dihubungkan dengan perkembangan kebijakan pemerintah Jakarta menyangkut jaminan sosial. Terakhir tulisan ini akan ditutup dengan rekomendasi penting yang dilakukan pemerintah dalam rangka perbaikan jaminan sosial bagi masyarakat ibukota.

Potret Ibukota Jakarta
Jakarta adalah kota terpadat di Indonesia. Kota dengan luas wilayah sekitar 661,52 km2 ini dihuni oleh 9.588.198 jiwa. Sekitar satu dasawarsa lalu, jumlah penduduk Ibukota  ini mencapai 8.384.853 jiwa. Dengan demikian laju pertumbuhan penduduk selama sepuluh tahun terakhir mencapai kurang lebih 12 persen.

Peningkatan jumlah penduduk tersebut belum mampu diikuti oleh kualitas hidupnya. Bila mengacu pada standar umum Human Development Index (HDI) Indonesia secara keseluruhan– yang mengukur tingkat pencapaian keseluruhan kualitas pembangunan manusia yang diukur dari tiga indikator yaitu umur harapan hidup pada saat lahir, angka melek huruf penduduk dewasa dan tingkat partisipasi murid sekolah, dan GDP riil per kapita—bahwa kualitas hidup manusia Indonesia masih rendah bila dibandingkan negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Per tahun 2010, HDI Indonesia berada di urutan ke ke 108 dari 160 negara, jauh di bawah Singapura yang berada di posisi 27, Brunei 37, Malaysia 57, dan Thailand 92.

Masih rendahnya indeks kualitas hidup manusia Indonesia sebetulnya tidak terlalu berlebihan bila melihat fakta kemiskinan yang masih banyak meliputi sebagian masyarakat Ibukota Jakarta. Menurut data BPS setempat per Maret 2010 lalu angka penduduk yang miskin mencapai 312,18 ribu orang, dari sebelumnya pada tahun 2007 mencapai 405.000 orang. Angka pengangguran, masih cukup tinggi yaitu per tahun 2010 mencapai 11,32 persen. Angka Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) juga masih tinggi, yaitu per tahun 2010 mencapai 62.433 jiwa. Para PMKS ini terdiri dari pengemis, pengamen, dan gelandangan.

Masih tingginya jumlah masyarakat Ibukota yang miskin dan rentan terhadapnya, menjadikan pekerjaan yang tidak mudah bagi pemerintah daerah setempat. Ironinya lagi, model pendekatan terhadap penyelesaian masalah itu cenderung bersifat jangka pendek, seperti intervensi masyarakat dalam aksi sosial untuk berbagai kelompok masyarakat saja, atau intervensi pemerintah dalam bentuk bantuan beras murah untuk rakyat miskin (raskin), ataupun kegiatan-kegiatan jaring pengaman sosial dan sejenis. Jalan keluar untuk mengatasi kesulitan hidup di kalangan masyarakat diatasi dengan program dan proyek yang sifatnya dalam rangka penyelamatan saja (rescue program) seperti pelaksanaan kegiatan dana bantuan pendidikan untuk anak sekolah berupa BOS dan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat. Yang itu merupakan bagian dari wujud program pemerintah Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Keberadaan sistem perlindungan dan jaminan sosial yang sifatnya jangka panjang sustainable perlu dimiliki sehingga menjadikan ketahanan masyarakat terjaga dalam menghadapi shock. Lebih dari itu, perlindungan dan jaminan sosial itu diperlukan apabila terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya pendapatan seseorang, yang disebabkan karena memasuki usia lanjut atau pensiun, sakit, cacat, kehilangan pekerjaan, terkena bencana alam, dan sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun