“Yo sik sakti embahe!!” kini giliran Hendra yang tak mau kalah ngasal. Ngashim, lagi-lagi hanya diam. Muka tanpa ekspresi dan sambil kedip-kedip mata.
“Wes-wes, piye lek besok malam awake dewe berburu setan ke rumahnya dukun Bambank njur setan itu nanti kita ikat, terus kita arak ke sekolahan. Piye? Setuju ora?” sang ketua gank, si Gugun, mulai mengambil sikap seiring waktu adzan Isya’ untuk wilayah Chentingsari dan sekitarnya.
Ustad Mumu datang, berdehem, bermaksud membubarkan anak-anak itu agar segera mengambil air wudhu. Tapi bukannya mengambil air wudhu, mereka malah sok tidak dengar. Lalu Ustad Mumu pun kembali berdehem, namun kali ini agak keras, mirip seperti batuk tidak berdahak akut selama seminggu gak sembuh-sembuh. Tapi usaha Ustad Mumu tak juga berhasil, anak-anak itu masih juga asyik dengan obrolannya yang semakin tak karuan. Tak kehilangan akal, Ustad Mumu pun akhirnya mencoba bersin-bersin. Tapi karena tak juga bersin, beliau pun pergi ke kandang ayam lalu mencabut sehelai bulu ayam lantas dikolok-kolokin ke hidungnya.
Usaha ini tak juga berhasil, bukan hanya tak berhasil membuat para pandawa menghentikan obrolannya, tapi juga tak berhasil bersin. Setiap hasrat bersin itu sudah sampai di pangkal hidungnya, segera hasrat itu kembali masuk ke otaknya. Begitu hingga berkali-kali, karena saking jengkelnya, akhirnya Ustad Mumu mengambil sapu lalu berlari menuju dimana gerombolan pandawa ngepos.
“Haaa……ciing yoo.. haciingg… yoo!!” ust. Mumu berteriak sambil bersin-bersin. Hal itu langsung mengundang perhatian para Pandawa.
“Ustad Mumu kesurupan!!! Ustad Mumu kesurupaan!!!” berempat mereka berteriak-teriak mengira bahwa Ustadz Mumu kesurupan.
silahkan berkunjung ke Balada Chentingsari untuk membaca kumpulan kisah pandawa ala Cantingers
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H