Padahal keesokan harinya, Bapak akan pulang dari safari dakwah yang dilakukan di Makassar. Saya cukup kebingungan saat itu, bagaimana cara menjelaskan perihal ayam pelung bapak yang mati. Dengan segala keterpaksaan, kala bapak dijemput di Bandara, saya sampaikan perihal kematian ayam pelung kesayangannya. Saat itu bapak hanya tersenyum dan berkata, "Ya tak apa kalau memang ayamnya mati, memang kalau ayam pelung itu sudah tua".Â
Ekspresi bapak yang datar, cukup mengejutkan saya. Saya pikir akan mendapatkan amarah, ternyata tidak sama sekali, malah bapak memberikan sebuah baju bertuliskan "Makassar" kepada saya, tak lupa sebotol minyak tawon khas. Jadi itulah, sekilas kisah masa kecil bulan Ramadan anak Bandung yang tinggal di gunung.Â