Mohon tunggu...
Fawaizzah Watie
Fawaizzah Watie Mohon Tunggu... wiraswasta -

Perempuan. Duapuluhan. \r\n\r\n\r\nhttp://fawaizzah.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ini Mimpiku, Apa Mimpimu?

13 Mei 2010   06:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:14 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum mimpi dilarang, sebelum mimpi berbayar, sebelum mimpi dijadikan hutang, dan sebelum mimpi itu merugikan orang, aku ingin bermimpi dan menaruh mimpiku di sini (sambil menaruh telunjuk 5 cm di depan jidat, inspirasi dari novel 5 cm).

Lagi-lagi hanya mimpi, dan mimpi itu semakin menggelora setiap kali aku mambaca buku-buku inspirasi tentang suksesnya banyak orang yang memulai karirnya dengan mimpi. Yah dengan mimpi, bahkan di buku No Excuse terdapat kalimat-kalimat hebat semacam berikut: Untuk pencapaian besar, aksi saja tidak cukup, tapi juga butuh impian. Anatole France Tidak ada yang terjadi kecuali diawali impian. Cari Sanburg Setiap impian hebat bermula dari pemimpi. Hurriet Tubman Mungkin mimpi itu adalah kekuatan terbesar. Li Ka-Singa, orang terkaya di dunia 2007.

Apa kau tau kawan apa impianku? Aku tak bermimpi menjadi artis sekaliber Fitri Tropica, penyanyi sedahsyat Krisdayanti, pemain sinetron cinta fitri, atau pemain film horor setara Suzana. Tidak! Aku tak inginkan itu, itu bukan mimpiku. Aku hanya ingin mempunyai uang banyak, kaya namun tetap jumawa dan dermawan. Dan jika aku sudah mempunyai itu, aku ingin sekali mendirikan sebuah perpustakaan desa. Mengingat desa tempatku dilahirkan tidak mempunyai perpustakaan, jangankan perpustakaan, lapangan bola saja tidak punya. [caption id="attachment_139893" align="aligncenter" width="300" caption="Merenungkan Mimpi"][/caption]

Jika kau bertandang ke desaku kawan, jangan kaget jika nanti kau temui bebek dan angsa yang berkubang, berenang kesana-kemari di jalan desa saat musim hujan tiba, dan debu yang menyerupai kepulan asap menyembur di belakang pengendara sepeda saat musim kemarau. Anak-anak disana lebih suka mancing di kali yang hanya mengalir saat ada hujan (bahkan sering banjir saat hujan datang dengan dahsyatnya) lantas tak ada airnya jika tak ada hujan, nonton TV, bersepeda ria keliling sawah, main layangan, atau bermain kelereng. Di sekolah SD pun juga tak ada yang namanya perpustakaan, bahkan aku ragu apakah adik-adikku yang masih bersekolah SD itu tau, jika ada buku-buku yang menarik, yang memberi inspirasi juga manfaat selain buku pelajaran? Ah..aku tidak yakin itu.

Sebagai contohnya adalah aku sendiri, sewaktu masih SD aku hanya memiliki buku yang bercerita tentang Ani. Mungkin teman-teman masih ingat tentang cerita Ani ini. Yups, salah satu tokoh utama di buku bahasa Indonesia kelas 1 SD. Ini Ani Ini Ibu Ani Ani dan Ina membaca buku Ini Budi Ini Ayah Budi Dan semacamnya, yang tak jauh dari itu. Itu aku baca berulang-ulang sampai hafal setiap lembarnya.Tapi jangan salah, aku sangat suka pelajaran bahasa Indonesia, apa lagi kalau ada tugas mengarang. Setiap karaganku pasti dan selalu di awali dengan “Pada suatu hari…….bla bla bla..” selalu saja bertemakan “Pergi ke rumah nenek” padahal jaraknya hanya sekitar 3 kilo meter dari rumahku sendiri.  Itu karena aku tak pernak diajak pergi untuk wisata, kawan.

Hahahahaha Menulis ini aku jadi ingat pada temanku, Purnomo yang sekarang menjadi Angkatan Darat. Dia selalu saja bercerita bahwa ayahnya punya seokor gajah dan Jerapah, bahkan selalu mengantarnya pergi ke sekolah. Imajinatif sekali dia, bahkan tak jarang kami selalu saja mendesaknya untuk mengajak kami bertandang ke rumahnya, sekedar ingin melihat gajah itu seperti apa? Untuk itulah aku ingin membangun sebuah perpustakaan di desa, dan memenuhi rak-rak di perpustakaan itu dengan kisah-kisah inspirasi, cara bertenak ayam kek, beternak kelinci, atau cara membuat pupuk kandang (pupuk alami), dan berbagai macam novel. Dan untuk anak-anak yang masih kecil, menyiapkan bulu-buku cerita, baik cerita Cinderela dan sepatu kacanya, putri salju, pinokio, dan tak ketinggalan kisah-kisah para nabi. Aku miris jika setiap aku pulang dan mendengar kabar, seorang putra desa maling ayam, maling jagung/ketela, bahkan yang paling parah cangkrukan tak jelas di perempatan jalan dan jago main billyard sambil mabukan. Duuh…… Inlah impianku kawan, lalu apa impianmu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun