Mohon tunggu...
Aldian Faxa
Aldian Faxa Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Aku adalah aku yang sedang mencari siapakah aku. Aku mungkin budak, aku mungkin sarjana, aku mungkin hanya rakyat biasa. Tetapi aku punya mulut punya otak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Di Balik Kelambu Muda Masa Kini

20 November 2012   14:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:59 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebagian orang mungkin saja masih bertanya-tanya tentang seberapa tajamkah "taring" pemuda masa kini ?. Jawaban itu tidak mudah didapat hanya lewat pengamatan tulisan atau pun berita saja. Usaha itu perlu ditambahi dengan mengenal lebih dekat kehidupan sosial mereka, baik mahasiswa, pemuda desa ataupun kota. Memang tidak mudah pula mengungkapkan kekurangan apa saja yang hendaknya ditambal oleh kawula muda agar tetap bergerak dalam dinamika masyarakat, dan mengikuti arus perkembangan yang dahsyat dalam era ini.

Perjalanan  Sejarah Pemuda (Mahasiswa)

Masih tersimpan sekotak ingatan yang khas akan gerakan-gerakan mahasiswa kita di era 98. Mereka, dengan jalan dan pandangan yang berbeda-beda, berusaha meneriakkan dengan lantang suara sumbang yang beradu di kursi pemerintahan. Visi dan Misi Mahasiswa ini jelas sudah, yaitu menghentikan tata pemerintahan yang korup. Era ini juga ditandai dengan sebutan reformasi, yaitu dengan lengser keprabonnya Pak Soeharto yang sudah menjabat kursi presiden selama, kurang lebih, 32 tahun.

Sebenarnya kalau mau ditilik lagi ke belakang, dengan tema pergerakan-pergerakan pemuda, maka ada suatu alur dan pola mendasar yang jelas. Semacam keteraturan yang muncul. Kita juga pasti tahu bahwa keinginan mahasiswa sebagai suara lantang pergerakannya adalah keadaan rakyat-rakyat indonesia pada zamannya. Kebetulan, atau memang demikian sejarah hendak menunjukkan kepada kita bahwa alasan yang (hampir) sama juga terjadi pada era 66, ketika Pak Karno lengser.

Konflik yang muncul dan menghilang di dalam pergerakan mahasiswa menjadi peristiwa yang unik untuk diketahui. Berbagai macam pandangan ideologi mewarnai setiap aksi dari mereka, ada yang secara tegas menyatakan nasionalis, ada juga yang sosialis, dan ada pula bergerak atas dasar moralitas. Semuanya menempati porsinya masing-masing. Adakalanya sisipan nuansa ke-politik-an turut memperkeruh suasana pergerakan mahasiswa.

Memang menjadi hal yang wajar apabila kemauan mahasiswa untuk menyalurkan aspirasi dan keprihatinan rakyat kepada wakil rakyat sangat tinggi. Apalagi jika iklim pemerintahan menunjukkan kebobrokan dan hipokrisinya yang ditunjukkan secara tegas. Hal ini menjadi katalisator untuk berkobarnya api demonstrasi yang ganas. Demonstrasi yang kelewat anarkis dan bentrokan dengan aparat keamanan biasanya disulut oleh ketidakpuasan mahasiswa akibat tidak bertemu dengan pejabat pemerintahan untuk sekadar diskusi, disamping kebijakan-kebijakan pemerintah yang tak membela rakyat.

Namun demikain boleh dibilang bahwa sejak era-66 dan era-98, mahasiswa mendapat sebutan "tak tertulis" sebagai agen perubahan, agen pembaharu, generasi pelopor dan sebutan lainnya. Mahasiswa seakan menjadi garda terdepan dalam suatu perubahan ke arah kemajuan. Sejarah memang sudah menunjukkan seperti itu, dan beberapa kajian mendukung bahwa demikianlah yang seharusnya, bahwa pemuda adalah kaum-kaum pelopor.

Beda Zaman, Beda Alasan

Gerakan pemuda zaman dulu, seperti Budi Utomo, Serekat Islam, dan gerakan pemuda lain bertolak pada tujuan yang beragam, tetapi secara garis besar mereka menginginkan persatuan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh perlakuan sewenang-wenang  pihak Hindia-Belanda atas politiknya di Indonesia, dan yang menjadi korban selama ratusan tahun adalah rakyat-rakyat miskin dan buruh kasar.

Kita telah mengetahui lewat ulasan sejarah di sekolah bahwa sistem kerja paksa, pajak yang terlampau tinggi dan tidak diberlakukannya pendidikan pada rakyat tak berpunya ini, menjadikan murka bagi para intelektual muda dan para cendekiawan. Jika demikain adanya, dibutuhkan gerakan revolusi untuk membebaskan rakyat indonesia dari belenggu kekangan penjajah, yaitu dengan "merdeka". Maka muncul berbagai macam organisasi pemuda dengan latar belakang yang (hampir) sama, yaitu menghilangkan keberadaan hindia-Belanda sebagai penjajah.

Mari kita menengok ke masa depan di mana era pasar bebas dan globalisasi menjadi wajah baru dunia. Pasar bebas memang masih baru ditelinga kita, karena area ini penuh dengan istilah-istilah yang membuat "wah" dan mencengangkan. Akan tetapi pasar bebas, jika pemerintah tidak membela potensi lokal, malah akan mematikan industri-industri kalangan menengah yang bercirikan keunikan khas daerah. Ditambah lagi banyaknya persaingan barang-barang hasil industri tidak saja berasal dari dalam negeri , tetapi juga dari luar negeri, seperti Cina, Jepang, dan Korea. Dengan demikin persaingan tidak hanya pada jumlah dan keunikan saja, tetapi kualitas bagus dengan harga yang rendah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun