Mohon tunggu...
Fawwiz Aulya Amin
Fawwiz Aulya Amin Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Nutritionist | Mahasiswa Master of Public Health Universitas Gadjah Mada

Tertarik dengan isu gizi, pangan, dan kesehatan masyarakat. Aktif sebagai edukator dan konselor gizi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kemandirian Energi dan Polusi Merenggut Usia Harapan Hidup Manusia

17 September 2024   21:12 Diperbarui: 17 September 2024   21:17 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah kalian berpikir bahwa ternyata sebagian besar sumber listrik yang kita gunakan sehari-hari dapat memperpendek  usia harapan hidup manusia?

Menurut Lee & Greenstone (2021) dalam laporan Air Quality Life Index (AQLI) rata-rata orang Indonesia diperkirakan dapat kehilangan 2,5 tahun dari usia harapan hidupnya akibat polusi udara saat ini. Hal ini disebabkan karena kualitas udara untuk konsentrasi partikel halus (PM 2,5) tidak memenuhi ambang batas aman sesuai pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2014 menyerukan untuk membangun kembali swasembada energi Indonesia. Namun terjadi kesenjangan dalam pembangunannya, dimana pembangkit listrik berbahan dasar baru bara atau Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) memiliki presentase paling besar yaitu 54% di tahun 2016. Yang menjadi masalah adalah sebagian besar PLTU di Indonesia masih menggunakan teknologi di bawah standar yang dapat mencemari lingkungan. Namun hal ini sering diberi pembenaran karena harganya yang murah dan terjangkau.

Pertambangan batu bara di Indonesia telah menyebabkan tingginya konsentrasi partikel halus (PM 2,5) di udara. Partikel halus ini berasal dari emisi gas buangan dan debu yang dihasilkan oleh proses penambangan dan pengolahan batu bara. Partikel halus ini akan menembus ke dalam paru-paru dan aliran darah, sehingga akan menyebabkan berbagai masalah kesehatan bahkan kematian. Selain partikel halus (PM 2,5), pertambangan batu bara juga menyumbang emisi CO2. Riset yang dilakukan Algo Research, lembaga penelitian independent yang berbasis data di Indonesia menyebutkan bahwa pembangkit listrik berbahan dasar batu bara merupakan penyumbang utama emisi CO2 sebesar 37% (Ferdian, 2023). Hal ini dikarenakan pasokan energi di Indonesia sebagian besar berasal dari PLTU batu bara.

Algo Research/International Energy Agency (IEA)
Algo Research/International Energy Agency (IEA)

Sebuat penelitian yang dilakukan oleh Yesi Julitra dkk., (2022) di sekitar tambang batu bara di Kabupaten Lahat Sumatera Selatan menunjukkan data yang mencengangkan. Dampak yang dihasilkan setelah perusahaan pertambangan batu bara berdiri yaitu udara menjadi lebih panas karena alih fungsi lahan, sumber air dan tingkat kesuburan tanah di sekitar pertambangan rusak, sehingga mempengaruhi hasil panen, proses pertambangan yang menggunakan bahan peledak (blasting) mengakibatkan rumah warga di sekitar pertambangan mengalami keretakan, sumber air yang biasa digunakan masyarakat untuk mandi tercemar, sehingga beberapa warga terkena penyakit kulit dengan mayoritas keluhan berupa gatal-gatal. Data Puskesmas Merapi Barat Kabupaten Lahat pada tahun 2019 menunjukkan peningkatan kasus yaitu ada 185 orang terkena penyakit kulit dari 58 orang yang terkena penyakit kulit di tahun 2018, dan 926 orang terkena ISPA dari 633 orang yang terkena ISPA pada tahun 2018. 

Pemerintah sudah berusaha untuk mengurangi polusi udara di Indonesia dengan mendorong masyarakat untuk beralih ke kendaraan listrik. Namun hal ini merupakan sesuatu yang dilematis. Kendaraan Listrik pasti membutuhkan baterai yang terbuat dari logam seperti nikel, litium, atau kobalt. Semakin banyak kendaraan listrik yang diproduksi maka semakin banyak juga produksi baterai, sehingga produktivitas penambangan logam akan semakin tinggi. Jika sisi ini tidak menjadi perhatian pemerintah justru akan menambah sumber emisi yang dapat mencemari lingkungan.

Menurut penelitian Bidul & Widowaty (2024) yang dilakukan di sekitar pertambangan nikel di daerah Provinsi Maluku Utara, aktivitas penambangan nikel oleh PT.IWIP dengan produksi 300.000 ton nikel perhari mengakibatkan buruknya kualitas udara, gas N2O, CO, SO2, dan pertikel debu yang dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat di sekitar wilayah tambang seperti ISPA dan penyakit pernafasan kronis diantaranya asma dan bronkitis.

Lalu apa yang harus dilakukan untuk mengatasi hal tersebut agar tidak menjadi masalah yang terus berlanjut?

1. Pemerintah harus beralih menggunakan energi terbarukan dan ramah lingkungan

Pemerintah harus menggunakan opsi lain sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik yang lebih aman untuk lingkungan. Pembangkit listrik tenaga surya dan angin merupakan salah satu solusi untuk bahan bakar poembangkit listrik yang lebih ramah lingkungan dan terbarukan.

2. Pemerintah harus memperkuat peraturan dan penegakan hukum

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun