Pemerataan Transportasi Umum Berbasis Rel di Indonesia untuk Mengurangi Polusi Serta Kemacetan (Kontra)
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa daerah di Indonesia, terutama kota-kota besar mengalami masalah polusi dan kemacetan. Transportasi memiliki peran besar dalam masalah polusi dan kemacetan ini. Alat transportasi yang paling banyak menghasilkan polusi dan menyebabkan kemacetan adalah mobil dan motor. Tentu banyak yang akan berpikir bahwa mengganti transportasi penyebab polusi dan kemacetan dengan transportasi yang lebih ramah lingkungan seperti kereta api akan isa menyelamatkan dunia.
Tetapi menurut saya, membangun transportasi kereta tapi tidak akan menguntungkan Indonesia. Beberapa faktor pendukung argumen saya:
  1. Biaya dan Investasi = Mengalokasikan dana untuk membangun infrastruktur kereta api di daerah yang kurang padat penduduk bisa menjadi pemborosan dana yang seharusnya dialokasikan untuk sektor-sektor lain yang lebih mendesak. Seperti membangun sekolah di Indonesia timur yang kurang layak, memperbanyak dana BOS, memperbanyak kuota beasiswa, juga pembangunan Papua yang masih terlihat ketimpangannya dengan Jawa.
  2. Permintaan dan Penggunaan Efektif = Permintaan terhadap layanan kereta api mungkin rendah di beberapa wilayah dan infrastrukturtersebut mungkin tidak akan dimanfaatkan secara optimal, mengingat masyarakat yang masih lebih cenderung menggunakan kendaraan pribadi.
  3. Kehilangan Fleksibilitas = Transportasi kereta api cenderung terbatas oleh jadwal yang ketat dan rute yang tetap, sehingga kurang fleksibel dibandingkan dengan kendaraan pribadi yang dapat mengambil rute yang lebih sesuai dengan kebutuhan individual. Setelah naik kereta, pengguna kereta tetap harus naik transportasi yang tentunya juga menyebabkan polusi dan kemacetan.Atau pengguna kereta api harus berjalan kaki ke tempat yang dituju, tentu tidak semua orang bisa berjalan ke tempat yang dituju, ditambah lagi masih banyak kota yang tidak menyediakan trotoar untuk pejalan kaki.
  4. Dampak Lingkungan dan Lahan = Pembangunan rel kereta akan merusak ekosistem dan pemanfaatan lahan yang bisa menyebabkan konflik dengan penduduk. Banyak yang akan dirugikan dengan adanya pemerataan pembangunan rel kereta api, tentunya tidak hanya manusia, tetapi tumbuhan dan hewan. Pasti akan banyak lahan bertumbuhan yang akan digunduli dan dijadikan lahan pembangunan. Tanpa adanya lahan bertumbuhan tersebut, tentu banyak satwa yang juga akan dirugikan.
Oleh karena itu, pembangunan atau pemerataan transportasi berupa rel kereta api akan terasa kurang efektif dan tidak mendukung SDG (Sustainable Development Goals) poin ke 11 yaitu Sustainable Cities and Comunities (kota dan komunitas yang berkelanjutan) dengan tujuan menjadikan kota dan pemukiman inklusif, aman, tangguh dan berkelanjutan.
 Dalam rangka mencapai tujuan kota dan permukiman yang berkelanjutan pada tahun 2030, melalui RAN TPB ditetapkan 10 target nasional. Target-target tersebut antara lain meliputi pembangunan kota yang terpadu, infrastruktur dan pelayanan perkotaan, serta risiko bencana dan perubahan iklim di perkotaan. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mencapai target-target tersebut dijabarkan pada kebijakan, program,  dan kegiatan yang akan dilakukan oleh pemerintah maupun organisasi nonpemerintah.
Jadi saya sebagai tim kontra, menyimpulkan bahwa pembangunan rel kereta api sebagai pengganti transportasi untuk menanggulangi polusi dan kemacetan bukanlah ide yang baik. Kita perlu memerhatikan aspek-aspek jangak panjang yang ditimbulkan dari pembangunan ini. Sudah sepatutnya pemerintah mulai mencari alternatif lain untuk menanggulangi kemacetan dan polusi seperti pembangunan tol, program penanaman pohon, pelarangan penggunaan mesin bermotor yang berlebihan, pembatasan pembelian bahan bakar, dan pencarian transportasi yang ramah lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H