Gerakan intolerasi semakin subur karena tujuan politik, aksi demi aksi terus berjalan demi kedudukan di kekuasaan, hingga masyarakat dibawah mengalami konflik terbuka antar sesamanya yang pada awalnya hidup rukun.
Yang sudah terbiasa hidup bertetangga dengan perbedaan agama dan suku, kini seakan menjaga jarak dan membatasi komunikasi hanya karena beda pilihan di kontes politik.
Sehingga kita tidak heran jika dalam sebuah pemilihan kepala daerah hingga presiden masih menggunakan pendekatan agama, suku, ras dan golongan. Tetapi pertanyaanya sampai kapan kita akan seperti ini? Sampai kapan masyarakat Indonesia akan terpecah belah hanya karena beda pilihan politiknya?
Menurut saya hulunya ada pada pendidikan politik di partai politik, mengapa demikian?. Karena partai politik sebagai lembaga yang paling bertanggungjawab terhadap kondisi politikus kita hari ini. Jika pendidikan politik di jalankan dengan baik maka akan sangat berdampak hingga ke masyarakat.
Celakanya, partai politik kita masih jauh dari kata 'ideal' sehingga, unsur kepentingan untuk meraih kekuasaannya lebih besar dari pada tujuan pendidikan politiknya.
Salam
Fawer Full Fander Sihite
(Ketua Bidang Hubungan Internasional Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia - PP GMKI) - Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H