Mohon tunggu...
Fawaizzah Watie
Fawaizzah Watie Mohon Tunggu... wiraswasta -

Perempuan. Duapuluhan. \r\n\r\n\r\nhttp://fawaizzah.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Balada Chentingsari: Hantu & Ust. Mumu

26 Maret 2011   07:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:25 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com



Sejak kejadian “Ngashim Kesurupan” beberapa waktu lalu, topik setan mulai menyeruak di seantero jagad Chentingsari. Mulai dari yang tua sampai yang muda, mulai di warung kopi sampai mushola, semuanya ngomongin hantu. Tak pelak para pandawa saat di mushola seusai sholat magrib, yang biasanya belajar ngaji Al-Quran itu justru membahas masalah hantu.

“Njur piye iki Gun, masa desa kita yang penuh anak-anak yang alim ini bisa kedatangan setan?” tanya Hendra kepada Gugun, sekaligus memecah suasana malam itu yang semakin sunyi.

Gugun yang ditanya hanya diam saja, menopang dagu dengan jempolnya sambil merem melek, seakan ada hal serius yang dipikirkannya.

“Nengopo kowe iki Gun? Kok malah merem melek, mengko ndang awakmu sing ganti kesurupan!” ujar sadewa Jenni kembarannya 5i9it N4kul4 sl4luww. Menyadari hal itu, Sigit dan Hendra memasang jurus kuda-kuda. Sedang Ngashim malah bersembunyi di bawah ketek Jenni. Ngashim masih saja trauma atas sejarah kelamnya, sehari bersama setan, beberapa waktu lalu.

“Asem tenan kowe ki Jen, aku iki ora kerusupan. Demit ora bakal ndulit, setan yo ora doyan karo aku. Wong penggaweanku maca bismillah kok.” Mata Gugun langsung melotot karena difitnah oleh Jenni si Sadewa.

Melihat gugun baik-baik saja, 5i9it N4kul4 sl4luww dan Hendra si Arjuna segera kembali ke posisi masing-masing. Sedang Ngashim yang masih trauma atas kejadian dulu itu, setiap ada orang yang membahas hantu, lebih-lebih di hadapannya, bulu kudu, bulu kaki, bulu tangan dan bulu ketek Ngashim langsung berdiri. Lalu segera mencari ketek untuk bersembunyi di bawah ketek. Berharap, setan takut akan bau khas ketek, lebih-lebih ketek Jenni yang jarang mandi.

“Aku iki lagi mikir, jan-jane rupane setan iku njur koyo ngopo? Kok dadi penasaran aku.” Gumam Gugun, dan pasukan Pandawa yang lain hanya diam. Menyimak.

“Kok bisa-bisanya setan masuk ke tubuh Ngashim, Padahal Ngashim sama pintarnya karo aku soal baca Al-Quran. Jan-jane Setan model sing kaya ngapa?!” gugun masih menopang dagunya dengan jempol kanannya, kini disertani gaya geleng-geleng kepala.

“Apa setan sing ngrasuki Ngashim kuwi bapaknya setan yo Gun? Kan luwih sakti daripada anaknya.” Ujar Jenni. Ngasal.

“Apa iya ya Jen, buktine, pakdhe Aziz luwih pinter gawe mercon daripada Hendra.” Ujar kembarannya, tak kalah ngasal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun