Kawih Sunda merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional dari Jawa Barat yang memiliki nilai budaya tinggi dan patut dilestarikan. Sebagai bagian dari karawitan sekar, kawih termasuk ke dalam jenis sekar tandak, di mana sebagian besar karyanya terikat oleh tempo tertentu dalam penyajiannya. Meskipun dikenal sebagai seni yang cenderung bebas dan tidak terlalu terikat aturan, kawih tetap memiliki empat unsur penting yang harus dipenuhi, yaitu tema atau judul yang menjadi inti dari karya, unsur rasa yang menggambarkan emosi atau suasana, unsur nada sebagai medium ekspresi, serta unsur amanat yang berisi pesan yang ingin disampaikan kepada pendengar.
Kawih merupakan salah satu bentuk seni tradisional Sunda yang terus berkembang seiring waktu. Jenis-jenis kawih seperti kawih sisindiran, kawih pantun, kawih beluk, kawih kaulinan, kawih pupjian, dan kawih tembang memiliki ciri khas masing-masing, yang salah satunya terletak pada alat musik pengiringnya. Perkembangan lebih lanjut dari kawih yang dipadukan dengan alat musik tertentu menghasilkan berbagai variasi seperti kawih degung, kawih celempungan, kawih kacapian, kawih calung, kawih reog, kawih jaipongan, hingga kawih pop Sunda. Inovasi-inovasi ini menunjukkan kemampuan seni tradisional untuk beradaptasi dengan zaman tanpa kehilangan identitas budayanya, sehingga tetap relevan dan diminati oleh berbagai generasi. Salah satu maestro kawih Sunda yang sangat dihormati di Jawa Barat adalah Mang Koko Koswara, yang kontribusinya telah memperkaya perkembangan seni kawih Sunda dan menjadikannya tetap relevan hingga saat ini.
Mang Koko, atau Haji Tubagus Koko Koswara, merupakan sosok legendaris dalam dunia seni tradisional Jawa Barat. Beliau dikenal luas sebagai seorang komponis kawih Sunda yang menghasilkan karya-karya yang luar biasa, mulai dari kawih untuk anak-anak hingga dewasa. Keahliannya dalam memainkan kacapi dengan ciri khas petikan yang unik menjadi salah satu daya tarik utama dari karyanya. Selain itu, warna suara dan gaya lagu yang dibawakannya mencerminkan identitas budaya Sunda yang sangat kuat. Kontribusi Mang Koko dalam melestarikan dan mengembangkan seni tradisional Sunda menjadikannya figur penting dalam sejarah seni Jawa Barat. Dalam perjalanan berkaryanya, beliau tidak berjalan sendirian. Anak keenam dari delapan orang anaknya, yakni Ida Rosida Koswara. Sangat sering menjadi pendamping setia dalam proses kreatifnya. Kolaborasi ini tidak hanya mempererat hubungan keluarga mereka, tetapi juga menjadi bukti nyata bagaimana seni dapat diwariskan dan dikembangkan antar generasi. Dengan dukungan tersebut, Mang Koko berhasil menciptakan lebih dari 1000 lagu yang tidak hanya memiliki keindahan secara estetika, tetapi juga memiliki makna mendalam dalam memperkuat identitas budaya Sunda.
      Ibu Ida Rosida Koswara sendiri adalah seorang maestro karawitan Sunda yang memiliki pengaruh besar dalam dunia kesenian Sunda. Sebagai putri dari seniman legendaris Haji Tubagus Koko Koswara, atau yang lebih dikenal dengan nama Mang Koko Koswara, Ibu Ida melanjutkan warisan seni yang telah dibangun oleh ayahnya. Beliau merupakan anak keenam dari delapan bersaudara dan dikenal sebagai salah satu penerus yang berdedikasi terhadap pelestarian karawitan Sunda, bersama almarhum kakaknya, Pak Tatang. Melalui dedikasi dan kontribusi mereka di bidang kesenian karawitan Sunda, Ibu Ida terus menginspirasi generasi muda untuk mencintai dan melestarikan seni tradisional Sunda.
      Mang Koko Koswara dan Ida Rosida Koswara merupakan dua sosok yang memiliki pengaruh besar dalam dunia musik Sunda. Dengan 121 album dan lebih dari 1000 lagu yang telah mereka ciptakan, kontribusi mereka terhadap pelestarian dan pengembangan seni musik Sunda sangatlah signifikan. Beberapa lagu seperti "Badminton", "Sabilulungan", "Haneut Poyan Hujan Poyan", dan "Dina Jandela" telah menjadi karya yang populer dan sering digunakan dalam pembelajaran seni di tingkat pendidikan dasar, menengah pertama hingga menengah akhir. Keberhasilan ini tidak hanya mengangkat nama mereka, tetapi juga memperkuat posisi musik Sunda di kancah dunia. Pada tahun 2020, Ida Rosida mendapatkan pengakuan sebagai "Maestro kawih Sunda se-Jawa Barat", sebuah penghargaan yang mencerminkan dedikasinya dalam bidang seni ini. Penghargaan ini juga membuka peluang baginya untuk berpartisipasi lebih banyak lagi dalam berbagai seminar, mengadakan lebih banyak pasanggiri, dan menjadi juri dalam berbagai perlombaan seni, khususnya dalam bidang kawih Sunda. Beliau sering diundang untuk berpartisipasi dalam berbagai seminar, salah satunya sebagai narasumber di seminar tentang lagu "pupuh", yang dikenal memiliki 17 aturan pikeun ngadangding dan sangat dihormati dalam tradisi Sunda. Selain itu, pada masa mudanya, Ida Rosida juga kerap dipercaya menjadi juri dalam pasanggiri yang diselenggarakan oleh Lembaga Lingkung Seni Sunda Bandung pada tahun 1983. Tidak hanya aktif di dalam negeri, Ida Rosida juga pernah membawa seni karawitan Sunda ke kancah internasional, salah satunya dengan tampil di Jepang, memberikan sentuhan budaya Sunda di negeri sakura tersebut. Ida Rosida Koswara juga sebagai seorang penggarap lagu-lagu kawih Sunda yang telah diakui secara luas di Jawa Barat, terus menunjukkan dedikasinya dalam melestarikan budaya musik tradisional. Dalam berbagai kesempatan, ia sering berperan sebagai juri di pasanggiri dan didukung oleh tim profesional yang terdiri dari Sony Riza, Widya Wiri, Gege Setra, serta Gugun Gunawan. Kolaborasi ini menghasilkan karya-karya berkualitas tinggi yang tidak hanya mempertahankan nilai-nilai tradisional, tetapi juga memperkenalkan bahwa kawih Sunda tidak hanya diterima di kalangan masyarakat Jawa Barat, tetapi hingga ke kancah nasional dan internasional.
Lahir pada 26 Agustus 1953, Ida Rosida Koswara menunjukkan bakat seni yang luar biasa sejak usia dini. Pada usia 5 tahun, ayahnya sudah menyadari potensi seni yang dimiliki Ida. Saat menemani ayahnya yang merupakan anggota grup kesenian, Ida sering memperhatikan proses pembuatan lagu dengan penuh rasa ingin tahu, bahkan terkadang bersembunyi di bawah meja kerja sang ayah untuk melihat proses pembuatan sebuah lagu lebih dekat. Ketika memasuki Sekolah Dasar Sejahtera, bakat seni Ida semakin berkembang, terbukti dari keberhasilannya memenangkan berbagai lomba dan tampil dalam pentas seni vokal Sunda. Perkembangan ini terus berlanjut di jenjang pendidikan berikutnya, yaitu di Sekolah Menengah Pertama 1, di mana Ida aktif mengikuti festival musik dan pentas seni Sunda, yang semakin mengasah kemampuan dan memperkuat dasar bakat seninya.
Pada saat memasuki masa Sekolah Menengah Akhir, Ida memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di Konservatori Karawitan, yang kini dikenal sebagai Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 10. Pilihan ini berbeda dari saudara-saudaranya yang memilih Sekolah Menengah Akhir favorit seperti Sekolah Menengah Akhir 1 dan 2. Keputusan Ida sempat mendapat tanggapan skeptis dari ayahnya, yang lebih menyarankan sekolah-sekolah favorit untuk masa depan yang lebih cerah. Mang Koko berkata "Entong ka Konservatori Karawitan, eta mah jang kasenian, geus weh siga batur sekolah na favorit. Itu aya Sekolah Menengah Akhir 1, Sekolah Menengah Akhir 2 semuanya. Tatang Benjamin Sekolah Menengah Akhir 1, Nenden Sekolah Menengah Akhir 2, Titin Sekolah Menengah Akhir 2, Uce Sekolah Menengah Akhir 2". Namun, ayahnya akhirnya mendukung keputusan Ida setelah menyadari potensi besar yang dimiliki putrinya dalam seni kawih Sunda. Meskipun jarak dari rumah mereka di Cipaganti ke sekolah cukup jauh dan Konservatori Karawitan dikenal sebagai sekolah kejuruan, bahkan sering dimarahi dengan berkata "Jauh ceneh, jeung sekolah na ge sekolah kajuruan". Namun Ida tetap gigih menjalani pendidikannya. Dukungan dari ayahnya semakin terlihat ketika beliau sering mengajak Ida untuk tampil dalam acara seni kawih Sunda. Selama masa pendidikannya, Ida aktif tampil dalam berbagai acara seni di seluruh Jawa Barat bersama grup kesenian Ganda Mekar yang dipimpin oleh ayahnya waktu itu, Mang Koko Koswara. Dalam setiap kesempatan, ayahnya selalu memberikan nasihat berharga untuk menjadi seorang seniman profesional yang tidak hanya mengandalkan bakat, tetapi juga memiliki intelektualitas, inovasi, dan kreativitas. "Sok atuh sing jadi seniman anu bener jadi" ujar ayahnya. Pesan ini menjadi landasan bagi Ida untuk terus berkembang dan berkontribusi dalam dunia seni dengan penuh dedikasi.
Setelah lulus dari Konservatori Karawitan, Ida melanjutkan studi ke Sekolah Tinggi Seni Indonesia hingga meraih gelar sarjana muda. Setelah menyelesaikan pendidikannya, beliau mengabdikan diri sebagai guru honorer di Konservatori Karawitan sejak tahun 1971. Bekerja sebagai seorang guru seni karawitan Sunda di Konservatori Karawitan yang kini dikenal sebagai Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 10. Pada tahun 1975, Ida Rosida diangkat menjadi pegawai negeri swasta dan menjalankan peran sebagai asisten dosen di Sekolah Tinggi Seni Indonesia. Dedikasinya dalam bidang pendidikan seni terus berlanjut dengan menjadi guru sekaligus menjabat sebagai Wakil Kepala Sekolah di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia Bandung pada tahun 1998. Beliau memiliki peran penting dalam melestarikan seni budaya Sunda melalui pengajaran yang mencakup berbagai aspek, seperti kawih, pelajaran tentang gamelan wanda anyar, pelajaran tentang gamelan degung, hingga pelajaran titilaras. Selama masa pengabdiannya, Ida telah berhasil membimbing dan melahirkan seniman-seniman berbakat, salah satunya adalah Sutisna atau yang lebih dikenal sebagai Sule, seorang komedian terkenal asal Sunda. Berkat bimbingan Ida, Sule tidak hanya dikenal sebagai komedian saja, tetapi juga mampu menguasai seni musik tradisional seperti menyanyikan lagu-lagu kawih Sunda, memainkan kacapi, kacapi, kendang, suling dan menari jaipong. Selain Sule, Ida juga memberikan kontribusi dalam mengembangkan bakat Nassar, seorang penyanyi dangdut yang pernah mengikuti pasanggiri di mana Ida menjadi salah satu juri. Nassar menunjukkan kemahiran luar biasa dalam membawakan lagu-lagu vokal Sunda seperti "Ngayuh Hujan" dan "Cinta Nusa,". Yang kemudian Nassar lulus di Kontes Dangdut Indonesia saat beliau menginjak kelas 2 di Sekolah Menengah Pertama Assalaam. Masih banyak lagi seniman-seniman yang beliau lahirkan, seperti Rita Tila dan Rosyanti. Ini semakin memperlihatkan peran besar Ida dalam mendukung generasi muda untuk mencintai dan menguasai seni tradisional Sunda.
Setelah menjadi seorang guru pegawai negeri swasta di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 10 selama empat puluh satu tahun, Ida Rosida Koswara pensiun di tahun 2014. Meskipun telah pensiun dari profesinya sebagai guru seni, Ida tetap aktif menginspirasi generasi muda melalui grup kesenian atau Yayasan seni Cangkurileung Mang Koko dan pengajaran seni angklung kepada cucunya di rumah kediamannya. Ida Rosida mendirikan Yayasan Cangkurileung Mang Koko dari tahun 2010 yang hingga saat ini masih aktif di dalam bidang kesenian Sunda. Yayasan ini berkiprah dalam berkesenian yang diantaranya ada kegiatan mengisi berbagai pentas kesenian di Jawa Barat, membuat rekaman-rekaman atau merilis compact disc yang berisi lagu-lagu khas Sunda dengan produsernya Ida Rosida, mengadakan pasanggiri yang panitiai oleh Ida Rosida beserta anggota Yayasan Cangkurileung Mang Koko, mengadakan lomba-lomba kawih Sunda yang panitiai oleh Ida Rosida beserta anggota Yayasan Cangkurileung Mang Koko, dan masih banyak lagi kegiatan yang diadakan oleh Yayasan Cangkurileung Mang Koko ini.
Tidak hanya berkegiatan di Yayasan Cangkurileung Mang Koko ini. Ida Rosida juga sering mengisi waktu luangnya dengan bermain bersama dengan cucu serta berkreasi dan mengunjungi keluarga besarnya di sela waktu yang padat sebagai seorang yang masih bersumbangsih pada karya seni kawih Sunda. Ida Rosida juga merupakan sosok yang dikenal tidak hanya aktif dalam kegiatan di Yayasan Cangkurileung Mang Koko, tetapi juga mampu membagi waktu dengan baik untuk keluarganya dan bahkan hingga bersosialisasi dengan tetangganya. Ida Rosida dikenal sebagai sosok yang sangat aktif dan berdedikasi dalam berbagai bidang oleh para tetangganya. Selain menghadiri undangan di berbagai pasanggiri dan festival seni, beliau juga memiliki tanggung jawab besar dalam mengelola Yayasan Cangkurileung Mang Koko, membina grup seni Ganda Mekar Mang Koko, serta memproduksi rekaman lagu-lagu kawih Sunda hasil karya dari Mang Koko. Tidak hanya itu, Ida Rosida juga aktif dalam kegiatan keagamaan dan kesehatan. Beliau kerap mengikuti olahraga dan senam pagi bersama ibu-ibu di kompleks perumahannya, menunjukkan komitmennya terhadap gaya hidup sehat. Sebagai anggota pengurus masjid di lingkungan tempat tinggalnya, ia juga dikenal sebagai pribadi yang religius, dengan rutinitas shalat subuh di masjid setiap hari. Peranannya yang beragam mencerminkan dedikasi dan kepeduliannya terhadap seni, budaya, agama, serta komunitas di sekitarnya.
 Dalam kesehariannya, beliau sering meluangkan waktu untuk bermain bersama cucu-cucunya serta berkreasi dengan anggota keluarga lainnya. Ronny Abubakar, menantu Ida Rosida, menggambarkan beliau sebagai sosok yang penuh dedikasi dan profesionalisme, baik dalam perannya sebagai guru maupun sebagai maestro seni kawih Sunda. Beliau memiliki kepribadian yang keibuan, penuh kasih sayang, namun tetap tegas dan disiplin dalam menjalankan tanggung jawabnya. Ketepatan waktu menjadi salah satu prinsip utama yang selalu dipegang teguh oleh Ida Rosida, baik saat mengajar maupun ketika menghadiri acara-acara penting. Sebagai seorang pendidik, beliau menanamkan nilai-nilai menghargai waktu kepada murid-muridnya, mengajarkan pentingnya menepati janji dan hadir tepat waktu pada saat jam pelajaran dimulai. Hal ini juga tercermin dalam partisipasinya sebagai tim juri di berbagai perlombaan seni, di mana beliau senantiasa hadir lebih awal untuk menunjukkan komitmen dan rasa hormat terhadap acara yang diikutinya. Sikap disiplin dan profesionalisme ini menjadikan Ida Rosida panutan dalam dunia pendidikan dan seni tradisional Sunda.