Ketika belajar di tingkat sarjana, Rob memperoleh pengalaman dalam menjual sepatu di Tom McAn, bekerja toko kartu Hallmark dan melakukan pekerjaan-pekerjaan serupa. Dia sudah terbiasa mengambil 18 unit perkuliahan dan bekerja 30 jam dalam seminggu. Dia memerlukan uang, tetapi dia juga menikmati pekerjaannya. Rob juga terlibat dalam peran kepemimpinan pada kegiatan-keguatan kampus. Dia adalah pengurus Dewan Kegiatan Mahasiswa dan sendiri berjuang untuk mendatangkan konser jazz masuk kampus. Konser semacam ini akhirnya menjadi satu dari sedikit usaha DKM yang mendatangkan keuntungan. Akan tetapi, Rob harus 'membayar mahal' karena jadualnya yang ketat. "Nilai mata kuliah saya tidak setinggi yang seharusnya diharapkan. Saya adalah mahasiswa dengan nilai B, dimana seharusnya saya mendapat nilai A," kata Rob.
Setelah memperoleh gelar sarjana, dan menghadapi kesulitan mendapatkan pekerjaan,Rob mengambil program pascasarjana, yaitu Master of Busniess Administration (MBA). Sekali lagi, dia menggabungkan studi dengan pekerjaan di luar. Pada tahun pertamanya, dia menghabiskan 20 jam seminggu menjadi penyelia mahasiswa pada Serikat Mahasiswa universitas. Pada tahun keduanya, dia menghabiskan 30 jam seminggu bekerja di Pusat Pengembangan Usaha Kecil universitas. Kedua pekerjaan ini sangat bernilai karena memungkinkan Rob menerapkan apa yang dipelajarinya pada program MBA. Jelas bahwa suatu pola mulai muncul. Ini adalah orang yang tidak senang kalau dia tidak dapat menyibukkan diri.
Bob bertugas di Pusat Pengembangan Usaha Kecil selama dua tahun setelah menyelesaikan program MBAnya. Kemudian mendapat pekerjaan di AT & T di New Jersey. Dalam pekerjaan pertamanya di sana, dia melakukan penelitian dasar pada produk-produk baru. Setelah enam bulan, dia mendapat promosinya yang pertama. Setahun kemudian. dia dipilih untuk mengepalai tim proyek penelitian-pasar yang terdiri dari 5 rekannya. "Ini pekerjaan yang sangat menantang," ujar Rob. "Orang-orang ini bekerja di bawah arahan saya tetapi melapor kepada bos departemen mereka Saya tidak memiiliki otoritas riil, tetapi saya bertanggungjawab untuk proyek itu. Ironisnya, ini sangat mirip pengalaman saya didalam mennyelenggarakan konser-konser di kampus. Orang-orang yang saya pimpin semua relawan. Menata rkan dan sukarelawan sangat mirip."
Kesuksesan Rob dalam menata tim proyek ini menuntunnya kepada nominasi dan seleksi untuk Program Kelanjutan Kepemimpinan AT & T. Ini adalah. kelompok pilihan dari individu-individu yang menjanjikan untuk tanggungjawab manajerial yang secara signifikan lebih tinggi. Sebagai bagian dari program ini, Rob dihubungkan dengan seorang eksekutif senior yang akan menjadi seorang mentor informal, setahun berpartisipasi dalam dua program pendidikan Ianjutan, dan mendapatkan status disukai untuk tugas-tugas di masa depan. Pada Mei 1989, Rob dipindahkan ke Maryland sebagai manajer pemasaran senior. Delapan belas bulan kemudian dia kembali ke New Jersey sebagai manajer proyek.
Pada Oktober 1992, Rob bergabung dengan M.E. Aslett sebagai manajer bisnis perusahaan. Tujuh bulan kemudian dia mengambil alih tugas yang kini diembannya, yaitu manajer jendral (general manager). Kini dia mempimpin operasi-operasi perusahaan-manajer produksi, administrasi jaringan, publikasi-publikasi untuk hubungan masyarakat dan pemasaran-melapor langsung kepadanya. Aslett mengalami pertumbuhan penjualan 22 persen setahun antara 1992 dan 1994 dan kini memiliki penjualan multijuta dolar.
Sumber: diadaptasi dari Stephen P. Robbins 1996, Organizational Behavior: Concepts, controversies, applications, edisi ke-7, Prentice-Hall International Inc., Englewood Cliffs, New Jersey
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI