Miauw…………..miauw………….miauw……….
"SStttt………….tt!!! Diamlah aku sedang nonton tipi!" kataku,
Miauw…………..miauw………….miauw………. makin keras dan tak beraturan.
"Diem!!!" gertakku
Miauuuuuuww……
Kini suaranya pelan namun terdengar panjang dan menyayat,
Miauuuuuww…..
Duuh, nggak tega juga lama-lama dengarnya,"kamu mau makan?" tanyaku.
Miauuw….
"Oohh…….bentar ya!"
Kuambilakan nasi yang sudah dilumat dengan pindang, kemudian kuberikan padanya.
"Nih Mpus makan, jok meong-meong lagi!" kataku sedikit snewen.
Namun, bukannya segera dimakan malah cuma diendus-endus doang,
"Duuh neh kucing maunya apa sih?"
"Serah deh, kamu makan apa enggak yang penting jangan treak-treak!"
Miauuuuuuww……Miauuuuuuww……
Kini suaranya terdengar agak serak, duuh……
"Biarin aia!! tu kucing lagi stress, gara-gara anaknya ilang!"
"Lhoh kok bias ilang?"
"Bukan ilang sih, tapi dibuang!"
"What???"
"Ceritanya begini! duduk dulu aku dongengin!"
Suatu hari ada seekor kucing belang yang keluar masuk rumah ini, entah kucing itu milik siapa. Setiap hari dia selalu masuk ke dalam kamar atas yang kini kami jadikan gudang. Karena seringnya dia kesini jadi sudah kami anggap seperti kucing sendiri, tidak cuma ndaku saja, tiap hari si Belang juga kami beri makan.
Tiga hari kemudian, terdengar suara bayi kucing di kamar atas. Dan ternyata suara adalah milik bayi si Belang. Si Belang melahirkan 3 cemeng tanpa pertolongan di kardus yang berada di dalam kamar atas. Kulihat, cemeng-cemeng itu masih belum berbulu, menjijikkan. Tapi beberapa hari kemudian 3 cemeng itu sudah nampak lucu, satu berbulu putih, satu sedikit belang dan yang satunya berbulu hitam.
Saat tak ada Belang, kami menengok mereka yang disembunyikan di dalam kardus. Mata mereka terlihat bening dan bulat, duuh lucu sekali mereka. Rasanya gemes pengen megang dan menyentuh bulu-bulu mereka yang halus.
Hingga dihari ke 10 mereka dilahirkan, si Belang memindahkan mereka ke almari di lantai bawah. Almari itu berisi baju-baju yang digantung dan juga ada sepatu-sepatu. Si Belang bisa dengan mudah masuk ke dalam almari itu karena memang tidak berpintu. Yah hanya tertutup oleh kain panjang yang bisa dibilang seperi korden.
Tiba-tiba terlihat tetesan-tetesan darah segar dari lantai atas sampai lantai bawah. Saat ditelusuri ternyata darah itu berasal dari darah tikus yang ditangkap oleh si Belang untuk makanan ketiga anaknya! Bayangkan saja, tikus di Surabaya ini tak ada yang kecil, semua gede-gede hampir segede kucing itu sendiri. Alhasil baju-baju dan juga sepatu yang ada di almari tersebut penuh dengan bercak darah, tidak cuma itu saja, saat almari itu dibuka maka akan tercium aroma khas kotoran kucing. Uugghhh………
Dan kerena itulah, saat si Belang tidak ada di tempat, kami menyuruh Mba Eni untuk membuang ketiga cemeng itu. Akibatnya sekarang si Belang jadi stres, dia tidak mau makan, sering teriak-teriak mencari anaknya, dan yang paling menyebalkan dia sering muntah-muntah. Saya juga kurang tau apakah si Belang sedang nyidam lagi, tapi yang pasti dia selalu memanggil-manggil anaknya di kamar atas atau pun di sekitar almari pakaian itu.
"Kasian si Belang, dia harus kehilangan anak-anaknya hanya karena kesalahan yang tidak dia mengerti!"
[caption id="attachment_114574" align="aligncenter" width="300" caption="Kucing aja sayang anak! "][/caption]
Pertanyaannya, kucing saja bisa sampai stres ketika harus kehilangan anak-anaknya, lalu mengapa manusia yang punya hati dan pikiran justru sering kali menyia-nyikan anaknya?
SG : KLIK
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H