Mohon tunggu...
Fawwaz Ibrahim
Fawwaz Ibrahim Mohon Tunggu... Lainnya - Aktivis Pendidikan

Belajar untuk menulis kembali

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Santri Mokong: Secangkir Kopi Gita Cinta Menuju Tuhan

23 Mei 2015   16:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:41 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_385063" align="aligncenter" width="700" caption="Dok. Chandra| Santri Penghafal Qur"][/caption]

“Bila berbicara tentang kopi, maka akan berbicara tentang kehidupan”

Sebenarnya sangat banyak cerita di balik secangkir kopi dalam kehidupan saya. Tapi dari sekian banyak cerita yang saya miliki, ada salah satu cerita yang dimana dalam secangkir kopi pertaruhan mimpi banyak orang. Ya, dimana kopi menjadi pendamping untuk menuju suatu puncak bernama “Hafidz al-Qur’an” (baca: penghafal al-Qur’an).

Setelah lulus dari sekolah menengah atas, saya sebenarnya sangat bingung harus melanjutkan kuliah atau tidak. Dalam kebingungan itulah, saya banyak melakukan kegiatan yang bisa dikatakan tidak terencana sedikitpun. Kegiatan tidak terencana itu antara lain adalah kursus di salah satu desa di Kediri, yang hingga saat ini di kenal dengan desa bahasa. Karena satu dan lain hal, saya tidak sampai tuntas mengikuti kegiatan yang ada. Setelah itu, hal yang tidak terencana tapi muncul dalam benak adalah, menjadi seorang hafidz qur’an dan merasakan dunia pesantren dengan atmosfer berbeda.

Hal itu saya lakoni setelah tidak melanjutkan kursus didaerah Kediri tersebut, yaitu, menjadi seorang yang menyandang gelar “santri” di salah satu pesantren al-qur’an yang cukup terkemuka di Jombang. Sebelumnya, saya pernah ke pesantren tersebut untuk menjenguk sepupu. Akan tetapi saya tidak tahu dengan jelas bagaimana kegiatan pesantren yang sesungguhnya, stigma yang saya tahu bahwa pesantren adalah “penjara suci” dimana banyak orang yang digembleng di dalamnya.

Saya bertemu teman-teman sejawat yang luar biasa, betapa tidak, mereka sangat fokus dengan tujuan mereka, dan menghabiskan banyak waktu atas apa yang mereka ingin capai. Yang membuat saya heran adalah, salah satu elemen pendukung untuk mencapai cita-cita mereka menjadi seorang hafidz qur’an adalah secangkir kopi. Ya! Secangkir kopi.

Awalnya saya tidak paham ketika pertama masuk pesantren. Setiap malam tiba, kamar begitu sepi padahal dalam kamar yang saya tempati setidaknya berada sekitar 30 orang. Akan tetapi yang berada di kamar tidak lebih dari 7 orang. Belakangan saya tahu bahwa setiap malam itu teman-teman biasa mokong (baca: keluar pesantren tanpa ijin). Awalnya saya berfikir itu hanya untuk mencari suasana saja agar tidak bosan dengan rutinitas pesantren. Akan tetapi, saya amati lebih dalam lagi hal itu menjadi sebuah kegiatan yang tidak terlepas dari teman-teman. Hingga akhirnya, saya memberanikan bertanya kepada ketua asrama tentang kegiatan apa yang dilakukan teman-teman kala malam di luar pesantren. Dan jawaban yang saya dapat sungguh mengejutkan dari ketua asrama “teman-teman itu biasa ngopi diangkringan sekitaran pesantren, setelah itu menghafal qur’an hingga subuh”.

Saya pikir itu hal yang gila, karena apabila hal ini diketahui oleh staf pesantren tentu akan menjadi masalah bagi teman-teman. Tapi saya makin heran, karena pada kenyataannya hal itu tidak terjadi kepada siapapun yang menjadi teman kamar saya.

Waktu berjalan terus, hingga akhirnya saya mendapatkan banyak teman akrab. Setidaknya saya mempunyai teman melakukan kegilaan bersama, satu berasal dari Madura bernama Majid, dan Chandra yang berasal dari Palembang. Karena mereka berdua-lah, saya mengetahui “kegiatan malam” para santri penghafal qur’an.

Suatu ketika setelah makan malam di kantin, saya bergegas untuk ke kamar karena sudah mengantuk berat. Tikar dan selimut sudah saya gelar untuk tidur, disaat saya akan penjamkan mata Chandra datang seketika didekat saya, dan terjadilah percakapan antara kami.

“waz, ini loh baru jam 9, masa udah mau tidur lagi” sahut Chandra kepada ku.

“aduh, aku ngantuk berat nih, pusing ngafal sama ngulang hafalan” jawabku singkat.

“ayo ikut aku aja waz, aku traktir makan sambil ngopi di luar pesantren” ajak Chandra kepada ku.

“aku koq ga di ajak sih Chand” Majid nimbrung percakapan kami berdua.

“ya sudah, ayo aku yang bayarin semua” ujar Chandra.

“aku ijin dulu bidang keamanan pesantren dulu ya buat keluar” sahutku.

Chandra dan Majid hanya tertawa sambil mengatakan “Ga usah, ikut kita saja ayo cepet”

[caption id="attachment_385065" align="aligncenter" width="553" caption="Dok. Pri| Salah satu kegiatan dimana kopi menjadi teman setia"]

14323726431848195260
14323726431848195260
[/caption]

Saya pun bergegas mengganti pakaian yang baru saja di ganti dengan sarung dan jaket. Dan hari itu tanggal sudah predikat saya menjadi santri yang patuh aturan, karena saya mokong untuk pertama kalinya. Kami bertiga melewati jalan pintas yang saya tidak pernah tahu, akan tetapi Majid dan Chandra sudah sangat mafhum dengan jalan tersebut. Mereka bilang, jalan ini adalah jalan sutra para santri mokongan. Walau malam gelap saat itu, tapi bulan menyinari jalan kami dengan begitu teduh. Akan tetapi dari mokong pertama itulah cerita ini saya sampaikan.

Setelah sampai warung angkringan, ternyata saya melihat banyak santri baik dari pesantren kami atau pesantren lain. Semua tumplek-blek dengan kopi dan rokok masing-masing. Majid pun mencari tempat dan Chandra bertugas memesan kopi dan beberapa makanan kecil. Tugas saya hanya mengikuti Majid yang mencari tempat nyaman untuk kami ngopi malam itu.

Setelah mendapatkan tempat yang dirasa nyaman, kami pun larut dalam lampu remang dan bincang berbagai hal. Seorang bapak mengantarkan sebuah pesanan kami, satu piring gorengan dan tentunya tiga cangkir kopi hitam.

Perbincangan ringan ditemani secangkir kopi menjadikan malam tidak terasa, sudah pukul 10 tepat saat itu. Tapi anehnya, makin malam angkringan yang kami tempati makin ramai akan kunjungan para santri. Riuh sekali tempat itu dengan obrolan, ada yang ngobrol tentang permasalah organisasi asrama, masalah menghafal, tugas sekolah yang tidak selesai hingga cerita tentang situasi kelas ketika guru mengajar dst.

Kopi sudah habis, gorengan pun kandas masuk perut kami. Chandra membayar dan saya melangkah untuk kembali ke asrama. Tapi Majid menahan saya, kemudian mengatakan gerbang pesantren sudah di tutup dan baru di buku sekitar pukul 4 pagi. Chandra hanya tertawa melihat wajah saya cemas, kemudian mereka menarik tangan saya untuk mengikuti mereka.

Saya tidak tahu mereka akan membawa kemana, yang pasti malam itu saya tidak tidur di dalam pesantren, dan khawatir kalau hal ini di ketahui staff pesantren atau bahkan keamanan. Chandra dan Majid mengarah kepada tempat yang sebenarnya tidak asing, yaitu, maqbaroh Gus Dur (baca: makam). Saya protes kepada Chandra dan Majid kenapa harus ketempat ini, Majid pun menenangkan saya dengan bilang “setelah ngopi itu enaknya menghafal di maqbaroh, sepi dan hangat”.

