Akhirnya masa-masa yang aku aku takutkan telah tiba, bapak. Masa yang tak pernah aku inginkan namun harus dilewati. Terima kasih untuk segalanya. Tak perlu aku sebutkan satu per satu sebab aku tak akan mampu. Biarlah Tuhan melalui malaikatnya yang mencatat.Â
Setelah ini pasti aku akan merindu. Rindu lembut tutur katamu, rindu tawamu yang khas, rindu cara mengajarmu yang memikat, rindu tatapan matamu yang menyorotkan ketenangan, rindu kelakarmu yang memancing tawa.Â
Terima kasih telah mengantarku sampai di titik ini. Sesekali aku pasti akan kembali. Menengok kenangan yang telah terlewati. Aku akan berdiri di lantai atas, memandang seluruh tempat yang pernah mempertemukan kita. Ruang kelas, pojok lapangan, ruang guru, mushola, dan ruang komputer.Â
Setelah ini tidak ada lagi pertemuan apalagi percakapan. Tidak akan ada lagi cerita maupun kisah. Yang ada hanyalah kesepian dan kerinduan yang menyiksa.Â
Aku memilih mengakhiri tulisan ini, bapak. Sebab nyatanya kenangan yang terlukis lebih luas. Selamat berpisah. Doamu kuminta untuk mengiringi perjalananku meraih masa depan. Semoga mimpi terbesar itu segera tercapai. Semoga.
***
Catatan singkat ini aku temukan ketika membuka lembar demi lembar buku diary ketika di bangku Sekolah Menengah Pertama. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H