Saya saat itu hanya bisa manut dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Karena tidak ada pilihan lain, pun kalau saya nekat kembali ke pesantren tentu akan mendapatkan hukuman. Nekat saya ikut mengaji bersama Chandra dan Majid di maqbaroh. Waktu terus bergulir, Majid dan Chandra masih asyik dengan hafalan mereka masing-masing, padahal jam sudah menunjukkan pukul dua. Saya sudah cukup membaca qur’an enam juz malam itu. Berjalan ke pukul setengah tiga Chandra tumbang, di ikuti oleh saya dan akhirnya Majid. Kami pun akhirnya tertidur pulas pukul empat, dan kami pun pulang menuju pesantren dengan berlari-lari. Takut-takut pihak keamanan sudah bangun dan mengontrol kamar.

[caption id="attachment_385068" align="aligncenter" width="544" caption="Dok. Chandra| Para Santri Menghafalkan Qur"]

14323729381733746051
14323729381733746051
[/caption]

Kopi tidak hanya sebatas di angkringan, akan tetapi ada di setiap kegiatan di dalam pesantren, terutama acara pada malam hari. Terkhusus kepada kamar saya, yang dimana ada acara, di situ pasti ada kopi dan makanan kecil lainnya.

Saya baru sadar, bahwa kegiatan setelah ngopi para santri adalah menghafal. Benar apa yang dikatakan oleh ketua asrama, ketika saya bertanya ketika awal-awal masuk. Para santri menjadikan kopi salah satu elemen penting dalam menggapai cita-cita mereka menjadi keluarga Tuhan. Dan kegiatan ngopi tersebut benar-benar membuahkan hasil, Chandra dan Majid meraih gelar “Hafidz Qur’an”. Ah, rasanya memang iri kepada mereka yang mampu meraih gelar tersebut, berbeda dengan saya yang tidak sampai menuju titik itu.

Dalam setiap cangkir kopi yang diteguk oleh para santri penghafal, rasa itu begitu berarti. Karena dengan itu, mereka mampu menambah kemampuan mereka dalam menghafal qur’an dari kebanyakan orang.

Dalam setiap cangkir kopi itu pula, terdapat cita-cita yang di bawa oleh diri, orang tua, keluarga dan orang terdekat yang ada dalam hidup para santri.

Entah siapa yang memulai, akan tetapi sepengetahuan yang saya miliki, kopi dan dunia pesantren al-Qur’an mempunyai hubungan yang sangat lekat. Bahkan, kopi memberikan kontribusinya kepada kelestarian para penghafal al-Qur’an.

Salah satu buktinya adalah Chandra dan Majid, teman seperjuangan yang saya rindukan.

Wawasan Tentang Kopi Indonesia

Kopi adalah salah satu jenis minuman yang di proses dari pengolahan dan ekstraksi biji tanaman kopi yang di keringkan dan haluskan menjadi bubuk.

Siapa yang tidak kenal kopi di dunia ini? Bayangkan, 1,4 milyar cangkir kopi di minum oleh penduduk dunia. Kalau menilik Indonesia, sudah barang tentu setiap daerah mempunyai racikan kopi dan rasa khas.

Kalau melihat dari segi bahasa, kata kopi berakar dari bahasa arab qahwah yang mempunyai arti kekuatan, karena pada awalnya kopu adalah sebagai minuman berenergi. Kata awal tersebut diserap dan berubah menjadi kahveh oleh masyarakat Turki. Kan berubah kembali ketika bertemu dengan orang Belanda yaitu koffie, hingga akhirnya diserap oleh orang Indonesia menjadi kopi.

Dalam beberap catatan sejarah, kopi pertama kali ditemukan oleh orang Etiopoa di benua Afrika sekitar 1000 SM, yang kemudian berkembang menjadi minuman di berbagai masyarakat disetiap peradaban. Bahkan salah satu fakta yang menarik adalah, seorang ilmuan muslim bernama Ibn Sina, menggunakan kopi menjadi salah satu minuman wajib ketika harus meneliti dan menelaah banyak hal.

[caption id="attachment_385069" align="aligncenter" width="560" caption="Dok. i.imgur.com| Biji Kopi Pilihan"]

14323731361516040893
14323731361516040893
[/caption]

Bukan hanya Ibn Sina, akan tetapi juga, Jodi Handoyo seorang Song Writer, Music & Scoring Film and Animation, mampu menghasilkan banyak karya dengan ditemani secangkir kopi di dalam studionya. Apabila sudah masuk studio, ia mampu berjam-jam hingga akhirnya keluar menghasilkan sebuah karya.

Tidak hanya itu bila kita melihat lebih luas lagi di negeri Indonesia, kopi mempunyai peran penting dalam perdamaian di Aceh saat konflik. Bagaimana tidak, warung-warung kopi di Aceh ketika konflik, adalah zona amat bagi siapapun tanpa khawatir ada yang mengankat senjata. Perdamaian itu tercipta karena sebuah kopi bernama Kedai Kopi Ulee Kareng.

Masih kurang? Fakta yang menarik adalah fouding father Amerika Serikat sana, menyusun strategi rahasia kemerdekaan negaranya disebuah kedai kopi, tentunya sambil minum kopi dan perdebatan yang sengit antara pemikiran satu dengan yang lainnya, hingga akhirnya Amerika Serikat merdeka pada 4 Juli 1776.

Secara umum, jenis kopi terbagi dua, yaitu arabica dan robusta.

Kopi arabika disebut kopi tradisional dengan cita rasa terbaik. Kopi jenis ini tumbuh di daerah tropis atau subtropis seperti Afrika Timur, India dan Indonesia. Kopi arabika tumbuh subuh di ketinggian 600-2000 m di atas permukaan laut. Yang optimal pada suhu lingkungan 18-26 derajat Celcius.

Kemudian kopi robusta. Dimana kopi ini mempunyai cita rasa lebih pahit, masam dan kandungan kafein lebih tinggi dari pada kopi arabica. Berbeda dengan kopi arabica karena kopi robusta dapat tumbuh subuh di ketinggian 800 m di atas permukaan laut. Kopi ini banyak tumbuh di Afrika Barat, Afrika Tengah dan Amerika Selatan.

Dari penelitian yang ada, bahwa 70% komsumsi kopi dunia adalah jenis kopi arabica. Entah karena pamor dan rasanya yang lebih istimewa, akan tetapi kopi arabica selalu mempunyai tempat di hati para penikmat kopi.

[caption id="attachment_385072" align="aligncenter" width="540" caption="Dok. kisahpagi.com| Secangkir Kopi"]

14323737611197598669
14323737611197598669
[/caption]

Indonesia harus berbangga diri, karena Indonesia menjadi Negara ke-4 pengekspor kopi terbesar di dunia, dan 25% yang diekpor adalah kopi arabica. Dari daerah manakah kopi tersebut hadir? Tentunya dari daerah tertentu, bisa kita sebut Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Luwes, Banyuwangi dan Bali. Banyak yang mengatakan bahwa kopi arabica terbaik dunia, dihasilkan dari daerah-daerah tersebut. Dan kopi yang paling banyak di sorot adalah kopi dari tanah Gayo, Aceh.

Kopi arabica Gayo memilik tekstur yang kuat, aroma dan asiditi yang berkualitas. Bila ingin langsung ketempatnya, maka kita harus melakukan perjalanan 6 jam dari ibu kota Aceh. Akan tetapi, siapapun tidak akan rugi pergi menuju tanah gayo ini, karena tanah gayo adalah salah satu perkebunan kopi arabica terbesar di Indonesia.

Tidak heran profesi menjadi petani kopi di sana adalah hal yang paling populer. Dalam satu tahun, daerah ini bisa dua kali panen, dimana sekali panen 500 kg kurang lebih. Masa puncak panennya adalah pada bulan februari hingga april. Hal tersebut tentu sangat menguntungkan bagi kesejahteraan kehidupan masyarakat sekitar.

Pengelolaan kopi di dataran Gayo dikatakan sudah ratusan tahun secara turun-temurun, akan tetapi pengelolaan dan jangan salah. Harga biji kopi tersebut mengikuti harga biji kopi dunia. Tentunya, kerjasama petani, pengumpul kopi dan koperasi mandiri di tanah Gayo akan kopi bisa dikatan sangat maju. Akan tetapi masih tetap dengan cara transaksi yang “sederhana”. Dan satu koprasi di dataran Gayo bisa mengekpor 6.367.200 kg biji kopi hijau atau lebih di kenal dengan green beans organic ke berbagai negara sasaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun